CHAPTER SIXTY FIVE

2.1K 189 21
                                    

Cally menghela nafas dalam memperhatikan jalan raya Miami yang masih seramai terakhir kali ia meninggalkan tempat ini. Semuanya begitu stabil dan juga terlihat tenang tanpa ketakutan.

Wanita itu membayangkan hidup setiap orang yang ia lihat dan berharap mereka bersyukur karena tidak perlu menghadapi keadaan sulit seperti apa yang ia alami saat ini.

Camila tinggal di kawasan pemukiman yang dikhususkan untuk anggota kepolisian dan juga ada beberapa tentara yang tinggal di ujung perkomplekan yang luas ini. Paman Cally merupakan satu-satunya keluarga yang dimiliki oleh Camila dan tentu saja ia tidak ingin hal buruk terjadi kepada adik perempuan semata wayangnya hanya karena masalalunya yang pernah berhadapan dengan salah satu petinggi klan mafia yang angka kriminalnya mungkin sudah cukup memuat Paman polisinya berang.

Ia harap mereka tidak terlalu mencolok hingga menarik perhatian salah satu dari penghuni di sana. Ini tidak akan menjadi hal yang mudah dan menyenangkan jika ia harus tersandung dengan anggota kepolisian di saat-saat seperti ini. Namun jika memang itu harus terjadi, maka Cally sudah mempersiapkan dirinya.

Ia sudah menyiapkan seluruh dirinya untuk hal terburuk yang dapat terjadi kepadanya.

Cally masih ingat dengan jelas letak dan bentuk rumah yang ia tinggali dulu. Mobil mereka terparkir di depan rumah tersebut dan Cally melompat turun dari mobil tersebut disusul oleh kerubunan di belakangnya. Ia melangkah meninggalkan orang-orang itu di belakangnya.

Ia yakin bahwa Camila ada di rumah tersebut maka tanpa keraguan ia langsung mengetuk pintu dan tidak berselang lama ia mendengar suara langkah dari dalam rumah tersebut. Pintu itu langsung terbuka dan Cally merasa sedikit cemas dengan cara Camila langsung membukakan pintu tanpa mengecek dari jendela atau celah di tengah bolongan pintu.

Wanita itu jauh lebih kecil darinya dan ada keterkejutan di ekspresi wajahnya pada saat ia melihat orang-orang yang berpakaian serba gelap berdiri di depan rumahnya namun ekspresi itu menghilang saat ia melihat Cally yang berdiri di baris paling depan.

"Kau membawa banyak teman kali ini," kata Camila dengan senyum lembut dan hangat menyambut Cally dan teman-teman yang berdiri di belakang punggungnya.

Cally tidak yakin apakah Camila tidak menyadari aura menyesakkan yang siap membunuh dan menggempur tempat ini namun ia tidak mengatakan apa pun karena pada saat itu, tidak ada satu pun dari mereka yang bersuara atau bergerak melakukan aksi yang tidak terpuji.

Vaughn menyapa Camila dan Gamon masih sesopan sebelumnya. Kemudian Ludo, Alice, dan Ryu. Cally tidak tahu keberadaan Eldan, pria itu sudah tidak tampak sejak saat mereka berangkat dan Cally tidak ingin terlalu memikirkan hal itu. Ia mencoba untuk tidak memikirkan hal lain. Ia harus fokus dengan apa yang ia lakukan saat ini.

Entah apa yang merasukinya, ia membawa manusia yang ingin membunuhnya masuk ke dalam tempat tinggal Camila dan Gamon.

Apakah dirinya bodoh atau... tidak berdaya.

Cally menjatuhkan tatapannya pada gundukam sofa berwarna abu-abu dari bahan beludru yang selalu menjadi tempat favoritnya dulu. Sebelum ia kembali memberanikan diri untuk menginjak dunia luar dan menjadi apa yang ia inginkan. Ia pernah menghabiskan waktu di atas sofa itu tanpa perlu takut akan hidup dan mati serta ancaman kepada keluarganya.

"Cally."

Panggilan itu membuyarkan lamunannya dan itu adalah Ludo yang entah kenapa menatapnya dengan tatapan penuh selidik.

Apa yang pria itu inginkan darinya?

"Kau menghalangi langkahku."

Setelah mendengar kalimat singkat itu dengan suara yang amat pelan sehingga tidak ada seorang pun yang dapat mendengarnya. Cally menggeser langkahnya memberi Ludo ruang untuk melewatinya dan tidak mengatakan apa pun setelahnya. Pria itu masih memperhatikannya dari ujung ekor matanya yang tidak melepaskan sedikit pun celah.

A NIGHT TO REMEMBERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang