14. Meet

473 72 0
                                    

MARVELLO

Salah ga si gue berharap lebih sama ajakan Tatyana buat ketemu di Gedung tua terbengkalai punya eyang. Gue terlalu bersemangat untuk ketemu, bahkan sampai gue menyelesaikan syuting lebih cepet dari jadwal seharusnya.

Tatyana bilang dia selesai shift jam enam dan kemungkinan sampe jam tujuh. Maka dari itu gue datang kesini dari pukul enam, karena gue gamau dia yang menunggu. Tapi, sampe pukul delapan malam, Tatyana belum dateng.

Gue pun memutuskan untuk nunggu dia setengah jam lagi, karena cuaca mendung ga memungkin kan untuk gue disini lebih lama.

Tapi sampe setengah sembilan dia belum dateng juga, karena gue khawatir dia dateng tiba-tiba saat hujan gue pun tetap menunggunya sampe jam yang ga bisa gue tahu lagi jam berapa karena handphone gue mati dan gue lupa untuk pake jam tangan.

Padahal tadi saat gue ketemu Teja, dia minta maaf atas kejadian kemarin dan bilang kalo dia dan Tatyana keadaannya lebih baik, yang membuat gue ikut seneng dengernya. Gue pun lebih seneng lagi saat Teja bilang merestui gue dan kasih tau kalau hari ini akan berakhir dengan mengejutkan untuk gue.

Apa hal mengejutkan yang di maksud gue bakal di campakan.

"Kayanya gue kena karma, gara-gara suka mainin cewe. Tapi kan gue mainin cewe jaman kuliah doang, sekarang mah gue udah tobat." Ujar gue kepada diri sendiri.

Iya, menyedihkan banget hidup gue nunggu enam jam di gedung kosong, berasa gue lagi uji nyali. Tapi emang bener uji nyali soal hati gue si.

Gue mencharger handphone, masih berharap kalau Tatyana menghubungi gue dan bener aja dia ngechat. Ternyata gue ga jadi dapet karma sekarang.

Tanpa basi-basi gue langsung nelfon dia dan bergegas balik ke gedung punya eyang. Tapi betapa terkejutnya gue ngeliat dia di depan pintu apartment, dengan keadaan basah kuyup.

"Mar—vello, ma—af." Ujarnya terbata-bata, pasti ke dinginan deh.

"Hei, ayo masuk dulu. Ngobrolnya nanti aja sekarang ganti baju dulu, lo ada baju ganti."

Dia mengeleng pelan. "Ma-af." Ujar nya lagi.

Gue pun memeluk dia. "Hei, apa yang perlu di maafin? Gue ga merasa lo bikin salah, ganti baju dulu ya? pake punya gue."

Tatyana masih diem dan ga berkutik sama sekali saat gue memeluknya. Apa dia risih ya? Dan gue pun melepaskan pelukan ini.

Tapi justru dia sekarang yang mengeratkan pelukan kita, bikin gue seneng dan gajadi untuk melepaskan pelukan ini. Bodo amat baju gue ikutan basah juga gapapa.

Hening beberapa saat, sampe tiba-tiba dia melepaskan tangannya membuat gue doang yang memeluk pinggangnya.

" Maaf, untuk semua nya." Ujar nya mendongak menatap gue.

Cup~

Anjir! Bibir gue di cium, sebentar si tapi berasa banget. Gue ngeblenk seketika.

Apa-apaan abis bikin jantung gue lari kenceng dengan gatau dirinya dia melepaskan tangan gue yang dari tadi di pinggangnya dan berbalik badan, mau kemana coba?

"Tatyana, ga gitu caranya."

Dia balik badan, memasang ekspersi bersalah. "Ma—maaf."

Hehehe lucu, kaya ketakuatan.

"Gini."

Gue pun mencium kembali bibir favorit gue ini dengan lembut tanpa menuntut apaan yang di bales dengannya.

Sekarang hal ini menjadi favorit gue dengan tangan Tatyana di leher gue dan tangan gue di pinggangnya, ga lupa bibir kita yang bertautan dengan lembut.

MARVELLOTATYANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang