16 yang berulang kesembilan kalinya.
Sepagi buta ini alarmku sudah berteriak memberi tahu bahwa hari ini tepat pernikahanku menginjak bulan kesembilan.
Tidak terasa sekali ternyata, kemarin aku baru saja masuk, mengadukan bahwa aku tidak pandai memasak, bahkan sebutir telur dadar kesukaanku pun tidak. Kak Afif lalu mengajariku mulai dari menakar air beras sampai sekarang sudah bisa membedakan mana jahe, mana lengkuas.
Aku mengadukan kesepianku. Dia lalu memperkenalkan aku dengan sekretarisnya, membantuku berbaikan dengan Amaira dan Olive, dan mengenalkan aku pada Mama dan anak-anak yayasan.
Aku menceritakan impianku, lalu dengan bersuka rela dia memberiku keleluasaan untuk les, mendukungku, bahkan menerimaku datang membawakan hatinya goresan luka, demi mengangkat impianku yang diperjuangkan olehnya juga.
Kini waktu bersamanya, tersisa tiga bulan terhitung mundur dari sekarang. Aku tak tahu harus mengatakan terima kasih dengan cara seperti apa.
Aku menjadi benalu dalam kehidupannya.
Kak Afif ingatlah, ketika aku sukses nanti. Aku akan kembali bertemu dengan Kakak, menjadi Sabilah anak bungsu Mama Saras Arga Ganendra, adikmu yang kau tinggikan impiannya.
Kulihat hari ini dia akan kembali masuk ke kantor. Wajah sedihnya menghilang menghadapku untuk sekedar menebar senyumnya berpamitan.
"Aku pulangnya agak telat, ya, hari ini jadwalku lumayan padat. Maaf liburannya harus ditunda, tapi kamu tenang aja lokasi amalnya udah ketemu. Ada satu pesantren di daerah Subang yang insya Allah kita bantu. Kamu tenang aja, ya," ucapnya terburu-buru ingin pergi.
"Iya, semoga urusan Kak Afif lancar, ya. Fii aamanillah, Kak,"
"Assalamualaikum,"
"Waalaikumussalam warahmatullah wabarokatuh."
Kepergiannya kini jauh dari hadapanku, dia bahkan tidak sempat mengingat ini adalah bulan kesembilan kita berdua saling bersama. Mungkin aku perlu mengingatkan dia setelah pulang kantor nanti?
Boleh juga. Sekalian deh, malam ini aku menepati janjiku untuk membuat dinner bersama.
Yap, ide bagus!
Kutelusuri segera seisi ruangan yang ada di rumah ini, membidiknya satu per satu untuk menentukan lokasi yang pas untuk dinner nanti. Aku tidak akan memilih kolam renang lagi seperti dulu, jatohnya jadi tidak surprise dong kalau dia langsung lihat dari luar.
Bagaimana jika ruang tamu? Jadi begitu dia masuk, aku bisa langsung berteriak surpriseee.
Tidak, tidak. Aku tidak ingin se-freak itu.
Tidak ada yang wah dengan dia membuka pintu tiba-tiba sudah surprise.
Aha!
Di koridor kamarnya saja. Sepertinya keren jika mengajaknya berkeliling rumah dengan mata yang tertutup, sampai dia pusing dulu, baru kuajak naik. Ralat! Jangan sampai pusing juga sih, kasian. Aku tidak ingin melihat dinner-nya jadi hancur hanya karena dia muntah.
Baik. Aku akan mulai mengerjakan rencanaku setelah urusan persyaratan tesku selesai kukirimkan ke email universitas dulu. Beberapa barang seperti lampu tumblr dan hal lain yang kubutuhkan juga masih dalam perjalanan, jadi akan kukerjakan di sore hari saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
WEDDING AGREEMENT Putus atau Terus (End)
SpiritualRomance-a bit spiritual. Memilih menikah di usia 17 tahun mungkin menjadi putusan berat yang harus dijalani Sabilah. Impiannya menjadi seorang mahasiswa harus ditundanya meladeni Afif yang berusia sepuluh tahun di atasnya. Di hari pertama menapaki r...