Jam weker berwarna silver itu berdering, suaranya yang cukup keras berhasil mengusik Naruto dari tidurnya. Pria yang berusia 26 tahun itu mematikannya, kemudian mengusap kelopak mata kanannya yang kabur.
Naruto menatap sisi ranjang di sebelah kanannya. Dihari-hari biasa ketika membuka mata, biasanya hanya akan ada ia seorang dan kesunyian tak bertuan. Atau lebih tepatnya, ia selalu terbangun sendirian selama lima tahun terakhir--tepat setelah memutuskan hubungan dengan mantan kekasihnya yang berzina. Tapi kini, punggung perempuan itu adalah hal pertama yang menyambutnya dari peraduan. Hyuga Hinata, yang semalaman menghabiskan waktu dengan bercinta bersamanya.
Seulas senyum tipis mengembang di bibir kecoklatannya ketika mendengar Hinata melenguh. Posisi tidur Hinata yang semula membelakanginya dirinya kini berganti, Hinata tidur dengan menghadap dirinya. Tubuhnya yang hanya memakai kemeja tipis miliknya membentuk posisi persis seperti bayi yang berada di dalam rahim.
Semalam, setelah melakukan satu kali pelepasan di ruang tamu, Naruto menggendong Hinata ke kamarnya untuk melanjutkan persetubuhan mereka. Hingga beberapa jam setelahnya, Naruto menyudahinya dengan alasan esok hari nanti mereka harus berangkat bekerja. Pun sebab Hinata tampak kelelahan, Naruto tidak tega melihatnya. Berakhir dengan ia yang membantu Hinata membersihkan diri di kamar mandi, kemudian memakaikan Hinata salah satu kemejanya sebab terlalu mengantuk untuk mengambil pakaian Hinata. Dan ya, ia menyusul wanita itu untuk tidur ditengah-tengah dinginnya udara tengah malam.
"Kau tidak bangun? Dua jam lagi kita harus berangkat bekerja," bisiknya lembut, ia mengusap rambut indigo Hinata yang berantakan. "Hinata, bangun. Hei."
"Nanti, lima menit lagi."
Naruto tersenyum tanpa berniat menolak. Hinata meminta lima menit, maka ia akan memberikannya. Membuatnya bisa menghabiskan lima menitnya untuk menatap paras cantik Hinata yang membuatnya gila.
"Kau ... kenapa cantik sekali?" Ia mengusap dahi Hinata yang tertutup poni, kemudian turun ke kelopak matanya yang terkatup. Lalu ke hidungnya yang bangir, dan berakhir di bibirnya yang bertekstur kenyal dan merah. Benda lembut itu berhasil membuatnya terbang ke awang-awang, menciptakan gejolak kepuasan yang tak pernah ia rasakan. "Gila sekali."
"Aku tidak gila." Hinata menahan tangan Naruto yang mengusap pipinya, matanya sayup-sayup mulai terbuka. "Selamat pagi."
Naruto tersenyum tipis. "Kau yang membuatku gila," timpalnya. Ia memeluk tubuh Hinata yang ditimpa selimut berwarna putih gading. "Belum lima menit, kenapa kau bangun?"
"Mana bisa aku tidur jika kau memegang wajahku?"
Naruto tertawa ketika perempuan di pelukannya menggerutu. "Selamat pagi juga."
"Jam berapa sekarang?"
"Lima lebih."
"Aku lelah." Hinata menggesekkan kepalanya di dada bidang Naruto, aroma mint yang samar membuatnya sedikit merasa tenang. Namun, ia tidak sedikitpun membual bila seluruh tubuhnya seolah hendak patah. Terutama di bagian selangkangan dan pinggul, rasanya sangat menyakitkan bila ia menggerakkan tubuh.
"Maaf, aku tidak tahu jika ini pengalaman pertamamu. Aku justru terus--ya, maksudku begitulah." Sebuah tawa kecil ia keluarkan, tidak tahu bagaimana cara mengekspresikan permintaan maafnya. "Yasudah, kau tidak usah masuk saja. Kau kesulitan berjalan, bukan?"
"Sepertinya iya. Tapi tidak apa-apa, aku akan tetap masuk."
"Nanti akan aku gendong jika kau tidak bisa berjalan."
"Aku bisa, Naruto."
Pria itu tertawa, lantas mencium puncak kepala Hinata. Mungkin saja, ini adalah pertama kalinya mereka berbincang tanpa sekalipun mengeluarkan umpatan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Bastard Roommate [END]
FanfictionDemi Tuhan, Hinata sama sekali tidak menyangka bahwa roommate-nya adalah seorang pria pirang blesteran--setengah Jepang setengah bajingan. Hari-harinya yang tenang mulai terusik, terlebih ketika Naruto meringsek masuk secara paksa kedalam kehidupann...