BHS | 5

46.4K 4.5K 222
                                    

Setelah sepuluh menit menunggu di meja makan, barulah Reagan pergi ke ruang kerja Raihan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah sepuluh menit menunggu di meja makan, barulah Reagan pergi ke ruang kerja Raihan. Ia terlebih dulu mengetuk pintu, dan baru masuk setelah dipersilahkan.

"Kenapa, Pa?" tanya Reagan. Raihan menginstruksikannya untuk duduk di sofa, dan laki-laki itu pun menurut. Tak lama, Raihan menyusul, dengan membawa empat tiket pesawat, lalu menyerahkannya pada Reagan.

"Ini, hadiah dari Papa dan Mama." Kening Reagan berkerut mendengarnya.

"Kan Papa udah ngasih rumah?"

Rumah mewah yang saat ini ditempati Reagan dan Sesil memang merupakan hadiah pernikahan dari kedua orang tuanya.

"Ini hadiah kedua," jawab Raihan. Ia meletakkan kedua tiket pesawat itu di meja, lalu mendorongnya mendekat ke arah Reagan. Dengan terpaksa, laki-laki itu pun mengambilnya.

Empat tiket pesawat pulang-pergi untuk Sesil dan Reagan, Jakarta-Paris. Reagan terbelalak saat membaca jadwal keberangkatannya.

"Reagan banyak kerjaan, Pa. Nggak sempet kalo harus berangkat tiga hari lagi," elak Reagan.

"Nanti biar Papa yang urus." Raihan tetap bersikeras. "Kamu sudah terlalu banyak bekerja, Reagan. Kinerja kamu pun bagus. Jadi, liburan sesekali tidak akan menjadi masalah."

"Tapi, Pa—"

"Sudah, jangan banyak omong. Pergilah, biar Papa bisa cepat-cepat dapat cucu."

Reagan menghembuskan napasnya kasar. Cucu? Menyentuh Sesil saja ia tidak sudi.

"Makasih, Pa," ucap Reagan akhirnya. Raihan mengangguk, lalu mengeluarkan tab dan berkas-berkasnya dari laci di samping sofa. Setelahnya, mereka mulai membahas tentang pekerjaan.

***

Reagan baru kembali ke kamar pukul dua belas malam. Begitu ia membuka pintu, ia langsung mendapati Sesil yang duduk di kursi belajarnya, sambil menangkupkan wajahnya di meja belajar. Gadis itu tampak tertidur.

Entah dorongan dari mana, Reagan mendorong-dorong pelan tubuh Sesil, membangunkan gadis itu. Semakin lama semakin kasar, karena Sesil tak kunjung bangun.

Sesil terperanjat kaget saat ia hampir jatuh dari kursi. Matanya langsung terbuka lebar.

"Udah selesai, ya?" tanya Sesil dengan suara seraknya. Gadis itu menggerakkan lehernya yang sedikit kaku karena terlalu banyak menunduk.

"Ngapain lo tidur di sini?" tanya Reagan ketus. Sesil menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Nggak boleh, ya?" Sesil meringis pelan. "Maaf, aku nggak tau harus tidur di mana lagi. Nggak ada sofa di sini," ucapnya sambil cepat-cepat berdiri. Ia membersihkan kursi bekasnya duduk dengan tangan, karena ia pikir, Reagan juga tak memperbolehkannya duduk di sana.

Reagan hanya mengamati kegiatan Sesil dalam diam. Setelah semuanya rapi dan kembali seperti semula, Sesil kembali celingukan.

"Tidur di ranjang."

BEHIND HER SMILE ✓ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang