"Dia menerobos masuk, menyeretku ke kamar, dan memaksaku menghapus postingan." Hinata menyembunyikan wajahnya dibalik telapak tangan, sedangkan kedua sikunya bertumpu di atas lutut. Pangkal pahanya masih berada dipinggir ranjang, tidak bergerak sedikitpun sejak Naruto membawa mantan kekasihnya keluar.
Kedatangan Toneri benar-benar merusak suasana hatinya. Pria itu mendesaknya dengan kata-kata kasar, kemudian meminta maaf seolah menyesali perbuatannya. Namun untuk sekejap, Hinata mengumpat, tidak mau membebani pikirannya lagi dengan memusingkan Toneri--pria bajingan yang selalu mengganggunya belakangan ini. Ia pikir, tempo hari ia sudah membuat kejelasan atas hubungan mereka--putus--tapi entah mengapa Toneri seolah buta untuk membuka mata.
"Aku terkejut sekali saat melihatnya terduduk dengan wajah ketakutan." Naruto berdiri diambang pintu, menatap roommate-nya yang terlihat kalut. "Tenangkan dirimu, dia tidak akan mengganggumu lagi."
"Bagaimana kau tahu?"
Pria berambut cepak itu tertawa, lantas melempar sapu tepat ke samping Hinata. Pecahan vas dibawah sana sungguh membuatnya was-was, khawatir bila Hinata tidak sengaja menginjaknya.
"Bersihkan kamarmu, aku tidak mau dikira menjadi korban KDRT jika temanmu berkunjung," ejeknya, ia terkekeh ketika Hinata yang semula murung kini meneriakinya dengan belasan bahasa hewan.
•••
Masih pukul enam pagi, terlalu awal untuk keduanya bangun. Terlebih hari ini merupakan hari minggu, mereka tidak memiliki alasan untuk bangun pagi-pagi buta.
Barulah pada pukul tujuh kurang seperempat, Hinata menjadi yang pertama bangun, kemudian disusul Naruto sepuluh menit setelahnya. Seperti kebiasaan pagi mereka, Naruto selalu berusaha menjahili Hinata dengan ribuan akal cerdik. Sementara Hinata yang lemah iman tidak mampu menahan diri untuk tidak mengumpat.
"Kembalikan, Naruto!"
Pria berambut pirang itu mengangkat cangkir kopi Hinata setinggi mungkin, sedangkan satu tangan lainnya menahan kepala Hinata yang seolah ingin menyeruduknya. "Pelit sekali, aku hanya minta sedikit."
"Buat saja sendiri, sialan!"
"Lebih enak buatanmu."
Tawa Naruto menggema ketika Hinata mengeluarkan jurus andalannya--mengumpat--seraya berusaha meraih cangkir kopi. Tapi tawa pria itu tidak bertahan lama, justru berganti pekikan ketika Hinata beralih menarik lengannya--menyebabkan cangkir kopi di genggamannya kehilangan keseimbangan hingga jatuh menimpa bahunya.
"Hinata, keparat! Aku baru saja mandi!"
Satu hal yang sedikit Naruto syukuri adalah cairan kopi itu tidak sepanas perkiraannya.
"Tidak peduli, ini tetap salahmu!"
Perempatan siku berwarna merah muncul di kening Naruto ketika Hinata menjulurkan lidah sebelum pergi meninggalkannya. Pria itu hendak mengumpat, namun tubuhnya yang basah oleh tumpahan kopi membuatnya menghela napas.
"Hinata!" panggilnya setengah berteriak dari dapur, ia mendengar gadis itu menyahut dari kamar. "Mandikan aku!"
"Aku bukan babysitter, bajingan!"
Naruto tidak tahu kapan terakhir kali dirinya dibuat banyak tertawa seperti ini.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Bastard Roommate [END]
FanfictionDemi Tuhan, Hinata sama sekali tidak menyangka bahwa roommate-nya adalah seorang pria pirang blesteran--setengah Jepang setengah bajingan. Hari-harinya yang tenang mulai terusik, terlebih ketika Naruto meringsek masuk secara paksa kedalam kehidupann...