12

1.6K 173 5
                                    

12

Selesai mengerjakan PR, Hazel bergolek-golek di ranjang. Benaknya dipenuhi bayangan Devan yang sedang bermain futsal. Samar-samar bibir Hazel berkedut dan melengkung, membentuk senyum tipis.

Permainan futsal Devan ternyata begitu menyihir. Cowok itu bermain dengan spektakuler. Devan lincah, gesi,t juga cerdas melihat peluang untuk mencetak gol. Seperti teman-temannya, Hazel pun ikut yakin SMA mereka akan menang di pertandingan futsal nanti.

Berdiri di antara penonton-penonton yang begitu bersemangat menonton latihan futsal tadi, Hazel diam-diam kagum pada Devan. Tak tampak wajah tak acuh seperti saat pelajaran bahasa Indonesia di wajah cowok itu. Devan sepenuhnya serius.

Hazel memejamkan mata dengan senyum masih menghias wajah. Bayangan Devan kembali bermain di pelupuk matanya. Alih-alih frustrasi dan berusaha menyingkirkan bayangan itu seperti tempo hari, kali ini Hazel justru menikmatinya, membiarkan wajah Devan memenuhi benaknya, bermain dalam khayalannya.

Dan malam itu, untuk kali pertama, Hazel tidur tanpa memeluk boneka beruang pemberian Kevin.

***

Hari-hari berikutnya, Hazel memiliki kegemaran baru, yang selama ini tak pernah ia duga akan dimilikinya, yaitu memperhatikan Devan. Diam-diam ia sering mengamati saat Devan sedang belajar, saat cowok itu menjawab soal dari guru, dengan cerdas—kecuali pelajaran bahasa Indonesia—atau saat cowok itu sedang mengobrol dengan teman-temannya, becanda dan tertawa. Ternyata, saat tertawa, wajah Devan terlihat semakin tampan. Belahan samar di dagunya tampak kian nyata dan menawan.

Sering, saat memperhatikan Devan, mata mereka beradu ketika cowok itu memandang ke arah dirinya. Saat itu, Hazel akan cepat-cepat memalingkan muka yang merona karena malu kepergok.

Hazel juga jadi sering mengingat-ngingat, sejak sekelas dengan Devan tiga bulan lalu, seberapa sering ia mengobrol dengan cowok itu?

Jawabannya: mungkin bisa dihitung dengan jari.

Selama ini Hazel tidak pernah bersikap sombong. Meski ia anak orang kaya, sekali pun ia tidak pernah memandang rendah teman-temannya yang berasal dari ekonomi lemah. Hanya saja, ia memang tidak pernah bergaul akrab dengan teman-teman cowok di sekolahnya, termasuk teman-teman sekelasnya. Penyebabnya jelas, Kevin mudah cemburu.

Dan selama ini Hazel menganggap Devan biasa-biasa saja. Di matanya, cowok itu tak lebih dari cowok tidak menarik dan aneh yang selalu bikin ulah saat jam pelajaran bahasa Indonesia.

Tapi kini tentu saja pandangannya itu sudah berubah. Di mata Hazel, Devan sangat tampan dan menarik.

Dan karena Devan sudah mencuri perhatiannya, Hazel kesal melihat cowok itu hanya bersikap tenang, sama sekali tak berusaha melakukan kontak dengannya—selain kontak mata. Devan tidak pernah menciptakan pembicaraan dengannya. Meski sekelas, mereka hampir tidak pernah mengobrol dengan akrab.

Hazel jadi bertanya-tanya pada diri sendiri, bagaimana pendapat Devan tentang dirinya? Cantikkah? Memesonakah?

Hazel frustrasi sendiri karena tidak dapat menerka apa yang ada di benak cowok itu.

***

Evathink
Ig : evathink

Hazel dan Devan (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang