DUDUK sampai Isya di ruang tengah, adalah hal yang akhirnya kulakukan dengan Kak Ann di apartemennya. Aku sama sekali tidak bercerita tentang masalahku yang sempat membuahkan tangis, teringat bahwa aku hanya mencari masalah jika Kak Ann tahu inti permasalahanku dengan Olive dan Amaira, yang tidak lain karena menutupi pernikahan ini.
Meski hatiku rasanya masih perih, kucoba untuk tetap tidak menangis lagi di hadapan Kak Ann, dia sudah bersusah payah membuatku tidak berlarut-larut, semuanya masih bisa diselesaikan tanpa harus ditangisi, katanya mukaku hanya akan seperti kepiting rebus jika terus menangis.
Seberes sholat Isya tadi Kak Ann tiba-tiba saja mengeluarkan semua alat make up-nya. Dia bercerita bahwa hari ini dia tidak masuk kantor karena habis kondangan di rumah kerabatnya, di sana dia menemukan referensi make up yang glowy summer untuk dia apply ke kantor.
Owh, sepertinya aku menemukan titik semangatku sekarang!
“Sabilah mau ya jadi modelnya Kakak, nggak lama kok, aku pengen apply di kamu dulu supaya bisa liat hasilnya, baru aku apply buat aku juga. Mau, ya?” tawarnya melayangkan permohonan.
“Boleh. Tapi—” jawabku menggantung.
“Tapi?”
“Kak Ann nanti pakai jilbab juga. Gimana?”
“Hmmm, pakai jilbab...? Okey deh, deal! Kalau gitu malam ini kita make over habis-habisan,”
“Eh, enggak deh. Kayanya jangan malam ini deh, Kak. Gimana kalau kita make up-nya besok pagi aja, Kak Ann minta cuti setengah hari lagi ke Kak Afif, bilang aja Kakak masih mau temenin aku, pasti diizinin. Ya, mau ya, Kak, pleaseee ...”
“Besok pagi, gimana ya?” Kak Aan menimang-nimang sebentar.
“Iya, besok pagi aja, Kak. Lagian aku udah ngantuk banget sekarang, mukaku juga kaya kepiting rebus, kan?! Ayo deh sekarang kita mending tidur aja, besok kita dandan-dandanan!” paksaku menarik Kak Ann masuk segera ke kamar.
Maafkan aku, Kak Ann, aku sebenarnya belum benar-benar mengantuk sekarang. Tapi aku juga tidak akan membiarkan Kak Ann menggunakan hijab lalu Kak Afif tidak melihatnya. Jadi dandannya besok aja ya, hehe.
Seluruh nyala lampu telah kumatikan di dalam kamar Kak Ann, hanya tersisa dari lampu nakas yang menjadi penerangan satu-satunya. Biasanya, di saat seperti ini adalah waktu terbaik untuk mengobrol dengan Umiku dulu. Bukan ngobrol sih sebenarnya, lebih ke taklim. Perlu setting ruang dan waktu yang tenang, yakni sebelum tidur seperti sekarang, agar aku bisa lebih mampu disentuh hatinya.
Semoga Kak Ann juga tipe yang sama, semoga hatinya bisa menerima maksud-maksud baikku juga.
“Kak Ann udah tidur, ya?” sahutku memulai pembicaraan kembali.
“Belum sih. Biasanya jam segini aku masih harus ngurus beberapa hal yang dibawa pulang dari kantor, aku nggak terbiasa tidur awal soalnya. Kamu sendiri kenapa belum tidur?”
“Ah? Nggak apa-apa. Lagi kepikiran aja, pasti Kak Afif sekarang sendirian doang di rumah,” alasanku.
“Kamu sayang nggak sama Afif, Bil?” tanyanya begitu tiba-tiba.
Aku ikut meliriknya segera, memberikan tatapan kenapa jadi aku yang diintrogasi?
“Ya-ya sayang dong, kan kakaknya Bilah!” jawabku juga, “Oh iya Kak Ann, Bilah boleh tanya sesuatu juga nggak?” kataku lagi kemudian.
“Tanya apa?”
“Menurut Kak Ann, Kak Afif itu gimana sih orangnya?” tanyaku tidak ingin basa-basi, dan sudah sangat siap menyimak jawabannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
WEDDING AGREEMENT Putus atau Terus (End)
SpiritualRomance-a bit spiritual. Memilih menikah di usia 17 tahun mungkin menjadi putusan berat yang harus dijalani Sabilah. Impiannya menjadi seorang mahasiswa harus ditundanya meladeni Afif yang berusia sepuluh tahun di atasnya. Di hari pertama menapaki r...