21 | Chance

38 6 3
                                    

"Woyy, kalian dari mana aja? Bisa-bisanya kalian ninggalin gue sendirian di rumah" gerutu Sesil begitu melihat Bintang dan Bulan masuk ke dalam rumah. 

"Bulan, lo kenapa? Dijahatin sama kunyuk satu itu?" Bulan hanya memberikan senyum tipis sebagai jawaban.

Tak menanggapi ucapan Sesil, Bintang langsung membuka mulutnya"Bulan, lo langsung ke kamar aja sana istirahat" mendengar itu, Bulan langsung melangkahkan kakinya tanpa banyak bicara. 

Sesil yang melihat perilaku Bulan yang sedikit aneh, menolehkan kepalanya ke arah Bintang, matanya seakan-akan bertanya apa yang terjadi dengan Bulan? Yang hanya dibalas menyimpan tangannya di depan mulutnya, seakan-akan menyuruhnya untuk tidak bertanya dahulu.

Setelah melihat Bulan menaiki tangga--dimana kamar yang ditempatinya berada. Bintang langsung menghampiri Sesil dan bergabung bersamanya duduk di sofa. 

"Lo habis ngapain Bulan? Kenapa matanya sembab? Jangan macem-macem lo sama sahabat gue!" belum sempat Bintang duduk dengan nyaman, Sesil langsung memberikan beberapa pertanyaan kepada Bintang.

"Mulut lo tuh bisa gak sih di erem dulu, belum juga semenit gue duduk tuh mulut udah berkicau aja" 

"Ya lagian lo, udah pergi gak bilang-bilang, pulang-pulang lo bikin anak orang nangis" 

"Suruh siapa tidur kayak orang mati?"

"Kok ngalihin pembicaraan sih? Cepet ceritain kenapa Bulan bisa sembab gitu matanya!!" ujarnya tidak sabaran.

"Gue juga gak tau kenapa Bulan nangis, tadi waktu kita lagi jalan nih, ada yang neleponnya"

"Terus?"

"Ya gitu, sehabis dapet telepon itu, sebagai orang yang peka, gue liat ekspresi Bulan tuh berubah, matanya berkaca-kaca. Jadi ya dengan inisiatif gue, gua peluk lah Bulan. Habis itu dia nangis. Bahkan yang tadinya kita keluar mau cari sarapan aja, enggak jadi"

"Lo tau siapa orang yang nelpon Bulan?" tanya Sesil, sungguh ia khawatir dengan keadaan Bulan saat ini. Ada dua kemungkinan yang terpikirkan oleh Sesil, pertama bisa saja orang yang dimaksud Bintang itu adalah orang yang berada di masa lalunya Bulan, atau cinta pertama Bulan yang berhasil membuat Bulan tidak percaya lagi dengan yang namanya laki-laki.

"Gue.. gak yakin, tapi gue denger dia bilang pah. Mungkin papah nya Bulan?" 

Mendengar jawaban yang terlontar dari mulut Bintang, sontak membuat Sesil menghembuskan nafasnya dengan kasar.

"Kenapa sih? Hubungannya sama bokapnya gak akur?" tanya Bintang penasaran terhadap reaksi Sesil.

"Yaa gitudeh" 

"Kenapa?"

"Gue rasa bukan hak gue untuk ceritain hal pribadinya Bulan. Tapi satu hal yang gue minta ke elo. Tolong tetap ada di sisi Bulan, mau dia nerima lo atau enggak. Gue harap lo bisa terus ada disisinya. Dan tolong, jangan kecewain Bulan kalau dia udah sepenuhnya percaya sama lo" Sesil berujar sambil menepuk kedua bahu Bintang, kemudian pergi begitu saja meninggalkan Bintang yang masih bertahan pada posisinya.

***

Bintang sedari tadi sudah berada di kelasnya, ia duduk di bankunya. Pikirannya di penuhi dengan satu nama, siapa lagi jika bukan Bulan. Ia begitu khawatir dengan Bulan, apalagi ketika Bulan pamit pulang. Bukan apa-apa, hanya saja bagaimana jika saat dirumahnya Bulan dimarahi? atau di pukuli? atau keduanya bertengkar hebat? Memikirkannya saja berhasil membuat Bintang bergidik ngeri. 

Dan lagi, Bintang bingung bagaimana dirinya harus bersikap di depan Bulan. Apakah harus bersikap seolah-olah dirinya tidak mengetahui apapun, atau menunjukkan sikap peduli? Bintang sungguh bingung apa yang harus dilakukan, di satu sisi ia ingin sekali mengetahui apa yang terjadi, namun di sisi lainnya ia takut jika hal itu hanya akan membuat Bulan tidak nyaman. 

Forget Me NotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang