Chapter 3: Irritating

2.3K 293 10
                                    

Pria itu melayangkan tatapan heran pada teman seapartemennya yang sudah berpakaian rapi. Tatapannya ia alihkan pada jam dinding, sebuah kernyit kecil muncul di dahinya ketika menyadari bahwa jam baru menunjukkan pukul 06.30 pagi. Masih ada rentang waktu lama sebelum jam masuk kantor dimulai.

"Sudah mau berangkat?" tanyanya, namun gadis itu diam. Entah karena tidak mendengar suaranya, atau sengaja mengabaikan sapaannya.

Naruto mengedikkan bahu seraya tetap duduk di kursi dapur yang menyerupai kursi bar. Sebenarnya cukup sakit hati lantaran diabaikan, namun bersikap tidak peduli adalah satu-satunya cara untuk balas mengabaikan Hinata.

Sepuluh menit lalu, ia baru saja bangun dari peraduan. Lalu pergi ke kamar mandi untuk mencuci muka dan berakhir duduk di dapur untuk menikmati secangkir kopi hangat. Awalnya, ia kira Hinata belum bangun, namun ternyata gadis itu telah berpakaian rapi ala pekerja kantor. Dan jujur saja, penampilan formal Hinata membuatnya tertawa kecil. Menertawai dirinya sendiri yang sempat terpesona selama beberapa detik.

"Kau itu ternyata pemalas ya, Namikaze."

Suara dibelakangnya membuatnya berpaling, kemudian mendapati mata berwarna perak itu menatapnya tanpa minat. "Aku tahu kita tidak akur, tapi panggil aku Naruto," ucapnya seraya memutar kursi hingga dirinya berhadapan langsung dengan Hinata. "Na-ru-to, paham?"

Hinata memutar bola mata saat pria itu mendiktekan namanya seperti guru TK yang mengajari anak kecil. "Ya, ya, ya. Aku paham, dan sebaiknya kau tidak bermalas-malasan."

Naruto tertawa kecil. "Hm, kau sedang belajar peduli padaku?" tanyanya lalu tertawa kian keras saat tatapan tajam itu kembali ia dapatkan. Sungguh, menggoda perempuan seperti Hinata adalah kesalahan fatal. "Aku akan segera bersiap. Tapi, aku tidak ingin terlihat seperti orang tolol dengan berada di sana satu jam sebelum jam masuk kantor."

Pria itu memasukkan dua jarinya pada lubang sisi cangkir, mengangkatnya ke dekat bibir, lalu menyeruputnya dengan perlahan. "Jadi, kau duluan saja."

"Kau baru saja menyebutku tolol?"

"Tidak, kurasa."

Hinata menarik napas panjang kemudian mengeluarkannya dalam satu embusan. Tangan kanannya yang bergelantungan disisi tubuhnya, sebenarnya sudah terkepal kuat untuk memukul wajah pria di depannya. Namun karena tidak ingin 'mengotori' citranya di hari pertama bekerja, ia lebih memilih tersenyum.

"Baiklah kalau begitu, orang tolol ini akan pergi lebih dulu." Ia menghentakkan sepatunya dengan kuat, menimbulkan bunyi keras yang membuat telinga Naruto kesakitan. "Oh, apa kau pernah mendengar berita tentang seorang pria yang ditemukan tewas karena mengejek seseorang?"

Naruto terkikik geli ketika Hinata berbalik hanya untuk menanyakan hal konyol semacam ini. "Belum dan aku tidak tertarik mendengar berita murahan seperti itu."

"Kalau begitu, akan kubuat kau merasakannya, bukan mendengarnya, keparat."

Suara ketukan sepatu heels kembali terdengar sebelum tergantikan oleh gebrakan yang berasal dari pintu. Pertanda, bila gadis bermarga Hyuga itu telah meninggalkan apartemen.

"Ah, kau semakin menyebalkan ya, bajingan."

•••

"Astaga, Saki! Kau tidak tahu betapa menyebalkannya dia!"

Sakura tertawa pelan seraya meminum milkshake strawberry-nya dari sedotan. Mendengar keluhan Hinata sepagi ini apalagi diiringi umpatan sarkas adalah hal yang biasa baginya. "Aku tidak pernah membayangkan jika roommate-mu seorang pria. Apa perusahaan tidak mengklarifikasinya?"

My Bastard Roommate [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang