31 - Clear

19 4 0
                                    

Mendengar penuturan dokter, membuat air mata Lana keluar dengan seketika. Dirinya merasa bersalah, karena selama ini dirinya tidak begitu memerhatikan keadaan anak satu-satunya. Sungguh, hatinya begitu hancur, ketika mengetahui anak satu-satunya memiliki penyakit yang berbahaya, penyakit yang bisa saja merenggut nyawanya dengan seketika. Lana tidak tau lagi, apa yang harus di lakukannya selain menangis di pelukan suaminya.  

"Yah... Bintang...."  Tak jua menyelesaikan ucapannya, air mata Lana terus mengalir, dada nya begitu sesak, seakan-akan tidak ada lagi udara yang masuk ke dalam paru-parunya. 

"Stt. Bintang baik-baik aja, dia anak yang kuat Bun.. Bintang bisa lewatin semua ini, Ayah yakin." ujarnya berusaha menenangkan hati sang istri sambil mengusap-ngusap pelan bahu istrinya. 

Melihat keadaan istrinya yang begitu lemas setelah mendapatkan kabar buruk, Yanto-- Ayah Bintang berinisiatif untuk mengambil alih percakapan. 

"Semenjak kapan anak saya memiliki tumor? Dan bagaimana itu bisa terjadi?" 

"Berdasarkan hasil CT Scan, anak Bapak sudah memiliki tumor dari dua tahun yang lalu, namun ketika itu, tumor yang tumbuh di kepala anak Bapak masih terbilang jinak, sehingga penyebarannya tidak begitu cepat. Dan bertambah seiringnya waktu dan juga karena tidak adanya penanganan, tumor yang bersarang di kepala Bintang, terus berkembang, hingga saat ini kondisi tumor sudah berada di stadium tiga."

"Jenis tumor yang dimiliki Bintang yaitu tumor glioma, yaitu salah satu tumor yang berkembang di sel-sel jaringan ikat, atau yang disebut juga dengan astrosit. Jenis tumor ini bisa berkembang dengan cepat dan menyebar ke jaringan otak yang lainnya. Dan apabila tidak segera di tangani dengan kemoterapi, saya rasa anak anda akan terus mengealami kesakitan dan juga kondisi tubuhnya yang terus melemah." lanjutnya. 

"Kenapa anak saya bisa memiliki tumor? Apa penyebab nya?" Tanya Yanto, dirinya masih sulit percaya jika anaknya memiliki penyakit berbahaya. 

"Apakah di keluarga Bapak atau Ibu ada yang memiliki riwayat penyakit tumor sebelumnya?"

Yanto menggelengkan kepala. 

"Ada." Suara Lana terdengar, membuat keduanya memusatkan perhatian kepada Lana. "Ayah saya, beliau sempat memiliki tumor."

Dokter mengangguk mendengar penuturan Lana. "Salah satu penyebab munculnya tumor, karena adanya faktor keturunan. Ini bisa terjadi karena mutasi gen itu bisa diturunkan dari kakek, nenek, orang tua, ataupun generasi sebelumnya."

Mendengar penuturan dokter, air mata Lana mengalir semakin deras. Dirinya tak kuat menahan tangis yang terus menerus turun dari kelopak matanya. 

"Maafin Bunda nak, seharusnya Bunda lebih perhatian mengenai hal itu, maafin Bunda sayang. Semua ini salah Bunda, harusnya Bunda lebih perhatian ke Bintang, Yah. Bunda salah selama ini, Yah.."  

"Bunda, ini bukan salah Bunda. Bunda jangan salahin diri Bunda sendiri, ini sama sekali bukan kesalahan Bunda." Januar menegaskan kepada Lana, dirinya harus menjadi sosok yang kuat di hadapan istrinya, meski hatinya hancur juga melihat anak dan juga istrinya terpuruk seperti ini.

"Bagaimana dengan pendarahan yang di alaminya? Apa itu memperburuk keadaan anak saya?" tanya Yanto.

"Untuk pendarahannya sudah bisa di hentikan, dan tidak ada sangkut pautnya dengan tumor yang bersarang di kepala Bintang. Namun untuk saat ini, karena Bintang banyak kehabisan darah, maka kesadarannya belum bisa kami pastikan." 

Yanto menganggukkan kepalanya ketika mendengarkan penuturan dari dokter yang menangani Bintang itu. 

"Kapan anak saya bisa menjalani kemoterapi Dok?" tanya Lana.

Forget Me NotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang