SEMENJAK ada komputer, hidupku jadi punya tujuan setelah segala urusanku membereskan rumah selesai kukerjakan. Tadi pagi aku tidak terlambat sholat subuh lagi, tentunya dengan mengorbankan sholat berjamaah Kak Afif di masjid, hehe, kemudian lanjut belajar memasak dengan sistem otoriter Kak Afif yang tidak mengenal kata tidak tahu dan tidak bisa, setelah itu membantu Kak Afif membereskan ruang kosong di lantai atas untuk dijadikan kamar, katanya sih jaga-jaga Ayah datang menjengukku, dan terakhir ... baru deh aku boleh duduk menghadap komputer yang sudah dinyalakan.
Hal yang pertama kubuka jelas adalah situs-situs langgananku dari sisi gelap internet yang menyimpan banyak informasi khusus di luar pengetahuan banyak orang. Ibarat gunung es; yang terlihat di atas air, sekecil itulah informasi yang biasa diakses semua pengguna internet, sedangkan di balik airnya lagi ada kisaran sembilan puluh empat persen informasi gelap yang hanya diketahui oleh segelintir orang. Termasuk aku.
Mungkin kedengaran agak seram, tapi begitulah adanya. Pertama kali aku mengetahui sisi lain internet adalah ketika aku masih di tahun awal masuk bangku SMP, sekolah dan rumahku kebetulan dekat warnet. Percaya atau tidak, sebelum pulang sekolah aku suka ikut teman-temanku memburu film-film biru di situs-situs terlarang. Tapi aku tidak ikut menontonnya juga, ya! Mereka hanya mengunduhnya lalu disebarluaskan ke sesama mereka. Pun aku tidak melakukan hal macam-macam juga dengan suka mengikut mereka, sudah ditebas mereka oleh Ayahku sampai berani menyentuhku!
Teman-teman yang kusebut peretas dunia internet pertama yang kuketahui saat itu, mana berani membagikan film menjijikkannya ke aku, kecuali mereka punya nyali besar didepak dari sekolah karena keberanian mereka merusak akal anak-anak polos di masanya.
Biasanya aku menggunakan pengetahuan mereka hanya untuk keperluan mendesak, seperti ikut menonton film yang seharusnya belum diputar di mana pun selain di bioskop. Ya, aku tahu itu tidak diperbolehkan, ilegal, atau bahasa Ayah sih haram melihat sesuatu yang kreatornya sama sekali tidak ikhlas. Tapi ya, apa boleh buat, kejadian itu sudah berlalu dan tidak dapat diubah lagi di atas catatan amal masa laluku.
"Anak kecil itu main komputernya jangan yang nggak bermanfaat. Buka kek artikel untuk nambah wawasan buat kuliah nanti, kamu masih mau kuliah, kan?" ucapnya sok tahu. Meski dia sibuk menyajikan nasi untuk dia makan di dapur sana, aku yakin seluruh ucapannya ditujukan kepadaku meski tidak berbicara di depanku langsung.
Dia berpikir aku hanya searching sesuatu yang tidak ada faedahnya?! Wah, perusahaannya belum pernah kemasukan hacker kali, ya? Awas saja dia.
"Apa nama perusahaan Kakak?" balasku sok mengintimidasi juga.
"Kenapa pengen tahu? Udah berubah pikiran nggak pengen kuliah? Apa udah pengen kerja?"
"Kasih saya waktu seminggu, dan saya akan kirim omset perusahaan Kakak, pendapatan terbesar yang pernah perusahaan Kakak dapet, atau saya bisa nyari tahu tender yang nilainya tembus triliunan buat Kakak kerjain, atau kalau pengen ... saya bisa meretas keuangan perusahaan lain masuk perusahaan Kakak. Gimana?" ucapku berbangga diri.
Maksudku, aku ingin dia paham bahwa aku duduk di depan layar bukan bermain tidak jelas seperti tudingannya, tapi aku mengetahui banyak pengetahuan yang tidak boleh dia sepelekan.
"Kayanya sih keren, tapi saya masih bisa usaha sendiri. Nggak perlu pakai jasa ilegal kamu," sindirnya.
"Kamu masih lebih baik sedikit kalau layanin saya di sini. Tuh, tolong ambilin tab kerjaan saya di luar. Tadi malam saya lupa bawa masuk," katanya lagi meruntuhkan kebanggaanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
WEDDING AGREEMENT Putus atau Terus (End)
SpiritualitéRomance-a bit spiritual. Memilih menikah di usia 17 tahun mungkin menjadi putusan berat yang harus dijalani Sabilah. Impiannya menjadi seorang mahasiswa harus ditundanya meladeni Afif yang berusia sepuluh tahun di atasnya. Di hari pertama menapaki r...