Tidak ada yang dilakukan Bintang selain berdiam diri di dalam salah satu cafe dengan suasana yang begitu menenangkan. Bintang duduk sendirian menghadap ke jendela yang berada di sampingnya, sambil menunggu pesanan datang.
Entahlah rasanya Bintang hanya ingin sendirian hari ini. Banyak hal yang dia lalui, yang bahkan sulit diterima untuk dirinya sendiri. Tentu Bintang sangat terpuruk ketika mengetahui jika dirinya memiliki tumor yang bersarang di kepalanya.
Diam-diam, Bintang menghampiri dokter yang menanganinya saat itu, Bintang masih ingat dengan jelas penjelasan dokter yang mengatakan jika dia tidak segera melakukan kemoterapi, maka tumor yang bersarang di kepalanya akan dengan cepat menggerogoti tubuhnya dengan ganas.
Begitu mengetahui keadaannya yang menyedihkan, Bintang tidak bisa mencerna apa yang dokter itu katakan, hatinya begitu rapuh, jiwanya seakan-akan hilang begitu saja, pandangan nya kosong, Bintang tidak tau lagi bagaimana perasaannya saat ini, dirinya begitu terkejut mendengar berita yang tak menyenangkan.
"Saya mengerti dengan kekhawatiran kamu, namun kemoterapi tidak semengerikan itu. Dengan melakukan kemoterapi yang rutin, saya yakin kamu bisa kembali sehat seperti sebelumnya."
Bintang tak menanggapi ucapan dokter, Bintang tidak tau harus bereaksi seperti apa. Semua ini terlalu tiba-tiba bagi dirinya. Apa yang harus di lakukan Bintang? Marah? Siapa yang harus Bintang salahkan? Kecewa? Bintang kecewa kepada siapa? Dirinya sendiri? Bintang bahkan tidak tau, mengapa dirinya harus kecewa?
Setelah perdebatan batin yang tiada ujungnya, satu-satunya yang menjadi respon Bintang hanyalah senyuman tipis. Bintang paham, sehat yang di maksud dokter itu bukan benar-benar sehat, hanya saja itu untuk menunda kematiannya sedikit lebih lama.
"Apa efek samping dari itu semua dok?" Tanyanya setelah mengumpulkan keberaniannya, mengahapi fakta yang tentunya hanya menyakiti dirinya.
Dokter itu hanya menghela napasnya. "Saya rasa untuk hal-hal seperti ini akan lebih baik jika dibicarakan langsung dengan orangtua kamu. Kamu hanya perlu menjaga diri kamu sebaik mungkin, dan rajin melakukan kemoterapi. Saya yakin, semuanya akan baik-baik saja."
"Orangtua saya tidak perlu tau dok, saya yang harus tau apa yang akan terjadi pada diri saya sendiri."
"Tapi --"
"Dok. Tolong, saya yang bertanggungjawab atas diri saya." Ucapnya dengan penuh penekanan.
Mendengar ucapan Bintang, akhirnya dokter itu menyerah.
"Baiklah, jika itu keinginan kamu. Efek samping yang akan kamu rasakan setelah melakukan kemoterapi, tentunya kamu akan kehilangan berat badan yang drastis karena banyak sekali obat-obatan yang masuk ke dalam tubuh, selain itu sedikit demi sedikit rambut kamu akan rontok." Mendengar penjelasan dari dokter, seketika membuat perut Bintang begitu mual.
"Tapi tenang saja, itu semua bisa kembali lagi dengan sendirinya. Kamu hanya memerlukan waktu saja." Ucap dokter itu berusaha untuk memenangkan Bintang.
Bintang kembali tersenyum tipis "Berapa persen orang yang berhasil?"
"Untuk keberhasilan tentunya berbeda tiap satu dengan yang lainnya, namun dengan kasus yang sama dengan kamu, ada tiga dari sepuluh persen yang berhasil."
Jawaban dokter itu cukup membuat Bintang paham dengan keadaannya.
"Jangan putus asa, saya yakin kamu bisa menjadi tiga dari sepuluh persen itu."
Bintang tersenyum tipis mendengar penuturan dokter itu, kemudian ia berdiri dari duduknya.
"Baiklah terimakasih dokter, mungkin akan saya pertimbangkan. Dan tolong, jangan memberi tahu orangtua saya tentang kunjungan saya hari ini juga kondisi saya. Terimakasih." Setelah mengucapkan itu, Bintang langsung keluar begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forget Me Not
Ficção Adolescente[Harap follow dulu sebelum membaca. Terima kasih] __________________________________________________ Ternyata ada hal yang lebih menyakitkan selain melupakan, yaitu mengikhlaskan. Bulan tidak tau apa kesalahannya, sampai orang yang di sayanginya per...