Mereka di pulangkan lebih cepat atas perintah Kabuto--asisten Sasuke yang juga adalah ahli warisnya--guna menghindari pertanyaan-pertanyaan dari karyawan. Beberapa karyawan menolak dan tetap meminta penjelasan atas apa yang terjadi pada direktur utama. Mereka hanya takut bila mata pencaharian mereka hilang akibat runtuhnya EIX Corp. Sementara yang lain memilih menurut dan pulang.
Naruto mengirim pesan pada Shikamaru sembari tetap mengendalikan setir. Setidaknya, ia harus memastikan bahwa asistennya itu tidak terlibat dalam semua ini. Namun, satu sentakan lembut di lengannya membuatnya menoleh. Hinata menatapnya dengan cemas, parasnya yang ayu menunjukkan benih-benih kegelisahan.
"Jangan bermain ponsel saat menyetir, berbahaya," ujarnya, ia menarik sudut bibir saat Naruto memasukkan ponselnya kedalam saku kemeja. Tapi, raut kekhawatiran Naruto tidak lenyap sedikitpun. "Ada apa, Naruto? Khawatir pada direktur?"
Naruto menenangkan gemuruh emosi yang bersarang di dadanya. Tentu, tentu ia khawatir pada sahabatnya yang ditangkap polisi. Mengesampingkan betapa banyaknya dosa Sasuke, pria Uchiha itu tetaplah sahabatnya selama lebih dari 20 tahun. Mustahil bila ia tenang disituasi seperti ini. "Ya, aku khawatir. Kita tidak akan bisa bekerja jika dia ditangkap, bukan?" Ia tersenyum lembut, mobilnya berhenti di depan gedung apartemen. "Aku tidak bisa mengantarmu ke dalam karena harus segera pergi. Apa masih sakit jika dipakai berjalan?"
Hinata menggeleng kuat, berbohong atas keadaan sebenarnya. "Aku tidak apa-apa. Tapi kau akan pergi ke mana?" tanyanya, ia turun dan menatap Naruto dari jendela mobil yang terbuka. "Lama tidak?"
"Mungkin hanya satu jam."
"Lama."
"Manja sekali." Naruto terkekeh, roommate-nya memang sedikit berubah sejak peristiwa semalam. "Aku pergi, ya. Jangan melakukan sesuatu yang ceroboh. Jika terjadi sesuatu segera telepon aku, oke?"
"Iya iya, cerewet sekali."
Sekali lagi, Naruto tertawa sebelum kembali menginjak pedal gas. "Jaa ne, Hinata."
•••
Naruto melepas nametag-nya dan melemparnya secara asal ke lantai perusahaan. Sembari tetap melangkah menuju ruangan Sasuke, ia melipat lengan kemejanya hingga sebatas lengan--udara siang hari yang sangat gerah membuatnya ingin berganti baju.
Sebelum ia pulang bersama Hinata, Kabuto telah mewanti-wantinya untuk kembali lagi ke EIX Corp sesegera mungkin. Pria yang 10 tahun lebih tua darinya itu berkata ada sesuatu yang hendak dibicarakan. Yang tentunya berkaitan dengan penangkapan Sasuke. Entah Kabuto mencurigainya atau berniat mengatakan sesuatu yang lain, ia tidak peduli. Yang perlu ia lakukan hanya menuruti permintaan Kabuto untuk datang ke mari.
"Kau sudah datang?"
Naruto menutup pintu, seorang pria berambut abu-abu menyambut kehadirannya dengan helaan napas. "Ada apa?"
Kabuto memijat pelipisnya yang nyeri, apa yang terjadi hari ini terlalu rancu untuk dijelaskan. Ia baru saja tahu mengenai fakta bila Sasuke didakwa atas kasus pembunuhan seorang perempuan. Sejauh pengawasannya terhadap Sasuke selama ini, ia tidak menyangka akan terjadi hal mengerikan seperti ini. Ia memang tahu bila Sasuke sering mengajak perempuan ke rumah. Namun, ini pertama kalinya Sasuke lolos dari pengawasannya, dan justru melakukan pembunuhan ketika ia lengah.
Rasanya, Kabuto benar-benar gagal dalam mendidik Sasuke.
"Seharusnya, aku dulu mengajarinya tentang sopan santun dan hal dasar disaat dia masih remaja. Bukan justru memaksanya menelan bulat-bulat pemahaman tentang seluk beluk perusahaan."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Bastard Roommate [END]
FanfictionDemi Tuhan, Hinata sama sekali tidak menyangka bahwa roommate-nya adalah seorang pria pirang blesteran--setengah Jepang setengah bajingan. Hari-harinya yang tenang mulai terusik, terlebih ketika Naruto meringsek masuk secara paksa kedalam kehidupann...