11

1.5K 170 3
                                    

11

Sore itu langit biru cerah. Angin sepoi-sepoi bertiup tanpa henti. Di sebuah gedung tempat bermain futsal yang masih terdapat di SMA Bintang Nusantara, Devan bersama teman-teman satu timnya berlatih dengan penuh semangat. Akan ada pertandingan futsal antar sekolah bulan depan, dan sebagai kapten, Devan harus memastikan timnya benar-benar siap.

Dengan keringat menetes dan sorak sorai para penonton yang memberi dukungan, Devan dan teman-temannya semakin semangat berlatih.

Sementara itu, pada saat yang sama di bagian lain sekolah itu, Hazel, Mitha, dan dua teman sekelasnya, Nia dan Maria, sedang mengerjakan tugas kelompok di ruang kelas mereka.

Sebenarnya Hazel lebih suka mengerjakan tugas kelompok tersebut di rumahnya atau salah satu rumah temannya, tapi Mitha memilih di sekolah. Katanya, selain lebih dekat dengan rumahnya, ia juga ingin melihat Niko—gebetannya, latihan futsal setelah selesai mengerjakan tugas.

"Jadi, mereka akan bertanding melawan SMK Tunas Harapan, bulan depan," kata Mitha di sela-sela aktivitas mengerjakan tugas kelompok.

"Wow, SMK Tunas Harapan! Bukannya mereka jago banget main futsal," komentar Nia.

Mitha dan Maria mengangguk-anggukkan kepala pertanda setuju.

"Pertandingan melawan SMA Cenderawasih Gemilang, bulan lalu, mereka menang lho," kata Maria.

"Wah, berarti mereka lawan yang berat," kata Hazel.

"Tapi gue yakin SMA kita akan menang," kata Nia. "Devan dan teman-teman kita mainnya bagus kok."

Mendengar nama Devan disebut-sebut, serta merta, tanpa alasan yang jelas, jantung Hazel berdegup lebih cepat. "Devan?" Hazel harap suaranya tidak terdengar bergetar.

"Iya," jawab Mitha. "Dia kan kapten futsal sekolah kita, Zel. Jangan bilang lo nggak tau."

Hazel meringis. Ah, tentu saja ia tahu kalau Devan Arlando adalah kapten futsal sekolahnya. Hanya saja selama ini ia tidak begitu peduli atau menaruh perhatian. Selain karena tidak terlalu menggemari olahraga futsal, waktu itu Devan juga tidak istimewa sama sekali di matanya. Berbeda dengan sekarang ....

Hazel tersentak kecil.

Berbeda dengan sekarang .... jadi kapan perbedaan itu mulai terjadi? Hazel mengerutkan kening.

Suara tawa kecil membuyarkan pikiran-pikiran Hazel.

Dengan masih tertawa, Maria melirik Hazel dengan tatapan menggoda. "Hazel cuma tau basket. Kan ayank dia kaptennya."

Semua sontak tertawa. Wajah Hazel memanas. Harus ia akui, yang dikatakan Maria benar. Ia hampir tak pernah absen jika Kevin latihan basket.

"Mith, nanti gue ikut lo nonton latihan futsal, ya," kata Hazel pada Mitha.

"Wah ..., tumben. Ada apa nih?" goda Nia.

Hazel tertawa kecil menutupi rasa gugupnya. "Ya, buat nunjukin pada Maria kalau gue bukan cuma peduli pada basket aja," kata Hazel sambil mengedipkan sebelah mata.

Semua tertawa.

"Kalo gitu, ayo cepat selesaiin tugas ini," kata Mitha.

***

Permainan futsal berakhir. Devan dan teman-temannya meninggalkan lapangan. Devan menghampiri Ucup, yang serta merta menyodorkan ransel ketika melihat kedatangannya.

"Permainan kalian bagus," kata Ucup takjub.

Devan menerima ranselnya, kemudian mengeluarkan handuk kecil dari ransel. Ia mengelap wajah dan leher. Sekujur tubuhnya basah bermandi keringat. Alih-alih lelah, Devan justru merasa segar.

Ucup mengulur segelas air mineral kemasan pada Devan.

Devan menerimanya, kemudian meneguk hingga tandas.

"Masih butuh banyak latihan," kata Devan sambil membuang kemasan air mineral itu ke tong sampah terdekat.

"SMA kita pasti menang," kata Ucup semangat.

Devan mengangguk mengiyakan. Meski tim futsal SMK Tunas Harapan adalah lawan yang tangguh, tapi Devan optimis timnya akan menang dipertandingan bulan depan.

Devan menyimpan handuk ke dalam ranselnya.

Saat itulah di antara para penonton yang meninggalkan lapangan futsal, mata cokelat keemasan Devan menangkap sesosok cantik yang sedang berjalan pergi bersama ketiga temannya.

Seketika dada Devan berdebar. Apakah sejak tadi Hazel menonton latihan futsal? Karena terlalu konsentrasi bermain, Devan tidak memperhatikan penonton. Lagi pula, ia tidak menyangka Hazel akan datang mengingat selama ini cewek itu hampir tidak pernah menginjakkan kakinya sekali pun ke lapangan futsal.

"Hazel datang nonton, tumben banget. Gue juga heran," kata Ucup yang rupanya mengetahui ke mana arah tatapan Devan terpaku.

Devan hanya mengangguk samar sebagai tanggapan. Di dalam hati ia bertanya-tanya, apa yang membuat kembang sekolah itu hari ini menonton latihan futsal Devan dan teman-teman?

"Ucup! Devan!"

Devan dan Ucup menoleh bersamaan pada sumber panggilan. Tampak Tomas, salah seorang anggota tim futsal, berjalan dengan wajah lelah tapi ceria, ke arah mereka.

"Ada apa, Tom?" tanya Ucup.

"Sebenarnya hari ini aku ulang tahun, jadi aku mau traktir kalian makan mieso."

"Wah mantap, Bro!!" teriak Ucup kegirangan. "Eh, selamat ulang tahun," Ucup meraih tangan Tomas dan menyalaminya dengan semangat.

"Makasih, Cup," ucap Tomas dengan wajah semringah.

"Selamat ulang tahun, Tom," Devan menjabat tangan Tomas dan mengguncangnya pelan. "Semoga segera dapat pacar."

Mendengar doa Devan yang cukup unik, Tomas tertawa. "Makasih, Bro."

"So, jadi makan mieso-nya?" tanya Ucup tak sabar.

"Jadi dong," jawab Tomas.

Lalu ketiganya, bersama teman-teman lainnya, bersama-sama meninggalkan gedung futsal.

***

Evathink
Ig : evathink
11 jun 2020

Hazel dan Devan (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang