25
Sejak hari itu, hari demi hari berlalu sangat menyenangkan bagi Hazel. Ia dan Devan semakin dekat. Awalnya Mitha tentu saja mengomentari kedekatan itu, tapi akhirnya cewek itu menerima dengan pasrah saat Hazel mengatakan Devan adalah teman yang menyenangkan. Ditambah konfirmasi meyakinkan dari Niko, Mitha pun tak berkutik, bahkan kini ikut mengakrabkan diri dengan Devan.
Jumat itu, setelah bel tanda istirahat berdering nyaring dan hampir seluruh penghuni kelas berhamburan keluar, Hazel berjalan ke meja Devan. Akhir-akhir ini mereka berdua seperti ada janji tak terucap; tidak keluar kelas di jam istirahat pertama.
Hazel tentu saja dapat merasakan keheranan sebagian teman sekelasnya melihat kedekatan mereka, tapi ia mengabaikannya. Yang penting, Kevin tidak tahu tentang kedekatan itu.
"Devan," panggil Hazel setelah duduk di bangku kosong di samping Devan.
"Hai, Hazel." Devan menyuguhkan senyum memesona.
"Mau?" Hazel mengulurkan sebungkus kerupuk ikan tenggiri yang dibawa oleh saudaranya dari palembang.
"Mau."
Hazel mencoba membuka kemasan kerupuk tersebut, tapi ternyata cukup sulit karena kantong pembukusnya tebal.
"Sini, aku bukain."
Devan meraih kerupuk tersebut dan membuka kemasannya. Tampak tidak sulit, membuat mata Hazel berbinar kagum. Ah, Hazel tidak mengerti, mengapa kini, hal-hal kecil begitu yang dilakukan oleh Devan, tampak sangat luar biasa di matanya? Apa yang salah?
"Udah kebuka. Nih, makan, Zel," kata Devan.
Kemudian mereka berdua makan dengan ceria.
Hazel senang sekaligus bingung. Mengapa duduk berduaan dengan Devan, hanya makan kerupuk, tapi terasa sangat luar biasa menyenangkan? Berduaan dengan Kevin tidak pernah terasa semenyenangkan ini.
Dan benak Hazel menuntut untuk mengeksplorasi rasa senang itu semakin jauh. Semakin dalam. Hazel yakin, jika jalan-jalan berduaan dengan Devan pasti akan jauh lebih menyenangkan dari saat ini—meski sebenarnya saat ini pun sudah sangat menyenangkan.
"Gimana kalau nanti sore kita pergi nonton? Ada film bagus." Hazel memulai langkah untuk mengeksplorasi kesenangan itu.
Mata cokelat keemasan Devan berbinar-binar. "Ide yang luar biasa. Tapi Kevin bakal marah," kata Devan.
Hazel mengerucutkan bibirnya. "Dia nggak perlu tau." Hazel tahu dia sedang bermain api, tapi terbakar karena Devan, setimpal.
Devan terdiam dan Hazel merasa terombang-ambing.
"Oke. Tapi jangan hari ini, ya."
"Kamu latihan futsal?"
"Bukan karena itu sih, uangku nggak cukup kalau hari ini," kata Devan pelan. Rona gelap menghias pipi sewarna madunya.
"Oh," Hazel tertawa kecil, "aku yang traktir. Kan aku yang ngajak."
Devan menggeleng. "Aku nggak mau pergi kalo kamu yang traktir."
"Kenapa?" tanya Hazel cemberut.
"Ya, aku kan cowok. Mau letak di mana mukaku kalau kita jalan, kamu yang traktir?"
Hazel tergelak kecil. "Ah ... ,idealisme cowok ...."
Devan ikut tertawa. "Itu filosofi."
"Ah, ya, ya. Aku ngerti."
Setelah beberapa saat tertawa bersama-sama, Devan berkata, "Minggu sore..."
"Apanya?" tanya Hazel bingung.
"Nonton. Yeah ..., aku punya sedikit kerjaan sampingan dan aku baru punya uang minggu sore."
Rasa kagum seketika membanjiri hati Hazel. Devan berbeda dengan Kevin yang berlimpah uang—uang orangtuanya. Cowok ini jelas mandiri dan Hazel semakin suka.
"Oke. Minggu sore."
"Jam empat aku jemput, ya. Pake motor, nggak apa-apa?"
Hazel tersenyum lebar. "Nggak apa-apa. Nanti aku bawa jaket."
Keduanya tersenyum penuh arti teringat senja di sekolah saat Devan memberi jaketnya pada Hazel.
"Aku tidak keberatan kalo kamu pake jaket aku," kata Devan.
Hazel tersenyum lebar. Hatinya berbunga-bunga.
***
Sabtu sore itu Hazel menerima pesan dari Kevin yang menyatakan kalau nanti malam mereka tidak bisa kencan karena cowok itu sedang ada acara keluarga.
Alih-alih kecewa, Hazel justru merasa lega. Hazel sendiri tidak mengerti mengapa ia merasa seperti itu, tapi yang jelas hatinya terasa riang. Ia pun mengirim pesan ke grup percakapan Best Friend Forever yang berisi anggota Mitha, Selvie, Kanaya dan Angel. Hazel mengajak keempat sahabatnya untuk jalan-jalan ke mal malam ini. Sudah terlalu lama mereka tidak jalan bareng di malam minggu.
Sebenarnya Hazel teringat Devan dan berpikir betapa menyenangkan bila melewatkan malam Minggu bersama cowok itu. Namun mengingat ia dan Devan sudah membuat janji jalan bareng besok sore, Hazel pun menahan hasrat itu.
Tidak sampai sepuluh menit kemudian, notifikasi pesan bermunculan. Hazel membuka grup Whatsapp Best Friend Forever. Senyum lebar tersungging di bibirnya saat melihat konfirmasi dari sahabat-sahabatnya yang menyambut ajakannya.
Setelah menanggapi pesan-pesan di grup, dengan hati ringan Hazel bergabung bersama ayah-ibu dan kedua adiknya yang sedang bercengkerama di taman belakang rumah.
***
Evathink
KAMU SEDANG MEMBACA
Hazel dan Devan (Tamat)
Teen FictionPart lengkap! FOLLOW UNTUK MEMBACA!! Hazel dan Devan Awalnya Hazel Keinatta hanya memandang Devan Arlando sebelah mata. Meski cowok itu cukup populer di kalangan cewek-cewek di sekolahnya, bagi Hazel, Devan sama sekali tidak istimewa. Akan tetapi wa...