Chapter 6: Director

1.6K 304 24
                                    

Hinata sangat terkejut saat melihat mobil yang akan digunakannya berangkat ke kantor. Mobil berwarna hitam dengan merk terkenal itu merupakan mobil keluaran terbaru dengan harga selangit, harganya bahkan mampu untuk membeli dua rumah mewah.

Ia langsung menatap Naruto dengan tatapan tidak percaya, namun pria itu justru memaksanya untuk segera naik agar mereka tidak terlambat. "Ini sungguh mobilmu? Kau tidak mencurinya, bukan?" tanyanya konyol seraya memasang safety belt, pria di sampingnya tertawa pelan. "Hei, kau sungguh mencurinya?"

"Aku ingin menyentil keningmu jika saja tidak dilarang." Naruto turut memasang safety belt, matanya melirik Hinata yang tampak kesal dengan jawabannya. "Ya Tuhan, ini sungguh mobilku. Kita tidak akan di tangkap polisi seandainya kau takut ini mobil curian."

Hinata hanya bisa bersedekap dada ketika mobil itu mulai berkendara, keluar dari basement dan melaju di jalan raya. Sebenarnya sangat ingin bertanya lagi mengenai kepemilikan mobil semewah ini, namun urung sebab Naruto tidak terlihat seperti seorang pembohong.

Ia berpaling ke kanan, menoleh pada Naruto yang sedang fokus menyetir. Pria itu tetap menatap jalanan, namun sepertinya sadar bila ia memperhatikannya. "Kau benar-benar seorang karyawan biasa?"

Naruto balas menatapnya seraya menaikkan sebelah alis. "Maksudmu?"

Hinata mengangkat bahu. "Mungkin saja kau seorang direktur atau apapun itu yang berpura-pura menjadi karyawan, seperti yang ada di cerita-cerita murahan," ujarnya lalu menajamkan pandangan. "Maaf jika kau sakit hati, tapi aku tetap tidak percaya jika ini mobilmu."

Tidak ada hal yang bisa Naruto lakukan selain menghela napas dan mengembuskannya. Pikiran gadis itu terlalu liar, dan ia tidak bisa berbohong bila ia cukup menyukai bagaimana cara berpikir Hinata. "Kau terlalu banyak membaca novel, Hinata. Jika aku seorang direktur, aku tidak akan bekerja menjadi karyawan," ucapnya sembari melirik Hinata, gadis itu mencebikkan bibir. "Mobil ini pemberian ayahku, sudah puas?"

Hinata manggut-manggut, tidak terima jika penilaiannya dianggap karena terlalu banyak membaca cerita karangan. Namun sepertinya, Naruto sungguh tidak berbohong. Pria itu terlalu tenang, dan ia tidak ingin mempermasalahkannya lagi.

"Kau yang membeli satu dus air mineral?"

Pria yang duduk di kursi pengemudi itu mengangguk pelan. "Hm, sebagai permintaan maaf karena kau kehausan."

Sebelah sudut bibir Hinata tertarik ke atas, menyeringai tipis seraya melempar tatapan sayu pada roommate-nya. "Kau itu ... perhatian sekali, ya."

Naruto meremang, tatapan dan bibir merah Hinata yang membentuk seringai membuatnya nyaris kehilangan kewarasan. "Berhenti menatapku, aku melakukannya hanya agar kita tidak bermusuhan lagi."

Hinata tertawa pelan, kemudian memejamkan mata seraya menunggu roommate-nya membawanya ke kantor. "Hm, terima kasih, Naruto."

•••

"Katanya bermusuhan, tapi kalian berangkat bersama?"

Sakura meletakkan satu gelas cup kopi di meja Hinata, kemudian meletakkan sebotol air mineral di mejanya sendiri. Beberapa saat lalu, ia tak sengaja melihat kedua orang itu--Hinata dan 'bajingan pirang' yang merupakan roommate sahabatnya-- berjalan masuk lobi secara bersamaan.

"Jadi, sudah berbaikan?"

Hinata meraih gelas cup tersebut, lalu menatap sepasang mata hijau yang sedang mengejeknya. "Tentu, kami sudah berbaikan dengan beberapa syarat. Oh, Saki, kau harus jadi kekasihnya. Dia pria yang cukup baik untuk menjadi kekasihmu."

My Bastard Roommate [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang