9

601 177 43
                                    

Setelah didiamkan selama berjam-jam, akhirnya Haechan dan Lino dibawa keluar dari tempat yang sempit itu.

Karena takut Lino akan memberontak dan menyerang, mereka mengerahkan beberapa robot besar untuk membawa Lino. Mereka memasukan Lino ke dalam box besi besar. Sedangkan Haechan dibawa oleh penjaga biasa.

Tubuh Haechan terlihat sangat lemah. Ia tidak mempunyai tenaga yang banyak untuk berjalan, tapi dua orang penjaga yang memeganginya terus memaksa kakinya untuk berjalan.

Mereka tiba di luar markas, dan Haechan menyadari kalau ia ada di atas tembok besi yang membatasi antara markas dan hutan di sebelah barat.

Gelap, dingin, mencekam, itu yang ia rasakan saat ini. Haechan melihat ke kanan kirinya, hanya ada ia dan kedua penjaga itu saja. Sedangkan para robot-robot yang membawa box besi berisikan Lino itu tidak ada.

"Kalian...mau apain gue?" Ucap Haechan lemas.

Tanpa menjawab sepatah katapun, salah satu dari mereka mendudukan paksa Haechan lalu yang satu lagi mengambil sebuah suntikan yang didalamnya entah berisi obat apa.

"Apa...itu?" Tanya Haechan lagi.

Penjaga itu menyuntikkan nya ke leher Haechan. Haechan hanya bisa diam.

"Ini hanya dosis kecil. Mungkin kau akan berubah sekitar 3 atau 4 jam lagi." Ucap salah satu penjaga.

"Maksudnya?"

"Berhati hatilah, di sana banyak makhluk itu."

Bruk!

Mereka melempar Haechan ke hutan yang gelap itu. Setelah itu mereka berdua langsung pergi begitu saja, kembali masuk ke dalam markas.

Haechan hanya diam dibawah sana, masih syok karena tiba-tiba dilempar dari tembok setinggi 20 meter. Alhasil kaki kanan Haechan keseleo.

Badan Haechan gemeter.

"Semalem gue mimpi apa sih! Apes banget nasib gue." Haechan mengumpulkan tenaga untuk segera berdiri.

"Oiya semalem gue kan nggak tidur. Ah! Tau dah!" Kesal sendiri, Haechan pun berjalan tanpa arah.

Tanpa ia sadari, bukannya keluar dari hutan, Haechan malah semakin jauh masuk ke dalam hutan yang gelap.

|||

Samar-samar Ayen mendengar suara nyanyian dari kegelapan hutan.

"...jatuh dan tak bisa bangkit lagi..."

"Kak, denger nggak?"

"...ku tenggelam dalam lautan luka dalam...!"

"Suara orang nyanyi?"

"AKU TERSESAT DAN TAK TAU ARAH JALAN PULANG."

Tiba-tiba suara orang itu langsung ngegas.

"Kaya nggak asing.." Ucap Ayen.

"Iya."

"AKU TANPAMU...MAMA PENGEN PULANG!"

"Haechan!" Seru Bangchan dan Ayen bersamaan.

Segera mereka mendekati sumber suara dan di depan sana dan mereka berdua melihat seseorang yang berjalan tertatih-tatih.

"WOI CHAN! INI AYEN!"

Haechan yang awalnya berjalan tanpa semangat langsung merubah raut wajahnya. Ia tidak berusaha untuk berlari, karena kaki kanannya sakit jika digerakkan.

"Chan lari Chan!! Cepet Chan!" Seru Ayen.

"Nggak bisa Yen! Kaki kanan gue patah Yen!! Gue nggak tahan Yen! Gue nggak kuat! Nggak nggak nggak kuat!"

"CEPETAN DIBELAKANG LO!"

Jantung Haechan langsung dag dig dug serrr..

"BILANG KEK DARI TADI." Tanpa aba-aba Haechan segera berlari mendekati mobil yang dikendarai Bangchan.

Ayen membuka pintu mobil lebar-lebar. Menunggu Haechan agar segera masuk ke dalam mobil. Sembari mengarahkan pistol ke depan untuk melindungi Haechan agar tidak diserang makhluk mengerikan itu.

Teng! Teng! Teng!

Terdengar suara alarm dari arah barat hutan. Haechan tambah panik. Ayen antara kasian sama nahan ngakak liat Haechan lari-lari dengan kondisi kaki kanannya yang sakit.

Jarak mereka semakin dekat, Ayen mengulurkan tangan kirinya dan akhirnya Haechan dapat meraih tangannya.

"Buset Chan lo berat amat." Keluh Ayen.

"Ah berat shaming lo!"

Belum lewat satu detik Ayen menutup pintu mobil. Di depan mereka muncul sebuah dentuman yang tidak terlalu besar. Karena panik Bangchan langsung memutar balikan mobil.

"Kayanya tembakan gue tadi kena benda semacam sensor deh." Ujar Ayen.

"Di sana tempat apa sih Chan?"

"Chan?"

"Kaki gue pegel Yen, pijitin dong." Ucap Haechan yang sudah berhasil mengatur nafasnya.

"Ogah."

"Dih. Aduh! Yen ini tadi kaki gue patah Yen! Patah!"

"Kalo patah kok tadi bisa lari-lari."

"Kan panik dodol!"

Ayen pun segera memeriksa kaki Haechan.

"Nggak papa ini mah, keseleo doang."

"Masa sih, sakit banget rasanya tuh."

"Yaudah Chan, lo istirahat dulu aja." Suruh Bangchan.

"Iya kak."

Akhirnya Haechan menyandarkan kepalanya. Lelah juga setelah melewati uji nyali tadi.

30 menit berlalu. Ayen bangun dari tidurnya. Melihat ke kiri, Haechan nampak menggigil kedinginan.

"Chan? Lo kenapa?" Tanya Ayen cemas.

"Nggak tau Yen, dingin banget."

"Kak, gimana ini."

Kening Haechan ternyata sangat panas, tapi anehnya Haechan malah kedinginan dan tidak ada keringat yang membasahi wajahnya.

"Gue..baru inget Yen..."

"Kenapa?"

"Di tempat itu, mereka, nyuntik gue pake obat ga tau apa itu. Terus mereka bilang, gue bakal jadi kaya mereka Yen."

Seluruh badan Ayen dan Bangchan kaku seketika.

"Dalam waktu 4 jam, gue bakal berubah jadi mereka Yen." Ucap Haechan yang terus menggigil.

"Perjalanan ke markas mungkin butuh waktu 3 jam lebih, itu pun kalo kita nggak nyasar." Ujar Bangchan.

"Please tolong gue, gue masih pengen ketemu Nana."

Ayen melepaskan jaketnya untuk menyelimuti badan Haechan.

"GAS KAK, GUE ARAHIN JALANNYA." Seru Ayen.

"Lo inget jalannya Yen?" Tanya Bangchan.

"Nggak sih, tapi inget dikit-dikit lah. Kan kita terus jalan ke barat tadi, berarti sekarang kita kudu ke timur kan."

"Bener juga."

HALO :D

vote nya dong ayang v∆v

[2] SKZ: The Next Of The Z [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang