24

1.1K 159 1
                                    

24

Pertandingan basket itu dimenangi oleh SMA Bintang Nusantara. Senin pagi berita kemenangan itu mengisi hampir setiap sudut sekolah. Seluruh siswa-siwi termasuk guru-guru, bangga bukan main. Kevin dan teman-teman semakin populer. Bukan hanya para guru yang membicarakannya, siswa-siswi juga demikian, terutama para siswi yang makin terpesona pada tim basket sekolah mereka.

Meski tahu Kevin makin dikelilingi cewek-cewek, Hazel bersikap anteng. Tidak ada kecemburuan atau kecemasan sedikit pun di hatinya. Ia sepenuhnya percaya pada cinta Kevin padanya, juga kesetiaan cowok itu pada hubungan mereka.

Jadi pagi itu, saat bel masuk berbunyi, dengan perasaan tenang Hazel bersiap mengikuti pelajaran bahasa Indonesia. Namun saat Bu Rita masuk ke kelas, dan meja di depannya masih kosong, Hazel dilanda resah dan cemas.

Tadi pagi Devan mengikuti upacara bendera, tapi kini cowok itu entah menghilang ke mana.

Bu Rita pagi ini tidak mengabsensi murid satu demi satu, tapi tatapan mata itu langsung tertuju ke meja Devan dan kemarahan jelas terpancar di iris cokelat itu.

"Devan mana??" tanya Bu Rita dengan suara sarat amarah.

"Tadi saat upacara bendera, dia ada, Bu. Nggak tahu sekarang ke mana," sahut Andra.

Mendengar jawaban Andra, Bu Rita sontak menggerutu geram.

Hazel menahan napas melihat gurat kemarahan mewarnai wajah cantik Bu Rita. Devan lagi-lagi bikin ulah, Hazel ikut kesal. Mengapa cowok itu tidak bisa mengikuti pelajaran bahasa Indonesia dengan baik seperti yang ia lakukan pada mata pelajaran lain?

Dan pagi itu Hazel belajar dengan pikiran berkelana gelisah memikirkan di mana keberadaan Devan saat ini.

***

"Devan," panggil Hazel gemas saat jam istirahat dan cowok itu kembali ke kelas.

Devan yang sedang akan duduk di bangkunya, menoleh memandang Hazel. Seketika kerut samar menghias dahinya ketika melihat wajah cemberut Hazel.

Hazel mendatangi meja Devan. Keadaan kelas saat itu sunyi sepi. Mungkin semua murid ke kantin karena kelaparan setelah energi terbakar mengikuti upacara bendera tadi pagi.

"Ya?" sahut Devan ragu.

"Kamu ke mana tadi?"

Devan mengangkat alis memandang cewek cantik di depannya, kemudian ia tersenyum samar dan duduk di bangkunya.

"Aku istirahat di belakang perpustakaan, kenapa?"

Hazel makin cemberut. "Kenapa bolos?"

Devan mengamati wajah Hazel. Wajah cantik itu bertekuk, jelas sedang kesal.

Sesaat kemudian hati Devan menghangat. Selama ini, selain Ucup, tidak ada yang mempertanyakan mengapa ia bolos saat mata pelajaran bahasa Indonesia. Dan sekarang, cewek cantik yang selama ini diam-diam menjerat hatinya, menunjukkan kepedulian.

"Sini, Zel. Duduk di sini." Devan menunjuk bangku kosong di sampingnya.

Hazel dengan muka cemberut menurut. Ia duduk di samping Devan.

Devan menyusupkan tangannya ke saku celana, kemudian mengeluarkan sesuatu dan mengulurkannya pada Hazel.

Hazel terkejut dan memandang Devan dengan mata melebar.

"Keripik pisang?" tanya Hazel.

Devan tertawa kecil, "Ya. aku nyogok kamu keripik pisang supaya kamu nggak kesal lagi sama aku."

Hazel makin cemberut, tapi binar geli muncul di matanya.

"Dasar aneh," gerutu Hazel sambil menerima keripik itu.

Devan terkekeh. "Sekarang senyum, kalo nggak, keripiknya aku ambil kembali," gertak Devan bercanda.

Hazel melotot memandang Devan, tapi tak urung, senyum kecil mulai melengkung di bibirnya.

"Senyum yang lebar, Hazel. Aku suka lihat lesung pipi kamu. Cantik."

Wajah Hazel merona.

"Ayo, senyum lebar."

Hazel hanya tersenyum tipis. Lengsung pipinya muncul samar.

"Aku mau senyum lebarmu, Hazel..."

Hazel cemberut manja. "Aku masih kesal."

"Wah, ternyata sogokanku nggak mempan," kata Devan pura-pura kecewa.

Kemudian terjadi jeda. Hanya beberapa menit tapi terasa begitu hening.

"Jadi, kenapa kamu bolos, Dev?" akhirnya Hazel membuka suara. "Nggak takut nanti nilai kamu jelek?"

Devan tersenyum samar sambil mengangkat bahu. "Sebenarnya aku bolos tanpa memikirkan alasan dan akibatnya setelah itu."

Hazel terdiam, kemudian berkata, "kalau aku minta kamu nggak bolos lagi, kamu mau nurutin?" tanya Hazel memandang Devan penuh harap.

Dada Devan berdebar indah. Kepedulian Hazel yang ia tangkap hari ini, kini makin terbukti.

"Kamu nggak suka aku bolos?" tembak Devan.

Tatapan mereka beradu. Wajah Hazel merona. "Aku—"

"Kamu peduli padaku, Zel..." Pernyataan, bukan pertanyaan.

Wajah Hazel makin memerah. "Devan—"

"Aku senang kamu peduli padaku. Selama ini nggak pernah ada cewek yang peduli aku bolos atau nggak..."

Hazel memandang Devan tanpa bersuara.

"Kalo kamu nggak suka aku bolos, aku nggak akan bolos lagi, tapi boleh ya, selama pelajaran bahasa Indonesia, aku natap wajah kamu aja."

Wajah Hazel kian merona. "Aku baru tau kalo kamu jago ngegombal." Hazel tertawa kecil.

"Aku nggak gombal," sahut Devan serius. Ia tidak pernah berkata-kata manis seperti ini pada cewek mana pun.

Tawa Hazel terhenti. Ia menatap dalam-dalam mata Devan, seolah mencari kebenaran, dan tak lama kemudian, senyum manis menyungging di wajahnya, membuat kedua lesung pipinya muncul dengan sempurna dan indah.

Devan pun tersenyum. Mata mereka saling tatap dengan penuh arti.

Beberapa murid memasuki kelas, dan Hazel segera berdiri sambil membawa keripik pisang pemberian Devan.

"Makasih, Dev," ujar Hazel sambil menunjuk keripik di tangannya.

Devan tersenyum dan mengangguk.

Hazel kembali ke mejanya dan Devan memandang cewek itu dengan mata berbinar-binar.

***

Evathink
Ig : evathink

Hazel dan Devan (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang