Chapter 8: Dislike

1.5K 274 5
                                    

"Jika direktur menyukaimu, apa kau juga akan menyukainya?"

Hinata melempar tas kerjanya ke atas sofa, kepalanya menoleh ke arah Naruto sembari berdecak berulang kali. "Jika aku seorang penjilat seperti Sakura, aku akan menyukainya. Dia tampan dan kaya, aku tidak perlu mempertimbangkan jawabanku, bukan?" Tatapan aneh dari Naruto membuatnya menghela napas, pria itu pasti menganggapnya perempuan murahan yang gila harta.

"Tapi sayangnya, aku Hyuga Hinata. Aku tidak akan berpaling hanya untuk wajah tampan dan kekayaan," lanjutnya. Ia memutari sofa dan mendudukkan pantat berisinya disana. Wajah yang rupawan dan jabatan Uchiha Sasuke memang membuatnya kagum. Pria itu masih muda, namun sudah berhasil memimpin sebuah perusahaan. Hanya saja, ia tidak akan gelap mata dan mencampakkan kekasihnya hanya dengan hal seperti itu. "Aku sudah memiliki kekasih, Naruto. Jadi, berhenti bertanya agar aku tidak mengumpat padamu."

Semenjak ia mengatakan jika sudah memiliki kekasih beberapa menit yang lalu, Naruto selalu menanyakan mengenai pandangannya terhadap Sasuke--direktur di perusahaannya. Bukan hanya sekadar pertanyaan saja, roommate-nya itu juga seolah mendesak dan menghasutnya agar menyukai Uchiha Sasuke.

Oh sungguh, sebenarnya apa maksud Naruto hingga melakukan semua ini?

Naruto yang berdiri di belakang sofa menggaruk tengkuknya kikuk, mulai menyadari jika tingkahnya yang seperti ini justru membuat Hinata terganggu. Namun bila ditanya mengenai alasannya melakukan ini, maka ia akan menjawab bila alasannya adalah membantu Sasuke. Ia tahu sahabatnya itu memiliki ketertarikan pada Hinata, dan Hinata yang sudah memiliki kekasih tentu membuat tujuannya gagal.

Tapi, ia juga tidak terlalu menyesal jika Hinata sudah memiliki kekasih. Lagi pula, Sasuke itu seorang maniak perempuan, dan tujuannya mendekati Hinata tak lain hanya untuk menyeretnya ke ranjang.

Ah, memang tidak seharusnya ia mendekatkan Hinata bersama Sasuke.

"Lupakan semua yang kukatakan Hinata. Apapun yang terjadi, sebaiknya kau menjauh dari Uchiha Sasuke," ucapnya. Ia melonggarkan kerah kemejanya dan melempar tasnya ke sofa, seperti yang Hinata lakukan. "Bukankah dia terlihat seperti orang mesum?"

Hinata tergelak keras, bagaimana bisa seorang karyawan mengatakan hal semacam itu mengenai atasannya?

"Gerah sekali, aku ingin man--"

Ucapan Naruto beserta langkah kakinya terhenti ketika merasa punggung kemejanya tersangkut sesuatu. Namun saat ia menoleh kebelakang, Hinata-lah pelakunya. Gadis yang duduk di sofa itu menarik pakaiannya seraya mendongakkan kepala, menatapnya lekat dengan wajah lelah sepulang kerja.

Wajah sayu, yang cantik.

"Apa kau ... menyukaiku?"

Naruto tersentak, tautan mereka terlepas begitu ia melangkah menjauh. "Aku menyukaimu? Yang benar saja!"

Hinata tergelak keras ketika melihat Naruto menggelengkan kepala seolah pertanyaannya barusan adalah hal yang salah. Entah pria itu marah atau justru salah tingkah atas pertanyaannya, ia tidak peduli. Mengerjai Naruto seperti ini, ternyata cukup menyenangkan.

"Ah, sialan, aku merindukan kekasihku," gumamnya lalu membuka ponsel, mencoba menghubungi nomor yang ia beri tanda pin sejak mereka menjalin hubungan. Nada tunggu panggilan terdengar cukup lama, sebelum berganti dengan suara berat dari kekasihnya. "Wah, sepertinya kau lupa dengan kekasihmu ya, Toneri."

"Hei, mana mungkin. Aku merindukanmu, Hinata."

•••••

Naruto mengeringkan rambutnya yang basah dengan handuk berwarna putih bersih, keramas setelah seharian bergelut dengan tumpukan dokumen memang terasa begitu menyegarkan. Ya ... meski sejujurnya ia tidak bekerja sungguhan, melainkan bersantai dimeja kerjanya lalu berpura-pura bekerja seperti karyawan lain.

My Bastard Roommate [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang