SETELAH tiga bulan terakhir kita berdua menghabiskan waktu bersama, aku dan Kak Afif memutuskan keluar mencari udara segar di sekitaran komplek untuk sejenak melepaskan diri dari rutinitas masing-masing. Dia pasti capek bekerja sepanjang hari tanpa sempat berpikir untuk berolahraga dan aku juga sama sibuknya mengejar pelajaran selama Kak Afif sibuk bekerja.
Alasan kedua. Kita berdua punya sepatu baru. Kalau dipikir-pikir lagi ya, sepertinya tidak ada waktu yang pas kapan harus menggunakan sepatu baruku kalau setiap hari kita punya kesibukan yang mengharuskan kita hanya di rumah, paviliun, dan yayasan.
Jadi, ya sudah aku berniat mengajak Kak Afif stretching sembari mengunjungi jalan-jalan di sepanjang komplek di weekend kali ini.
Udara pagi masih sangat segar sekali, kita berdua sengaja berlari-lari kecil sebelum waktu pagi hari ini tiba. Beres subuh kita berdua memang langsung meninggalkan rumah supaya berkesempatan mengintip matahari terbit di ufuk timur.
"Bi?" panggilnya sembari menuntun langkahnya terus ke depan, sedang aku di sampingnya justru fokus ke kakinya dan kakiku, hehe. Kelihatan lucu saja pakai sepatu samaan, entah kenapa ya, aku selalu terpancing menertawakan kekonyolannya jika harus bertingkah seperti orang tua yang ingin selalu terlihat ABG.
"Kamu mesti banyak-banyak bersyukur karena udah bisa bangun subuh," katanya.
"Kenapa emang?"
"Karena udara subuh itu termasuk udara yang baik, belum tercemar oleh napas orang-orang munafik yang melupakan waktu bersimpuh di hadapan tuhannya," katanya lagi mendesirkan embusan pengap dari paru-parunya.
Haduh, kalau sudah bahas begini, bawaannya aku jadi teringat percikan ceramah dari Ayah untuk membangunkanku setiap subuh dulu.
Katanya, sholat yang paling berat dikerjakan oleh orang-orang munafik adalah sholat Isya dan Subuh, seandainya saja kita tahu keutamaannya maka kita pasti akan datang dalam keadaan merangkak sekalipun. Sakin seringnya ayah membacakan hadis Rasulullah tersebut, aku sampai hafal periwayatnya, bahkan nomor hadisnya malah!
"Alhamdulillah, doain aja semoga udah bisa konsisten sholat subuh terus,"
"Aamiiiin,"
"Nah itu ada lapangan tuh, kita istirahat bentar, ya. Aku udah capek banget, sambil nunggu matahari terbit," ajakku.
Dia setuju untuk mengantarku duduk di pinggir terluar lapangan tenis yang bertempat di tengah komplek, sedang dia meneruskan lari mengelilingi lapangan sembari melakukan stretching-nya. Lambungku rasanya sudah sakit sakin lamanya tidak pernah dijadwalkan jam olahraga seperti ketika masih sekolah dulu.
Kukeluarkan handphone dari dalam sakuku untuk menemaniku duduk di kursi tunggu dekat dari lapangan.
Menurutku ya, bagi anak-anak remaja sepertiku, rasanya tidak pas jika orangtua melarang anak-anak untuk bermain handphone, karena untuk zaman sekarang handphone adalah separuh napas bagi para milenial, gen Z, lebih-lebih gen alpha. Yang perlu orangtua lakukan adalah mendidik mereka untuk bijak dalam menggunakan benda pipih tersebut.
Ali bin Abi Thalib pernah bilang bahwa, didiklah anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka tidak hidup di zamanmu. Kata Umiku, meski statusnya hanya sebagai qaulu shahabah, Umi tetap menerapkan prinsip tersebut untuk aku dan saudara-saudaraku yang lain, dengan mengutip salah satu ayat dari nash Al-Quran. Kira-kira makna ayatnya kurang lebih seperti ini ...
KAMU SEDANG MEMBACA
WEDDING AGREEMENT Putus atau Terus (End)
SpiritualRomance-a bit spiritual. Memilih menikah di usia 17 tahun mungkin menjadi putusan berat yang harus dijalani Sabilah. Impiannya menjadi seorang mahasiswa harus ditundanya meladeni Afif yang berusia sepuluh tahun di atasnya. Di hari pertama menapaki r...