25 | Surprise

32 7 0
                                    

Belum selesai dengan kesedihannya karena Bintang yang belum juga sadarkan diri, Bulan harus merasakan kesedihan lagi dengan pulangnya Sesil ke kota asalnya. Dengan berat hari, Bulan melepaskan Sesil pergi, bahkan Bulan tidak sempat mengantar Sesil ke bandara, karena dirinya masih harus bersekolah.

Disinilah Bulan sekarang, di tempat yang sering dikunjunginya akhir-akhir ini. Bulan tersenyum tipis sebelum mendudukkan dirinya di samping brankar. Satu hari, dua hari, tiga hari, entah harus berapa lama lagi Bulan harus menunggu Bintang untuk membuka kedua matanya. Bintang terlihat begitu tampan di dalam tidurnya, walaupun wajahnya yang terlihat sedikit pucat.

Bulan kemudian menghela napasnya, tanpa sadar, tangannya meraih tangan Bintang. Kemudian mengelusnya dengan lembut. "Bi, bangun dong. Lo lagi ngapain sih di sana? Jangan betah-betah di sana dong. Balik sini" Bulan menghela napasnya perlahan, untuk menetralkan kembali suaranya.

"Lo gak kangen apa sama bunda lo? Temen-temen lo, atau ... sama gue?" Bulan terkekeh di akhir ucapannya. "Gue-- gue gak tau apa yang gue rasain saat ini. Di satu sisi, gue ngerasa ada yang kosong. Gue kangen digangguin lo Bi, sekolah rasa nya sepi banget gak ada lo. Tapi di satu sisi, gue juga bingung. Gue gak tau apa yang gue rasain, apa ini cuma rasa bersalah, atau apa. Gue gak tau Bi"

"Dan gue juga mau minta maaf, maaf karena gue, lo harus terbaring lemah disini. Maaf karena gue yang egois. Maaf Bi"

Tanpa di minta, setetes air jatuh dari pelupuk mata Bulan. Disusul dengan tetesan-tetesan yang lain. Dadanya tiba-tiba terasa begitu sesak, seperti ada yang menekan kuat jantungnya. Badannya jatuh luruh di samping brankar. Membuat tangan Bintang yang berada di genggaman nya ikut basah terkena air mata Bulan.

Ruangan ini begitu sunyi dan dingin, tidak terdengar suara apapun, kecuali tangisan Bulan yang menyayat hati bagi siapapun yang mendengarnya diiringi dengan suara mesin detak jantung. Bermenit-menit Bulan masih betah dengan posisi nya. Hingga ia merasakan ada tangan yang membelai lembut rambutnya.

Bulan kemudian menengadahkan kepalanya, matanya langsung bertatapan dengan mata Bintang yang memandangnya begitu lesu, namun tak urung ada senyum kecil tercipta di bibirnya.

Melihat itu, Bulan langsung merengkuh tubuh Bintang, memeluknya dengan erat. Bintang yang tak menduga dengan respon Bulan, tentunya terkejut. Namun tak urung, Bintang membalas pelukannya dengan tak kalah erat.

"Iyaa Lan iyaa, gue juga kangen sama lo" kekehnya di tengah pelukan keduanya.

Mendengar itu, Bulan langsung menarik tubuhnya, matanya membulat dengan sempurna. "Lo denger apa yang gue omongin?"

Bintang mengangguk kecil disertai dengan wajahnya yang berubah menjadi sangat menyebalkan di mata Bulan.

Bulan mengelap air matanya dengan kasar. "DARI KAPAN LO SADARR??"

Tentu saja itu hal yang sangat memalukan bagi seorang Bulan, bahkan saat ini Bulan bisa merasakan jika pipinya yang tiba-tiba memanas. Sontak, Bulan langsung memegang kedua pipinya.

Tingkah spontan itu tentunya mengundang tawa bagi Bintang.

"Ya sorry, gue sebenernya udah sadar dari semalem"

"YA TERUS KENAPA LO MALAH PURA-PURA TIDUR????" Kesal, tanpa sadar Bulan memukul bahu Bintang bertubi-tubi, ia begitu sebal.

"Yaa sorryy, Bulan jangan pukul dulu ... guenya masih sakit" rengek Bintang. Ia bahkan memasang wajah memelas, membuat siapa saja yang melihatnya menjadi tidak tega untuk memarahinya.

Usahanya berhasil, karena setelah itu, Bulan langsung menghentikan pukulannya. Bulan mendudukkan dirinya di kursi sambil menekuk wajahnya, matanya menatap tajam ke arah Bintang.

Forget Me NotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang