30

809 104 2
                                    

30

Devan duduk sendirian di teras dengan gitar di pangkuan. Jari-jemari langsingnya dengan ahli memetik tali senar, tapi kemudian gerakan itu berhenti.

Bayangan wajah Hazel melintas di benak Devan dan setiap perkataan cewek itu bergema di telinganya.

Tadi pagi, saat mendengar dari Ucup kalau Hazel dan Kevin putus, reaksi Devan adalah terkejut, kemudian ia tertawa, berpikir Ucup bercanda dan sedang usil menggodanya. Akan tetapi Ucup meyakinkan dengan raut wajah sangat serius yang akhirnya membuat Devan percaya.

Devan senang, tentu saja. Itu artinya peluangnya mendekati Hazel menjadi lebih besar. Peluangnya untuk berpacaran dengan Hazel terbuka luas. Namun memikirkan dirinyalah penyebab Hazel dan Kevin putus, Devan merasa bersalah—pada Hazel. Dan sebagai laki-laki jantan, ia berniat menjelaskan semuanya pada Kevin meski yakin mungkin saja hal tersebut justru berakhir dengan perkelahian. Kevin terkenal panas baran.

Akan tetapi ketidakacuhan Hazel akan putusnya hubungan cewek itu dengan Kevin membuat Devan bingung. Hazel bahkan dengan tegas mengatakan Devan tak perlu menjelaskan apa pun pada Kevin karena gadis itu sendiri sudah jenuh dengan hubungan itu.

Devan tidak tahu apa yang paling mendominasi hatinya saat itu, rasa lega atau senang. Atau keduanya sama besar.

Tepat saat itu, sebuah mobil mewah berhenti di depan rumahnya yang memang tidak berpagar.

Tak lama kemudian sesosok memakai celana jins sobek-sobek yang modis dan kaus mahal, keluar dari mobil.

Ia berjalan dengan langkah lebar menuju Devan. Dagunya terangkat tinggi menunjukkan keangkuhannya.

"Devan!"

Devan berdiri dan meletakkan gitarnya di meja kemudian mengangguk samar pada cowok itu.

Tiba-tiba...

Bukkk!

Sebuah pukulan menghantam wajah Devan.

Devan yang tidak memperkirakan pukulan itu, terhuyung mundur.

"Berengsek!! Lo pikir apa yang Lo lakuin, hah??" tanya Devan berang sambil mengusap sudut bibirnya yang mengeluarkan darah.

"Itu hadiah yang pantas untuk cowok cemen kayak lo!" kata Kevin sambil meludah dengan sinis.

Amarah Devan terbakar. Ia menatap Kevin dengan mata berkilat-kilat penuh amarah. Bukan rahasia lagi kalau Kevin sombong dan kasar, tapi kali inilah Devan membuktikannya secara langsung.

"Jaga mulut lo, Kevin!"

Kevin tertawa mengejek. "Oh, sekarang cowok cemen, miskin, perebut pacar orang, berani memerintah gue? Lucu sekali!"

Amarah membakar ubun-ubun Devan. Dengan cepat napasnya memburu. "Gue nggak ngerebut Hazel. Kami nggak pacaran!" Meski geram pada cowok angkuh di depannya ini, Devan memilih menahan emosi yang siap meledakkan dadanya.

"Lo pikir gue bego? Semua orang di sekolah kita sekarang tahu kalian pacaran! Foto mesra kalian sudah tersebar luas."

Devan mengertakkan rahang menahan geram.

"Tapi ...." Kevin memandang Devan dengan tatapan merendahkan, "cowok miskin dan cemen kayak lo memang pantas mendapat cewek jalang itu, bekas gue!"

Amarah meledak dalam diri Devan. Kevin boleh menghina dirinya sesukanya, Devan tidak peduli, tapi cowok itu tidak boleh menghina Hazel, bahkan seujung kuku pun.

Tanpa pikir panjang Devan menerjang Kevin. Menghantam cowok itu dengan telak dan bertubi-tubi.

Perkelahian sengit pun tak terelakkan. Keduanya adu jotos hingga babak belur.

Perkelahian itu baru berhenti saat ibu Devan yang mendengar suara berisik di luar, keluar dari rumah dan terpekik melihat keduanya, kemudian dengan panik melerai.

***

Keesokan paginya Hazel terkejut saat melihat wajah Devan yang babak belur. Ada tanda lebam di beberapa bagian mukanya.

Hazel tidak tahu apa yang terjadi, tapi ia menebak pasti Devan dan Kevin berkelahi. Kevin bertemperamen jelek dan senang menyelesai segala sesuatu dengan adu jotos. Hazel sangat yakin Kevin mendatangi Devan.

Hazel bergegas mendatangi Devan di meja cowok itu, mengabaikan Mitha yang juga tampak shock melihat raut wajah Devan yang babak belur.

"Devan, apa yang terjadi?" tanya Hazel dengan suara bergetar. Seketika matanya memanas. Rasa sedih, amarah dan frustrasi, menyerangnya dengan dahsyat. Hatinya sakit melihat wajah Devan yang lebam-lebam seperti itu. Hazel tidak bisa bayangkan bagaimana bagian tubuh cowok itu yang lainnya, pasti lebih parah.

"Jatuh dari motor," jawab Devan sambil tersenyum, kemudian meringis.

"Bohong!" tukas Hazel.

"Ya, dia memang bohong, Nona Cantik," sela Ucup. "Kevin ke rumahnya, nyerang dia."

"Ucup!" sergah Devan dengan wajah gusar. "Kan gue udah bilang jangan cerita-cerita!"

Ucup meringis dan menggaruk-garuk kepalanya dengan rasa bersalah.

"Kevin keterlaluan!"

Setelah mengucapkan itu, dengan dada bergemuruh oleh amarah, Hazel berbalik. Bersiap ke kelas Kevin dan mengonfrontasi cowok itu.

"Hazel."

Hazel yang sudah siap pergi, terpaku mendengar panggilan Devan.

"Jangan," kata Devan.

Hazel berbalik. Ia menatap Devan kesal. "Tapi dia udah keterlaluan!"

"Urusan ini udah selesai, Zel."

"Tapi—"

"Jangan ngonfrontasi dia lagi. Lagian ini urusan sesama cowok."

"Tapi, Dev, kalian berantem gara-gara aku."

"Itu alasan yang manis untuk berantem," Devan tertawa kecil, kemudian meringis.

Hazel cemberut. "Nggak lucu, tau!"

"Kembali ke tempat dudukmu, oke?"

"Devan ...."

Devan menatap Hazel dengan tatapan tegas, yang mau tidak mau membuat Hazel kembali ke mejanya. Di dalam hati, hanya Hazel sendiri yang tahu betapa ia marah pada Kevin dan juga mencemaskan keadaan Devan.

***

Ebook versi tamat tersedia di GOOGLE PLAY BUKU & LONTARA APP(unduh aplikasi di google play)

Untuk versi buku cetak, bisa diorder pada Evathink, WA 08125517788, READY STOCK! (Pengiriman dari Surabaya, bisa via JNE, J&T, Pos, dll
*GRATIS ONGKIR!)

*untuk yang membeli ebook di playbuku menggunakan pulsa, pastikan pulsa kalian lebih banyak 15% dari harga buku, ya. Karena pulsa dikenakan pajak.

NOTE : Cerita tetap dilanjutkan di wattpad sampai TAMAT!

Hazel dan Devan (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang