Kota Seribu Menara

883 106 4
                                    

2 tahun bukanlah waktu yang singkat, mandiri di negeri orang haruslah punya visi misi yang kuat.

City ​​of a thousand towers, Kota Seribu Menara julukannya.

Ya, disinilah Prilly melanjutkan pendidikan serta hidupnya.

Melalui bingkai dibalik tirai, hazelnya memandang kagum hiruk pikuk kota Kairo. Lengkungan bibirnya sejalan dengan pikiran yang melayang pada objek fatamorgana nya.

Lamunannya terusik kala sepasang lengan kekar mendekap tubuh mungilnya. Tetesan dingin merambat melalui bahunya yang tak tertutup hijab seperti biasanya.

Bukan lagi fatamorgana...

"Dingiiin" rajuknya

Bukannya menjauh, Prilly malah menjadikan dada bidang sang suami sebagai sandaran tubuhnya, dan bagian itu masih saja menjadi spot favorit nya hingga saat ini. Ali pun semakin mengeratkan dekapan tangannya, merengkuh sosok bidadari nya.

"Papa dan Bunda menyerahkan semua keputusan pada kalian. Pikirkan baik-baik, jangan hanya untuk saat ini tapi juga untuk 2 tahun kedepannya"

Ali menggenggam erat tangan mungil sang istri. Dari mata, keduanya seakan-akan berkomunikasi.

Bagaimana ceritanya Ali sudah berada disamping Prilly?

.
.

Salsa memberanikan diri untuk menghubungi nomor Prilly dari bekas pesan singkat yang Ali kirimkan lewat handphone nya.

Salsa bisa merasakan apa yang sedang Prilly rasakan saat itu. Dia juga tidak mau terjadi kesalahpahaman antara ia dan Prilly. Karena jelas, Dia pun sama. Sama-sama perempuan yang tingkat kekhawatirannya melebihi 300%.

Sebelum Prilly salah paham, ia harus segera mengabarkan kondisi suaminya dan detail kejadian sebenarnya, tanpa sepengetahuan Ali tentunya.

Saat Ali tertidur, Salsa menghubungi Prilly diam-diam. Tak lama setelah itu, Prilly sudah ada disana, sendirian dengan kondisi mata sembab namun masih tetap terlihat cantik.

"Kamu Salsa, yang tadi menelpon saya kan?"

"Benar Mba"

"Dimana suami saya sekarang? Dia baik-baik saja bukan?"

"Mba Prilly tenang dulu, Ali ada didalam dia sedang istirahat. Semalaman dia pingsan, dan baru sadarkan subuh tadi. Dan sekarang Dia baru saja tidur, mungkin efek dari obat yang Dokter berikan"

Prilly melongok sedikit kedalam ruangan bercatkan putih yang pintunya sedikit terbuka itu.

"Silahkan masuk mba" Salsa menggeser tubuhnya agar Prilly dengan leluasa masuk

"Terimakasih Sal" Salsa mengangguk dan tersenyum, lantas mengikuti langkah Prilly pelan.

.
.

"Maaf ya Mba, dulu Aku pernah ingin mencelakai Mba Prilly dan Ali. Dan kalau saja bukan karena taksi yang Aku tumpangi itu mogok. Mungkin kejadiannya ngga akan jadi seperti ini"

Prilly meraih tangan Salsa, ia memberikan senyum tulusnya.

"Aku sudah memaafkan kamu, jangan lagi menyalahkan diri sendiri, semuanya sudah menjadi garis takdir. Malah harusnya, Aku yang berterima kasih sama kamu. Karena Kamu sudah menolong Mas Ali dan membawanya kesini. Dan tanpa kamu, Aku ngga akan mungkin tau bahwa suami Aku disini. Makasih ya"

"Terima kasih juga ya Mba"

Salsa tersenyum lega, karena Prilly sudah memaafkannya bahkan ia mau menerimanya sebagai sahabat. Sungguh jahatnya ia dulu karena pernah mencelakai Prilly dan ingin merebut Ali darinya.

Until JannahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang