10

1.7K 186 2
                                    

10

Rasa tidak nyaman melihat pendekatan Tania ke Devan tadi masih membelenggu Hazel. Sungguh ia tidak mengerti mengapa harus merasa demikian?

Dan kini, setelah berjam-jam berlalu, Hazel masih tidak bisa mengenyahkan rasa tidak senang yang asing itu.

Dengan pikiran kacau dan rasa bosan, Hazel mengikuti pelajaran ekonomi. Pak Saiful di depan kelas sedang cuap-cuap dengan suara lembut dan tenang.

Hazel melirik malas ke teman-teman sekelasnya. Ada yang melotot menatap papan tulis tapi sebenarnya melamun, ada juga yang tampak serius menulis—yang Hazel yakin hanya mencoret-coret tak jelas karena bosan.

Kemudian tatapan Hazel terhenti pada sebentuk wajah yang sedang serius memperhatikan buku di atas mejanya.

Wajah itu memiliki sepasang tulang pipi tegas dan rahang yang kukuh. Ada sedikit belahan di dagunya. Tampak begitu menawan. Rambut gelap dan lebatnya sedikit berantakan. Seuntai rambut jatuh di dahi.

Sangat tampan, desah Hazel dalam hati. Sedetik kemudian ia terkejut. Bagaimana mungkin Devan yang hanya cukup tampan kini berubah menjadi sangat tampan, di matanya?

Devan memilih saat itu untuk mengangkat wajah dari buku di hadapannya. Pertama ia melirik sekilas ke meja guru, menyimak serius keterangan dan penjelasan Pak Saiful, kemudian saat akan kembali memandang buku di atas mejanya, tatapannya berhenti pada Hazel.

Jantung Hazel berdegup tak menentu saat mata mereka beradu.

Mata dengan iris cokelat keemasan itu terpaku pada Hazel. Tampak hampir tak berkedip.

Darah Hazel berdesir. Tubuhnya memanas dengan jantung yang berdetak kian menggila.

Hazel tidak mengerti apa yang terjadi pada dirinya. Ia hanya terpaku pada mata indah dan wajah tampan itu. Seisi kelas seakan lenyap. Keinginan aneh menyusup ke dalam benak Hazel, ia ingin menatap mata indah dan wajah tampan itu setiap detik sepanjang hidupnya.

Tatapan keduanya terkunci dalam simpul tak terurai. Tatapan Devan dalam sekaligus tajam. Begitu intens. Begitu menghipnotis.

Bel tanda pulang yang berdering nyaringlah yang memutus kontak mata mereka.

Hazel mengerjap. Ia melihat seulas senyum samar melengkung di bibir merah kecokelatan cowok itu.

Tanpa mengerti apa yang terjadi, Hazel turut tersenyum, tipis. Dan senyum samar di wajah cowok itu pun melebar.

Hati Hazel menghangat. Bunga-bunga yang ada di seluruh dunia seakan pindah ke hatinya. Jantung Hazel berpacu dan terus berpacu. Ia tidak lagi mendengar salam perpisahan dari Pak Saiful. Juga tidak mendengar suara berisik teman-teman sekelasnya begitu guru pelajaran ekonomi itu meninggalkan kelas.

Yang ada di mata Hazel hanyalah cowok tampan di seberangnya ....

Hazel mabuk ....

Mabuk kepayang ..., pada Devan Arlando, cowok yang selama ini ia pandang sebelah mata!

Kini semua telah berubah.

***

Saat seisi kelas heboh begitu Pak Saiful meninggalkan kelas, Devan masih terpaku pada cewek yang duduk di balik meja di seberangnya.

Untuk kali pertama sejak mengenal Hazel Keinatta, cewek itu tersenyum padanya. Senyum yang seketika membuat dada Devan dilanda gemuruh hebat.

Mata Devan tak berhenti menatap Hazel yang kini sedang membereskan buku dan memasukkannya ke dalam tas.

"Gue hampir ketiduran tadi."

Kalimat Ucup yang ucapkan dengan lantang tersebut membuyar keterpesonaan Devan pada Hazel. Ia menoleh sekilas pada Ucup yang sudah siap meninggalkan kelas, kemudian membereskan mejanya, masih sempat ia melirik ke arah Hazel yang kini sudah berdiri, lalu bersama Mitha dan teman-teman lainnya mulai beranjak meninggalkan kelas.

"Kenapa juga pelajaran ekonomi harus masuk jam terakhir? Pak Saiful bikin ngantuk," keluh Ucup lagi sambil berdiri.

Devan yang sudah selesai membereskan buku, berdiri dan menyandang tas ranselnya.

"Lain kali jangan lupa ngemut permen kopi kalau belajar ekonomi," kata Devan tak acuh.

Ucup mengangguk-angguk seolah saran Devan itu menjawab keluhannya dengan hebat.

Keduanya berjalan bersisian meninggalkan kelas.

Di depan kelas, tampak Hazel mengobrol dengan Kevin.

Rasa panas yang tak nyaman tiba-tiba menyerang dada Devan. Ia mengatupkan rahang rapat-rapat, menahan erangan tak nyaman keluar dari bibirnya, menahan emosi posesif yang asing. Hazel bukan pacarnya. Ia tak pantas merasa cemburu.

Hazel yang seolah menyadari tatapan Devan, menoleh. Tatapan mereka berdua beradu untuk sesaat. Kemudian Hazel kembali berbalik ke Kevin saat cowok itu meraih tangannya, lalu keduanya berjalan pergi.

Devan hanya menatap dalam diam dengan dada yang kian memanas.

Hazel menoleh sekali lagi, menatap Devan dalam kebisuan. Kemudian kembali berbalik dan mengobrol dengan Kevin.

Namun, meskipun terbakar oleh suatu emosi mematikan melihat kemesraan sejoli itu, perhatian kecil—berupa tatapan—yang Hazel berikan padanya sudah cukup untuk sedikit menyejukkan dada Devan.

"Cih! Perfect couple, konon ...!" gerutu Ucup sinis.

Devan melirik sekilas pada sahabatnya, lalu melanjutkan langkah tanpa berkomentar.

***

Evathink
Ig : evathink
5 juni 2020

Open Pre Order
Hazel & Devan
Versi novel ya, gaes
IDR. 66.000

Wa aku utk pemesanan : 08125517788

Note ; cerita tetap dilanjutkan di Wattpad sampai TAMAT!

Hazel dan Devan (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang