Chapter 26: Sin

1.8K 289 37
                                    

Satu jam lalu, Shikamaru berhasil melacak posisi Hinata sesuai perintahnya. Jika saja asistennya itu mengatakan bahwa Hinata berada di apartemen, ia akan merasa lega dan berpikir bahwa panggilan Hinata tadi karena ketidaksengajaan. Sayangnya, begitu kata 'rumah Sasuke' keluar dari mulut Shikamaru, pikirannya langsung merujuk pada ribuan hal negatif.

Ia langsung meninggalkan pesta, mengirim pesan pada Inuzuka Kiba bahwa ada urusan mendadak, dan akhirnya mencampakkan Shikamaru di sana. Setidaknya untuk menghormati Inuzuka Kiba, ia enggan menarik Shikamaru secara paksa dari pesta. Anggap saja ini sebuah bentuk formalitas, masih ada seorang asisten untuk mewakili keabsenannya dari pesta.

Naruto mengoleskan minyak eukaliptus di hidung bangir Hinata, meski gadis itu tidak kunjung bangun semenjak ia membawanya pulang setengah jam lalu. Entah bagaimana cara Sasuke membuat Hinata dan Sakura pingsan, Naruto sedikit bersyukur lantaran keduanya tidak diberi obat perangsang.

Haruno Sakura telah ia antar ke unit apartemennya di nomor 150. Beruntung roommate gadis itu--Yamanaka Ino--tidak cerewet ketika ia membawa Sakura masuk. Justru, perempuan berambut pirang itu mengucapkan terima kasih karena ia telah mengantar Sakura pulang dengan selamat.

Ya, dan sekarang masalahnya terletak pada Hinata yang tidak kunjung sadar. Sebenarnya, bagaimana cara Sasuke membuat mereka berdua kehilangan kesadaran? Ia memang melihat dua gelas jus di ruang tamu pria itu, yang mungkin saja sudah dicampur dengan obat bius. Tapi hanya satu gelas saja yang berkurang. Artinya, hanya salah satu diantara Hinata dan Sakura yang meminumnya. Namun, mengapa keduanya bisa pingsan jika satu gelas lainnya tidak di minum?

Lenguhan singkat dari Hinata membuyarkan susunan puzzle Naruto akan taktik Sasuke. Pria pirang itu duduk di pinggiran ranjang, menatap roommate-nya yang perlahan bangun dengan seribu rasa cemas.

"Naruto?"

"Kau ingat apa yang terjadi?"

Hinata mencoba duduk sembari memijat kepalanya yang pening. Tatapan tajam dari sang roommate membuatnya sedikit merasa ganjil. Lambat laun, seluruh kejadian sejak pukul tujuh menyeruak dari ingatannya. Hinata--gadis itu ingat semuanya, dimulai dari kedatangannya ke rumah direktur dan berakhir pingsan akibat lilin aroma terapi.

Pupil matanya bergetar, ia menatap Naruto dengan kening mengerut. "S-sakura dimana? Dia baik-baik saja,'kan?"

Naruto diam, rahangnya mengetat.

"Naruto, Saku--"

"Dasar keparat! Gunakan otakmu untuk berpikir! Yang seharusnya kau khawatirkan adalah dirimu! Bukan orang lain!"

Pria itu berteriak marah, membentaknya dengan belasan kata kasar. Naruto tidak mungkin menyingkirkan ingatan mengenai Hinata yang nyaris di telanjangi, dan ingatan hina itu membakar seluruh amarah yang bersarang di dadanya. Sesekali, Hinata harus sedikit lebih pintar untuk tidak mengulangi hal serupa.

"Bodoh? Kau bodoh? Dasar tolol, pikirmu kau akan jadi apa jika aku tidak datang, ha?" Ia menajamkan pandangan, mengabaikan netra serupa candra di depannya yang berkaca-kaca. "Bisu? Jawab aku, sialan! Satu-satunya hal yang akan terjadi jika aku tidak datang adalah kau menjadi seorang pela--"

--cur."

Didetik ini, Naruto sadar bila ucapannya telah melewati batas. Ia hendak menggumamkan kata maaf, namun air mata yang menetes dari manik Hinata membuatnya terpaku.

Ia tidak berniat melihat tangis itu.

Naruto menarik tubuh bergetar Hinata ke dalam pelukannya. Gadis itu tidak menolak, tidak juga membalas, hanya terisak pelan sembari berusaha meredam suara tangisnya.

My Bastard Roommate [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang