haiii
setelah sekian lama, akhirnya mencoba menyentuh cerita ini lagi. aku bukan penulis teenlit, biasanya nulisnya romance. jadi, semoga cerita dengan genre remaja ini tetap bisa nyenangin teman2 semua.
happy reading
3
Setelah berpisah dengan Kevin di pintu kelas XI IPS 2, Hazel masuk ke lokalnya. Suasana pagi di dalam kelas, heboh seperti biasa. Ada yang masih sibuk menyontek PR, ada yang bergosip, ada juga yang berpacaran.
Hazel berjalan ke mejanya. Susunan meja di kelas berbentuk leter U.
Mitha, sahabat sekaligus teman sebangkunya, tampak sudah berada di posisinya, sedang mengobrol dengan Sisy, teman sekelas mereka yang duduk tepat di samping Mitha.
Hazel mencebikkan bibir saat melihat setangkai mawar merah yang masih segar, sebatang cokelat yang diikat pita berwarna merah dan selembar kertas berwarna biru yang dilipat berbentuk hati.
Bukan hal baru lagi bagi Hazel jika mendapat kiriman romantis seperti ini. Meski tidak setiap pagi, tapi teramat sering, dan Hazel sangat tahu pengirimnya bukan Kevin. Kevin akan memberi langsung, bukan diletak di atas meja dengan misterius seperti ini.
"Siapa yang ngirim ini, Mith?" tanya Hazel pada sahabatnya sambil duduk, kemudian meletak tas ke atas meja.
Mitha menoleh, ia mengangkat bahu. "Nggak tau. Tadi pas gue datang, udah ada tuh."
Hazel mengangguk samar. Ia meraih cokelat yang di ikat pita merah.
Dari A. Ferdinand, kelas X IPS 1.
Ternyata salah satu dari sekian adik atau kakak kelas yang senang mengiriminya hadiah romantis. Hazel tidak kenal A. Ferdinand dan tidak berniat mengenalnya.
Kemudian Hazel meraih bunga mawar dan membaca kartu yang ada di bunga tersebut.
Hazel, dirimu seindah dan sewangi bunga mawar ini.
Dari: Dion Abian.
Hazel tersenyum masam, lalu memasukkan bunga tersebut ke laci meja. Lumayan untuk mewangikan tempat duduknya.
Selanjutnya ia membuka kertas berwarna biru yang dilipat dengan bentuk hati.
Senyummu secerah matahari pagi.
Sinar matamu menyihirku ....
Klise, tapi Hazel tersenyum. Ini bukan kali pertama ia mendapat puisi seperti ini. Siapa pengirimnya? Sayang sekali tidak ada nama pengirim yang tercantum di puisi itu.
Bel tanda masuk berdering nyaring.
Dalam sedetik suasana kelas menjadi lebih heboh. Sebagian isi kelas yang ternyata bukan penghuni kelas tersebut, berhamburan keluar, sementara penghuni kelas yang sejak tadi di luar, buru-buru masuk ke dalam kelas.
Hazel dengan cepat memasukkan kertas puisi itu ke dalam tas. Kemudian mengeluarkan buku dan bersiap mengikuti mata pelajaran pertama pagi itu.
Sesosok tinggi bertubuh gagah lewat di depannya. Samar-samar Hazel menghidu wangi parfumnya yang maskulin.
Hazel mengangkat wajah dan ia melihat Devan Arlando melewatinya, berjalan ke tempat duduknya, yang berseberangan dengan Hazel.
Saat cowok itu duduk dan mengangkat wajah, mata mereka bersirobok. Hazel cepat-cepat mengalihkan tatapannya pada buku di atas mejanya.
Jantungnya seketika berdegup kencang. Hazel tidak mengerti mengapa tiba-tiba ia merasakan debar gugup itu.
Suasana kelas menghening.
Sesosok cantik dan langsing melangkah ringan memasuki kelas. Bu Rita, guru bahasa Indonesia.
Lima belas menit kemudian, guru yang masih muda dan lajang itu menulis singkat di papan tulis. Memberi soal. Siswa pertama yang ditunjuk untuk mengerjakan adalah Devan, dan jawaban cowok itu melantur dari pertanyaan.
Seluruh kelas tertawa terbahak-bahak, termasuk Hazel.
Devan yang berdiri di depan kelas dan membuat seisi kelas heboh, hanya memasang wajah datar.
"Devan!" tegur Bu Rita kesal. "Kapan kamu bisa serius?"
Devan melirik Bu Rita sekilas, tapi tidak bersuara sama sekali, seakan tak peduli dengan kegusaran guru bahasa Indonesia itu.
"Anak itu sableng," kata Mitha pelan sambil cekikikan.
Hazel menanggapi dengan senyum terkulum.
"Berdiri kamu di sudut sana sampai pelajaran ini berakhir!" kata Bu Rita gemas.
Dengan malas, Devan berjalan ke ujung papan tulis dan berdiri di sana.
"Sebelah kaki!" kata Bu Rita geram.
Dengan bibir mencebik, Devan mengangkat sebelah kakinya.
Seluruh kelas kembali tertawa geli.
"Diam semua! Abaikan dia! Kita lanjutkan!"
Teguran tegas Bu Rita membuat suasana kelas seketika menghening.
Hazel yang masih mengulum senyum, diam-diam melirik Devan yang sedang berdiri dengan sebelah kaki. Raut wajah cowok itu tampak datar, cenderung bosan.
Hazel memperhatikan wajah pemuda itu.
Mata Hazel menyusuri rambut hitam lebat cowok itu. Seuntai rambut tampak jatuh ke kening. Kemudian tatapan Hazel turun ke sepasang alis tebal dan rapi yang menaungi sepasang mata tajam berbingkai bulu mata lebat, hidung mancung yang terpahat sempurna, lalu berhenti pada sebentuk bibir merah kecokelatan yang sedang mencebik.
Setelah diperhatikan dengan saksama, Hazel akui ternyata penilaiannya salah. Selama ini di matanya, Devan terlihat sangat biasa, tapi setelah dilihat-lihat, ternyata cowok itu cukup tampan.
Devan yang sejak tadi memandang ke luar kelas dengan malas, mengalihkan pandangannya.
Dan tatapan mata cokelat keemasan itu berhenti pada Hazel.
Debar halus menabuh dada Hazel saat tatapan mereka bertemu.
Cepat-cepat Hazel mengalihkan pandangannya pada buku pelajaran di atas meja. Jantungnya berdegup dua kali lebih cepat.
Hazel bingung. Ada apa dengan dirinya? Mengapa hari ini jantungnya terus berolahraga saat bersitatap dengan mata indah itu?
Indah!
Diam-diam Hazel meringis.
Selama ini ia bahkan tak pernah memandang Devan sebelah mata, hebatnya hari ini ia malah berpikir mata Devan indah dan wajah biasa cowok itu, masuk katagori cukup tampan.
Hazel ingin menjitak sendiri kepalanya. Jelas sesuatu yang tak beres telah terjadi pada kepalanya—dirinya.
***
"Kenapa sih lo nggak suka pelajaran bahasa Indonesia?" tanya Ucup saat ia dan Devan bersama belasan murid lainnya duduk di kantin terdekat kelas mereka saat jam istirahat.
Devan yang sedang menyantap bakso super pedas kesukaannya, hanya mengangkat bahu tak acuh.
"Nggak takut nilai lo nanti jelek?" tanya Ucup penasaran. Ia menghirup kuah baksonya dengan bunyi berisik.
Devan melirik kesal ke arah Ucup. "Cup, bisa nggak, kalau makan jangan berisik gitu? Gue jadi nggak bisa nikmati makananku."
Ucup cemberut. "Lo sensi banget kayak cewek lagi dapet."
"Tau dari mana kalau cewek lagi dapet itu sensi?"
"Dari internet," jawab Ucup asal.
Devan melirik sekilas pada Ucup, kemudian melanjutkan makannya.
***
Evathink
Ig : evathink
10 mei 2020
jangan lupa vote dan komen sebagai bentuk dukungan ya, kawan2. thanks.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hazel dan Devan (Tamat)
Teen FictionPart lengkap! FOLLOW UNTUK MEMBACA!! Hazel dan Devan Awalnya Hazel Keinatta hanya memandang Devan Arlando sebelah mata. Meski cowok itu cukup populer di kalangan cewek-cewek di sekolahnya, bagi Hazel, Devan sama sekali tidak istimewa. Akan tetapi wa...