39

838 102 1
                                    

39

"Hazel."

Devan dan Hazel yang sedang berjalan bersama keluar dari kelas pada jam istirahat pertama, sontak menghentikan langkah. Dari arah berlawanan, tampak Dion Abian berjalan ke arah mereka.

"Ada apa, Bro?" Devan-lah yang bertanya dan dengan nada tak ramah. Sebenarnya Devan tidak bermaksud demikian, tapi entah mengapa, melihat Dion Abian—yang ia tahu tergila-gila pada Hazel—mendekati mereka, Devan seketika was-was. Bukan ia tidak percaya pada komitmen Hazel pada hubungan baru mereka, tapi melihat cowok lain yang mendekati pacarnya, sungguh membuat Devan tidak nyaman.

"Gue mau ngomong sama Hazel," kata dion tenang.

"Kalo gitu ngomong aja sekarang," ujar Devan dingin.

Dion memandang Devan dengan raut tak senang. "Gue mau bicara berdua saja sama dia."

"Kamu mau ngomong apa, Dion?" sela Hazel.

"Gue nggak ngizinin Hazel ngopbrol dengan cowok lain berduaan," kata Devan posesif. Ia meraih tangan Hazel dan menggenggamnya erat.

"Lo pikir Lo siapa berhak mengatur hidup Hazel?" tanya dion kesal.

"Gue pacarnya, dan gue nggak ngizinin cowok mana pun dekat-dekat pacar gue."

Dion memandang Devan tak percaya, kemudian ia melirik Hazel. "Bilang sama aku kalo yang Devan bilang itu nggak benar, Zel. Kalian nggak pacaran, kan? Aku tau selama ini, itu cuma gosip."

Devan mengertakkan rahang geram, ingin ia menghadiahkan pukulan ke wajah Dion agar cowok itu sadar diri, tapi tentu saja ia tidak akan bersikap kasar dan tak pantas di depan Hazel.

"Devan benar, Dion. Kami pacaran."

Kekecewaan seketika terpampang di wajah Dion. "Hazel ..., aku—"

"Hazel pacar gue, dion, dan gue harap lo nggak lancang gangguin hubungan kami lagi, atau gue nggak bisa bersabar lebih dari ini!" tegas Devan dingin. Kemudian ia menarik tangan Hazel, mengajak berlalu dari cowok itu. Mereka melangkah bersama menuju kantin, seperti tujuan semula.

***

Hazel diam-diam kagum akan cara Devan menyikapi pendekatan Dion padanya. Emosi Devan tampak terkontrol bagus—tidak seperti Kevin yang meledak-ledak dan kasar. Meski Hazel yakin cowok itu sangat tidak suka melihat Dion mendekatinya. Hazel menebak Devan cemburu.

"Nanti sore aku ke rumahmu ya, Zel."

Hazel yang berjalan di sisi Devan, menoleh.

Devan menghentikan langkahnya, tangannya masih menggenggam tangan Hazel.

"Kita kerjain PR sama-sama, abis itu bisa pacaran," Devan mengedipkan sebelah mata dengan gaya menawan dan mata berbinar-binar. Sikap dingin yang ia tunjukkan pada Dion tadi sudah menguap tanpa bekas.

Wajah Hazel merona. Ia mengangguk samar. "Jam berapa?"

"Empat."

"Oke."

Kemudian keduanya melanjutkan langkah menuju kantin. Devan masih tidak melepas pegangannya pada tangan Hazel. Jelas gosip yang berembus sebelumnya kalau mereka berpacaran kini semakin diperkuat, dan Hazel senang.

***

Evathink

Hazel dan Devan (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang