8

1.6K 181 3
                                    

8

Beberapa saat setelah bel tanda istirahat pertama berdering, hampir seluruh penghuni kelas keluar, termasuk Kevin bersama dua sahabatnya, Tio dan Putra. Ketiganya baru saja tiba di pintu kelas saat sesosok cantik dengan rambut lurus sebahu, mengadang jalan mereka.

"Hai, Kevin ...," sapa Dara manja dengan mata menatap Kevin berbinar-binar.

"Hai," balas Kevin datar.

"Mau ke mana? Kantin? Aku ikut, ya!" kata Dara manis.

Kevin melirik kedua sahabatnya, lalu ia tersenyum malas pada Dara. "Kami mau ke perpustakaan."

"Perpustakaan? Tumben ...." Dara menatap ketiganya dengan dahi berkerut.

Kevin menahan tawa. "Ya, kami mau belajar," kata Kevin tak acuh. Setelah itu ia melewati Dara dan mengajak kedua sahabatnya mengikutinya.

Dara yang tak putus asa berjalan cepat di belakang Kevin.

"Kev, nanti sore temani aku ke mal yuk," kata dara saat berhasil menjejeri langkah Kevin, menyelip ke sisi cowok itu dan menyingkirkan putra.

"Nggak bisa," jawab Kevin malas tanpa menoleh ke arah dara.

"Kenapa?"

"Nanti Hazel marah."

Dara cemberut. Namun demikian ia tetap melangkah mengikuti Kevin.

Mereka tiba di depan kantin, tanpa mengacuhkan Dara, Kevin dan kedua sahabatnya masuk ke kantin yang ramai.

Melihat itu Dara semakin cemberut. Ia turut masuk, dan duduk di samping Kevin setelah menyingkirkan Tio ke kursi lain.

"Tadi katanya mau ke perpustakaan," kata dara merengut.

"Itu tadi," kata Kevin tak acuh. Ia memesan tiga mangkuk bakso, mengabaikan Dara yang semakin cemberut mendapat perlakuan seperti itu.

Lelah tidak mendapat perhatian Kevin, akhirnya Dara pergi, dan Kevin tersenyum pada kedua sahabatnya. Memang itulah tujuannya.

***

Dengan muka bertekuk Bu Rita masuk ke ruang majelis guru. Beberapa guru yang sudah kembali dari kelas, tampak sudah duduk di meja masing-masing.

Bu Rita mengenyakkan bokong ke kursi di balik mejanya, lalu menghela napas panjang.

Pak Albert, guru olahraga, yang mejanya tepat berada di samping kiri meja Bu Rita, memandang wanita itu.

"Ada apa, Bu Rita?" tanya Pak Albert dengan dahi berkerut. Pria berusia tiga puluh tahun dan masih lajang itu diam-diam menaruh hati pada Bu Rita.

Bu Rita tidak menjawab, tapi kembali menghela napas panjang.

Bu Shinta, guru bahasa inggris yang duduk tepat di depan meja Bu Rita, berbalik. "Devan lagi?" tanya wanita awal empat puluhan itu dengan senyum terkulum.

Bu Rita mengangguk lemah.

Bu Shinta tertawa kecil. "Aneh sekali, ya, pelajaran bahasa inggris dia termasuk pintar. Nggak pernah macam-macam."

"Pelajaran ekonomi juga dia bagus, bisa menjawab soal dengan benar," celutuk Pak Saiful yang mejanya di samping kanan Bu Rita.

"Lalu kenapa pelajaran bahasa Indonesia dia bertingkah?" gumam Bu Rita muram.

"Apa mungkin dia mau narik perhatian Bu Rita?" sela Pak Albert tajam.

Bu Rita menoleh kaget pada guru olahraga bertubuh atletis itu. Bernarkah yang Devan lakukan semata-mata untuk menarik perhatiannya? Bu Rita ragu akan hal tersebut.

Diskusi itu bubar saat sesosok paruh baya dengan kumis lebat dan mengenakan pakaian batik, memasuki ruang majelis guru. Beliau Pak Saragih, kepala sekolah SMA Bintang Nusantara.

Kemudian Bu Rita dan rekan-rekannya berpura-pura menikmati waktu istirahat dengan manis.

***

Evathink
Ig : evathink
27 mei 2020

Hazel dan Devan (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang