Naruto mengaku kewalahan, Hinata yang agresif seperti ini tidak pernah ia sangka sebelumnya. Apalagi saat mengingat betapa ketus dan dinginnya sikap Hinata kepadanya selama ini, ia sama sekali tidak pernah berpikir bila gadis itu bisa menjadi sangat liar.
Ajakan bercinta beberapa saat lalu masih terngiang dengan jelas di kepalanya, bahkan ia ingat bagaimana suara napas terengah Hinata ketika berbisik di telinganya. Atau bagaimana dengan liarnya, gadis itu kembali mencium bibirnya yang tetap diam sejak awal.
Naruto bukan pria munafik yang akan mengatakan bahwa situasi ini adalah sesuatu yang biasa-biasa saja. Pria itu adalah seorang pria normal yang sudah lama tidak melakukan sesuatu bernama seks. Situasi dan ajakan sensual seperti tadi sudah cukup untuk membuat gairahnya memuncak, terlebih Hinata terus-terusan menggodanya seolah ia penderita aseksual.
Hinata benar-benar keterlaluan, gadis itu membuatnya gila.
Seluruh syaraf dan ototnya menegang--bak tersengat listrik ketika pinggul sintal Hinata kembali mengguncang selangkangannya, membuat pusat tubuhnya terangsang dalam waktu cepat. Ia mendongakkan kepala seraya menggigit bibir rapat-rapat, menahan agar desahannya tidak lolos ketika sensasi dibawah sana membuat kewarasannya nyaris hilang.
Bibir ranum yang basah, jari lentik yang meremas rambutnya, serta mata perak yang menatapnya dengan sayu menimbulkan keinginan untuk menyetujui ajakan Hinata--bercinta--menyentuh tubuh sintal dari gadis yang ia suka. Ia tidak akan berbohong jika setiap hal dalam diri Hinata membuatnya gila, gadis itu terlalu memabukkan.
Ah, inikah alasan mengapa Otsutsuki Toneri tergila-gila pada Hinata?
Jas dan kemeja putih yang semula menutup tubuh Naruto sudah lenyap, berceceran di lantai akibat lemparan Hinata. Entah bagaimana gadis itu melakukannya, namun kini pria itu bertelanjang dada, hanya menyisakan celana hitam panjang yang masih menutup asetnya.
Sementara pakaian Hinata sendiri masih lengkap, Naruto mencekal tangannya ketika gadis itu hendak membuka baju. Pria itu masih memiliki sedikit kewarasan untuk tidak melihat tubuh polos roommate-nya, meski dirinya sendiri mati-matian menahan hasrat untuk tidak menyalurkan keinginan bercintanya.
Hinata mencium bahu Naruto, dan Naruto menahannya di detik itu juga. Pria itu mengaku, ia memang menyukai sentuhan Hinata, namun ia bukan pria bajingan seperti Sasuke yang akan memanfaatkan situasi ini.
"Tolong, hentikan dan pergilah. Aku seorang pria normal, Hinata," ujarnya dengan suara parau, menahan desahan yang nyaris terlontar saat inti tubuhnya kembali dirangsang.
Namun, Hinata yang tenggelam dalam efek alkohol kehilangan kewarasan. Pengkhianatan Toneri turut memupuk kegilaannya, membuatnya ingin merasakan alasan dibalik perzinaan Toneri.
Bercinta.
"Sentuh aku, Naruto," bisiknya dengan tatapan sayu, bibirnya mendarat di leher sang roommate.
Dan ya,
Naruto tidak mampu menahannya lagi.
Posisi mereka berbalik, Naruto menerjang tubuh Hinata hingga tubuhnya beralih di atas gadis itu. Kedua tangan kekarnya berada di masing-masing sisi kepala Hinata, menjaga agar ia tidak jatuh menimpanya. Sementara di bawahnya, gadis itu mengerjapkan matanya yang tampak lelah.
"Sudah kukatakan, aku seorang pria normal, Hinata," bisiknya. Kabut gairah yang mengaburkan pola pikirnya membuatnya tidak bisa berlama-lama menahan diri.
Naruto merendahkan tubuh, membuat wajahnya berada tepat di atas wajah Hinata, udara tipis berjarak 3 sentimeter adalah satu-satunya penghalang diantara mereka. Mata birunya terfokus pada bibir Hinata yang terbuka, benda merah itu sempat membuatnya mabuk kepayang atas cumbuannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Bastard Roommate [END]
FanfictionDemi Tuhan, Hinata sama sekali tidak menyangka bahwa roommate-nya adalah seorang pria pirang blesteran--setengah Jepang setengah bajingan. Hari-harinya yang tenang mulai terusik, terlebih ketika Naruto meringsek masuk secara paksa kedalam kehidupann...