HARUS kuakui, dulu aku punya satu kebiasaan buruk setelah dibangunkan Ayah untuk ikut sholat subuh; beres semua prosesi ibadah kukerjakan, aku suka tepar juga melanjutkan sebentar tidurku sampai Umi akan datang membangunkan untuk bersiap ke sekolah.
Dan sekarang, aku tak tahu mengapa kejadian tersebut bisa terulang lagi saat ini. Mungkin semenjak ditinggal Kak Afif kemarin, aku banyak menghabiskan waktu pagiku untuk tidur demi tidak menumpahkan air mataku lebih banyak. Entah bagaimana juga Kak Ann bisa masuk ke rumah menggantikan peran Umi membangunkan aku untuk segera bersiap. Katanya aku akan kembali menuntut ilmu.
Aku benar-benar tidak paham maksudnya!
“Maksudnya gimana sih, Kak? Kita sogok kampus gitu biar masukin aku ke kampus mereka?” tanyaku sembari menggaruk tengkukku yang tidak gatal sama sekali.
“Oh enggak. Kamu sampai berlutut di kaki Afif pun, dia nggak akan mau keluarin uang buat jalan yang tercela gitu. Kamu pasti tahu banget kakak kamu itu nggak suka membantu siapa pun untuk menyerobot hak orang. Dia paling nggak suka hanya karena uang atau wewenang, orang bisa merebut kursi yang seharusnya diduduki oleh orang yang lebih pantas dari dia. Kamu nggak lupa itu, kan?”
Kak Ann mengembalikan ingatanku tentang manusia kaku itu, rasanya dia tidak punya cela membuat dosa secuil pun!
“Iya, Kak. Mustahil banget aku bisa lupa semua hal tentang dia. Terus apa dong maksud Kak Ann nyuruh Bilah belajar lagi? Kan sekarang Bilah juga belajar, biarpun agak lambat sih. Asal nggak telat aja, hehe,”
“Yap, itu dia. Mulai hari ini Bilah kejar pelajarannya nggak akan lambat lagi. Kak Ann udah nyariin Bilah tempat les yang bakal bantu Bilah belajar,”
Seiring terucap kalimat penawaran Kak Ann barusan, membuat lisan dan hatiku rasanya bersorak tidak mampu menutupi kebahagiaan atas apa yang kudengarkan.
“Kak Ann seriusan?!”
Aku masih tidak percaya, bahkan sampai kurogoh tubuh Kak Ann untuk memaksanya mengatakan sekali lagi.
“Iya, seriusan Bilah. Hari ini udah boleh masuk malah!”
“Masya Allaaaah, Kak Ann ...” Aku memekik tidak menyangka diikuti pelukku yang tidak ingin melepas Kak Ann rasanya.
“Ya udah Kak, aku—aku ... aku ngapain dulu nih? Aku mandi sebentar kali, ya. Abis itu, aku ... haahhh!!! Kak, aku beneran les?!” Bicaraku jadi tidak jelas mengolah segala informasi yang barusan kuperoleh.
“Serius dong. Ayo mandi sekarang! Bukunya udah Kakak siapin semua di mobil,”
“Haduh Kak makasih ... kalau gitu aku langsung mandi sekarang!” ucapku sebelum bergegas terbang menuju kamar mandi.
Tidak lebih dari sepuluh menit seluruh keperluanku di dalam kamar mandi dengan cepat kuselesaikan. Di hadapan kaca aku rasanya tidak percaya bahwa peluangku akan semakin luas menuju impian ke California.
Tidak pernah kusangka akan selancar ini loh!
Oke, baiklah, aku sudah siap.
“Kak Ann, aku udah selesai,” sahutku memasang senyum legowo. Kak Ann yang tadinya sibuk mengotak ponsel jadi tersenyum juga kepadaku.
“Yaudah yuk, berangkat sekarang!” ajaknya.
Tapi tunggu deh!
Ini yakin kita berangkat sekarang nih?
“Kak Ann ...” panggilku tanpa berpikir dua kali menghentikan langkah Kak Ann menuju ke pintu.
“Kenapa lagi, Bil?”
“Kita emang berangkatnya berdua aja? Nggak nungguin Kak Afif gitu?” tanyaku.
“Oh, Afif hari ini ketemu klien di daerah Kuningan. Jadi dia minta Pak Argan yang temenin dia ke sana, supaya aku bisa ngaterin kamu di hari pertama les,”
KAMU SEDANG MEMBACA
WEDDING AGREEMENT Putus atau Terus (End)
SpiritualRomance-a bit spiritual. Memilih menikah di usia 17 tahun mungkin menjadi putusan berat yang harus dijalani Sabilah. Impiannya menjadi seorang mahasiswa harus ditundanya meladeni Afif yang berusia sepuluh tahun di atasnya. Di hari pertama menapaki r...