Jungwon memegangi pipinya sendiri sambil tersenyum senyum sepanjang jalan pulang. Suara hangat dan halus Jay menggema berkali kali di fikirannya,
"Dek.. Adek Jungwon..,"
Begitu.
Rasanya.. sudah sangat lama nama Jungwon tidak dipanggil dengan sebegitu menyenangkannya. Dia benar benar puas dengan aji aji bulu perindu yang diberi oleh dukun itu. Walaupun dia harus merelakan hampir seluruh hartanya yang memang sudah sedikit, dan separuh kewarasannya karena bergantung pada setan. Tapi rasanya senang sekali. Jungwon tidak pernah sesenang ini setelah bertahun tahun.
"Pak, itu juga dipangkas,"
Terdengar suara seseorang dari agak jauh.
Ah.. Suara ini..
Mata Jungwon memandang jauh pada sosok yang sedang berdiri dan berbicara dengan tukang kebun yang sedang memangkas rumput. Mata Jungwon sontak menyala nyala menyiratkan kekaguman yang dalam,
Mas Heeseung..
Lantas Jungwon langsung berhenti melangkah dan memilih bersembunyi dibalik pohon pisang. Memperhatikan sosok Heeseung, kepala desanya yang sangat dikaguminya itu.
Memperhatikan bagaimana pelipis kepala desa muda itu dibasahi peluh, yang langsung membuat Jungwon membatin,
Mas andai kesampaian tak usepke riwemu..
*Mas andai kesampaian ku usapi keringatmu
Hati Jungwon tercubit kecil kala melihat hadirnya seorang perempuan, mbak Rinda yang muncul dan membawakan kopi ke depan sosok Heeseung.
Mata Jungwon meredup. Sebenarnya, Heeseung si kepala desa itu adalah orang yang memegang hatinya selama beberapa tahun ini. Tetapi dia tidak bisa mendapatkan hatinya—ah tidak tidak, bahkan tidak bisa mendekatinya. Karena, sama seperti pemandangan yang dilihat Jungwon saat ini, pemandangan mbak Rinda yang mengusapi peluh Heeseung dan Heeseung tersenyum manis, seperti yang sudah semua orang ketahui, bahwa Heeseung itu lurus. Dia nggak suka manusia yang punya cagak pohon di tubuh bagian bawahnya. Apalagi Jungwon.
Mata Jungwon mendadak berkaca kaca. Dia memilin pelan pelan ujung pakaiannya,
Mas aku seneng awakmu.. Aku ra kalah ayu karo cah wedok kuwi. Kenopo mas nggak tau ngelirik aku?
*Mas aku suka sama kamu. Aku nggak kalah cantik dari perempuan itu. Kenapa mas nggak pernah ngelirik aku?
Batin Jungwon.
Air matanya nggak sengaja jatuh setetes. Dia nggak suka lihat Heeseung yang tersenyum semanis itu kedepan wajah perempuan lonte macam Rinda. Dia mau senyum itu cuma buat dirinya. Dia pingin mendapatkan Heeseungnya. Dia cinta sama Heeseungnya, kepala desa tampan itu.
Maka Jungwon menghapus air matanya, memantapkan tekat, kalau dia harus bisa mendapatkan Heeseung, walaupun dengan cara paksa.
Dia akan pakai aji aji yang sempat dia gunakan pada Jay itu kepada Heeseung.
🗻🗻🗻
Crash-!
Jungwon memegangi tubuh ayam hitam itu yang kejang kejang, sambil mengantisipasi tetesan darah merah yang perlahan lahan keluar dari sela sela jemarinya, jatuh di nampan kecil berisi bunga bunga kuburan.
Dengan secarik kertas yang bertuliskan sebuah nama spesifik yang tadi Jungwon tuliskan dengan segenap perasaan dan air matanya, serius sekali sampai bibirnya bergetar menyebut namanya berkali kali,
"Heeseung.. Mas Ali Heeseung.. Aku sayang kamu mas.. kamu harus jadi milik aku..," Bisiknya sambil menangis. Tapi bibirnya.. senyum tuh.
"Hhah-!," Jungwon melempar mayat ayam yang sudah dibelah itu lalu mengacak acak darah di nampan itu dengan bunga bungaan nya, dan nggak lupa menenggelamkan kertas bertuliskan nama Heeseung di genangan darahnya juga.
"Mas.."
Bisik Jungwon perlahan.
🗻🗻🗻
"Mas.."
"Sayang-"
"—Hhah!,"
Heeseung terbangun, kaget. Tadi ditelinganya seperti ada yang berbisik ke dia. Suaranya.. merdu banget. Kayak.. malaikat?
Heeseung geleng geleng. Dia pikir dia udah mulai gila. Maka cowok muda yang sudah menjabat sebagai kepala desa itu bangkit dari kasurnya, dan memegangi dadanya yang mendadak deg degan.
"Haduh.. aku kenapa?," Gumam Heeseung pada diri sendiri. Lalu langsung geleng geleng untuk mengeyahkan pikiran negatif. Mengambil blangkon disamping nakasnya, lalu memasangnya di kepalanya.
Memilih bangun dan mengambil air di dapurnya. Lalu menegaknya hingga habis.
"Ack..," Heeseung memegangi kepalanya, mendadak rasanya sakit.
Kepalanya sakit, pusing, tapi entah kenapa yang dia ingat ingat malah tentang pembagian sembako besok pagi. Besok niatnya dia akan bagikan hasil desa ke beberapa warga miskin. Tapi nggak tau kenapa, rasanya dia bener bener ingin berikan sembako itu sekarang..
malam ini..
ke...
Jungwon.
Heeseung menggaruk kepalanya sendiri,
"Dia jangan jangan belum makan.. harus kasih sekarang..," Heeseung ngangguk ngangguk, "Iya.. gitu lebih baik," Bicaranya pada diri sendiri. Heeseung sendiri merasa agak aneh kenapa dia beneran pengen ngasih itu sekarang, terutama ke warganya spesifik ; Jungwon. Tapi aneh.. dia beneran pingin.
Maka, anehnya, kepala desa yang terkenal adil itu dengan sangat tidak adil benar benar keluar rumah, tengah malam hanya untuk memberikan sembako terlebih dahulu pada rumah di pojok didekat sungai.
🗻🗻🗻
tok.
tok.
Jungwon langsung tersenyum. Dia langsung bangkit dari kursinya dan membuka pintu, hanya untuk mendapati sosok kepala desanya yang datang malam malam dengan tatapan resah.
Ah, berhasil.
Batinnya. Sambil terkikik setan didalam hatinya.
🗻🗻🗻
To be continued beb 😂 Adh Adh uwon ati2 km..
Btw namanya mereka di book ini lokal ya sayang owkwok, berhubung latarnya juga kerajaaan jaman keraton. Jadi gini,
Jungwon Yangtari
Muhammad Ali Heeseung
Raden Jaya Kusumolani
KAMU SEDANG MEMBACA
Bulu Perindu √ Jaywon | [ENHYPEN]
أدب الهواة"Dek.. saya mau cium kamu. Mau cium kamu. Cium kamu..," 🗻🗻🗻 Latar Kerajaan-Keraton Jawa Diselipi sedikit bahasa Jawa untuk percakapan, tapi nggak masalah buat yang nggak paham ada translate nya kokk, tenang ~ 😚🍃 B×B shayang yg homopobic syuh~...