32 - Home Sweet Home

61 6 3
                                    

Setelah keluarga Bintang mengetahui jika dirinya memiliki tumor yang bersarang di otaknya, Bintang sepakat untuk segera melakukan kemoterapi. Namun, bukan Bintang namanya jika dia tidak memiliki banyak persyaratan yang di ajukan kepada Bundanya. 

"Bintang mau kemoterapi, tapi ada syaratnya." ujarnya di sore itu ketika hanya ada dirinya dan juga Lana seorang di ruangan. 

"Satu, Bintang mau pulang besok."

"Bin--"

"Diem dulu Bunda, Bintang belum selesai ngomongnya. Jangan potong pembicaraan Bintang dulu." Ujarnya sambil menyimpan telunjuk nya di depan bibir Lana. Maka secara otomatis, Lana mengatupkan kembali bibirnya. 

"Kedua, Bintang mau sekolah lagi. Bintang udah bosen gak ngapa-ngapain, Bintang harus bersosialisasi Bun, Bintang gak bisa lagi kalau cuman diem dirumah aja."

"Ketiga, jangan perlakuin Bintang kayak orang sakit. Perlakuin Bintang kayak biasanya aja. Bintang gak suka di pandang lemah apalagi sama Bunda."

"Keempat, jangan bilang apapun ke Bulan tentang penyakit Bintang."

"Kelima, Bintang mau kemoterapi sendirian aja, Bunda gak perlu masuk ke dalam ruangan."

"Udah?" tanya Lana. Bintang kemudian menganggukkan kepalanya. 

"Bunda keberatan sama syarat-syarat yang Bintang ajuin. Untuk pulang dan sekolah, Bunda harus tanya dokter dulu, kalau dokter ngebolehin kamu pulang. Bunda juga bakalan setuju, tapi kalau dokter gak ngebolehin, kamu harus nurut sama kata dokter." 

Baru saja Bintang membuka mulutnya untuk membalas ucapan Bunda. Namun Bundanya melakukan hal yang sama kepada Bintang-- meletakkan jari telunjuknya di depan bibir. 

"Untuk syarat yang ketiga sama keempat, Bunda masih bisa kabulin itu, asalkan Bintang juga nurut sama Bunda, dan enggak susah makan. Dan perlu Bintang tau, Bunda bakalan nemenin Bintang kemoterapi, kapanpun. Bunda harus nemenin Bintang. Bunda gak mau Bintang berjuang sendirian. Pokoknya kalau Bintang lagi kemo, Bunda harus ada di samping Bintang." balasnya dengan tegas-- seolah-olah tak ingin ada penolakan yang diterimanya. 

"Bunda.." Bintang berujar dengan lemas.

"Jangan halangin Bunda untuk melakukan apa yang Bunda mau. Bunda gak mau Bintang kesakitan sendirian disana, Bunda harus nemenin Bintang." air mata kembali menetes dari kelopak mata Lana. 

"Bunda, jangan nangis." Bintang membawa Lana ke dalam pelukannya. "Tolong, kalau Bunda nangis kayak gini, Bintang juga merasa bersalah dan ikut sedih. Bintang gak mau jadi sumber kesedihan Bunda." 

"Bintang jangan ngomong kayak gitu, Bintang bukan sumber kesedihan Bunda. Justru Bintang adalah sumber kebahagiaan Bunda. Tanpa Bintang, Bunda gak akan sekuat ini sekarang. Makannya Bintang harus sembuh ya? Jangan menyerah sama penyakit ini, dan maafin Bunda karena enggak merhatiin Bintang selama ini."

Bintang mengeratkan pelukan sang Bunda. Air matanya ikut menetes karena mendengar penuturan Bundanya, namun segera dihapusnya. "Sedihnya udahan ya." Bintang melepaskan pelukannya, kemudian menatap mata Bundanya yang masih berlinang air mata, dan segera menghapusnya. "Yang penting besok Bintang pulang. Yeayy!" lanjut Bintang sambil tersenyum dengan lebar. 

Lana yang mendengar itu, langsung memukul pelan tubuh Bintang. "Kamu ini! Bunda gak janji ya, Bunda harus tanya dokter dulu!"

Bintang tertawa "Oke Bunda. Makasih banyak yaa!" ujarnya di sertai dengan senyuman yang sangat lebar, membuat senyum Lana ikut tercipta di wajahnya.

***

Setelah berkonsultasi dengan dokter, akhirnya Bintang diperbolehkan pulang, dengan catatan dirinya tidak boleh terlalu lelah. Bintang yang mendengar kabar itu, tentu saja bahagia. Dirinya betul-betul sudah bosan terlentang di rumah sakit saja. 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 02, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Forget Me NotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang