------ • ------
Kulangkahkan kaki menuju rumah dengan perasaan yang amat lelah. Mengejar yachi Chan yang ketakutan kepadaku malah membuat tubuh lemah ini semakin remuk. Aku bahkan tak sadar bahwa langit telah menjadi gelap. Rasanya ingin segera mengistirahatkan raga dan pikiranku pada sofa empuk milik gitchi chan.
Dengan langkah gontai, aku memasuki kawasan rumah. Rumah tampak gelap. Seperti tidak ada tanda tanda kehidupan didalamnya. Kepalaku memiring, "ibu memangnya nggak pulang dulu ya?" aku segera mengambil telepon seluler milik gitchi dan mencari kontak 'ibu' lalu menekannya.
Tuuuut..
Tuuuut..
Tuuuut..
Nomor yang anda tuju tidak dapat menerima panggilan..
"Loh, ibu tak angkat panggilanku?" Karna kesal, aku langsung mematikan telepon dan memasukannya kedalam tas. "Huh! Kesal! Padahalkan aku adalah anaknya. Kenapa rasanya aku tidak diperhatikan??" Mulutku mengoceh kesal sekarang. Sebenarnya aku ingin mengadu tentang Kageyama kepada ibu, tapi sudahlah. Aku menendang batu sebagai pelampiasan emosi. Namun bukannya emosiku reda, kakiku malah bengkak.
"SHIT!" Umpatku.
Aku merebahkan diri pada sofa dengan rambut yang masih basah, sehabis mandi. Sofa merah yang sangat empuk dan benar benar cocok untuk bersantai. Semua orang pasti akan betah untuk berleha leha di atas sini, termasuk diriku. Apalagi ragaku sangat lelah sekarang. Oh, mataku benar benar ingin segera tertutup dan memimpikan suatu hal. Namun,
KRUUYUUK..
Ternyata perut tidak mendukung aku untuk beristirahat. Ku keluarkan nafas gusar seraya bangkit untuk mengambil kartu debit yang ditinggalkan ibu untuk keperluanku.
Ternyata dia sudah kemari tadi siang, membereskan barang barangnya, lalu pergi meninggalkan kartu debit dan sepucuk surat di meja.Masa bodo pikirku kesal. "Apa dia tidak bisa sebentar saja untuk bertemu dengan anaknya? Huh, mood ku benar benar buruk hari ini." Mulutku mengoceh seraya berjalan menuju keluar dengan langkah yang dongkol.
Pintu pagar terbuka. Jalanan terlihat sepi pada malam hari. Hanya ada rumah rumah bertingkat yang tampak senyap.
Aku masih belum terbiasa dengan kondisi ini. Sebenarnya dikehidupanku dulu aku tinggal di komplek yang ramai. Bahkan jika malam hari pun tetap berisik. Mulai dari abang Abang yang memainkan gitar, ibu ibu menggosip, anak anak bermain kejar kejaran, dan banyak lagi. Aku benar benar masih ingat semua hal itu, hanya nama asliku lah yang aku lupakan.
Aku berjalan sendirian di bawah lampu jalan yang menyala terang. Terlihat plang bertuliskan 'mini market 24 jam' berada jauh di depan sana. Jika saja ada kekuatan super 'teleportasi' aku ingin segera memakainya sekarang. Aku berjalan dengan agak takut, karena kesunyian yang melanda ini.
Setelah berjalan selama beberapa menit, akhirnya aku telah sampai disana. Mataku langsung beralih ke rak tempat penyimpanan ramen. Air liurku seakan ingin keluar ketika melihat berbagai macam jenis ramen tertata disana. Dan tanpa waktu lama aku segera menaruh banyak ramen di keranjang belanjaanku.
Aku kan sudah jadi kaya pikirku.Setelah yakin sudah selesai, aku langsung bergegas menuju ke kasir. Terlihat seorang laki laki bersurai abu abu tampak tak asing, sedang berdebat dengan si penjaga kasir.
"Saya serius mbak ngapain bohong, dompet saya bener bener hilang." Ucap laki laki itu seraya mengeluarkan saku celananya.
"Haduh mas iya saya percaya. Jadi mau bagaimana ini?"
"Kan saya bilang ngutang dulu mbak, nanti kalau sudah ketemu saya balik lagi."
"Tidak bisa utang utangan mas, jika ketahuan saya bisa dipecat." Jelas kasir tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
CONTINUE || Haikyuu!
FanfictionBukankah aku sudah mati? Kenapa aku ada disini? Aku tidak akan pernah melupakan fakta bahwa aku secara ajaib melanjutkan hidup sebagai cewek kelas satu yang dikenal dingin dan pendiam di karasuno high school. Dengan kata lain, aku berada di dunia ha...