"Balik ke tenda yuk? Pasti mereka nungguin kita." Ajak Fiony berdiri dari duduknya.
"Bentar, aku ambil selimut dulu." Kata Ara berjalan ke lemarinya, dan mengambil selimutnya yang paling tebal.
"Ara..." Panggil Chika memasuki kamar Ara. Sontak manik mata FioRa pun tertuju padanya.
"Oh fiony juga ada disini, pantes aja tadi diluar ngga ada." Lanjutnya berjalan mendekati Ara.
"Ah iya, ini mau keluar kok. Aku duluan ya." Kata Fiony beranjak keluar dari kamar Ara.
"Kenapa kamu pergi ngga bilang bilang?." Celetuk Chika menatap Ara tak suka.
"Udah, tapi kamunya sibuk nelpon. Buktinya, kamu aja sampai ngga nyadar waktu aku lepas pelukan." Jelas Ara.
"Hehehe, ya kamu tau sendiri aku kangen banget sama vivi." Ucap Chika cengengesan.
"Heem, ayo ke tenda." Ajak Ara berjalan mendahului Chika.
"Dih? Kamu kenapa sih?." Tanya Chika menyesuaikan langkahnya dengan Ara.
"Gpp, emang aku kenapa??." Sahut Ara sekilas menatap Chika, dan kembali fokus ke depan.
"Yaitu kamu tiba tiba berubah kaya gini, perasaan tadi ngga kaya gini deh."
"Perasaan kamu aja." Langkah Ara terhenti saat Chika menahan tangannya.
"Kenapa?." Tanya Ara menoleh.
"Kamu kenapa sih ra? Ini kedua kalinya kamu kaya gini, tau gak?. Dan semua itu terjadi setelah aku nelpon sama vivi."
"Ohya? Cuma kebetulan kali." Acuh Ara membuang mukanya.
"Waktu itu sakit perut, sekarang kamu bilang cuma kebetulan?? Tatap aku ara."
"Yaudah sih, kenapa malah ributin masalah sepele kaya gini?." Kekeh Ara.
"Mungkin ini masalah sepele bagi kamu! Tapi dengan menunjukan sikap seperti itu, kamu jadi bikin aku berpikir kalo kamu itu cemburu ara!."
"Oh, keliatan ya?." Ucap Ara memelankan suaranya, namun masih bisa didengar oleh Chika.
"Maksud kamu ngomong kaya gitu apa ra? Keliatan?? Jangan bilang apa yang aku pikirkan itu benar."
"Ya chika, kamu benar. Aku cemburu, hati aku sakit seakan ada api yang menyala saat mendengar keluh kesahmu tentang rasa rindu kamu pada vivi."
"......"
"Entah caraku yang salah dalam menunjukan perasaanku padamu. Atau kamu nya yang tidak pernah peka tentang perasaanku, chika."
"......."
"Aku tau kamu hanya menganggapku sebatas teman. Dan ya, mungkin selama ini ucapanku kamu anggap sebatas omong kosong."
"Maaf ra.."
"Gausah bilang maaf, karena ini sepenuhnya salahku. Seharusnya aku tidak mencintaimu."
"Ara..."
"Sshhtt.." Ara menutup mulut Chika dengan jari manisnya. "Aku mohon lupakan semua ini, anggap saja ini semua tidak pernah terjadi. Bersikaplah seperti biasanya, dan maaf karena aku sudah mencintaimu."
Setelah mengatakan itu, Ara melanjutkan langkahnya menuruni setiap anak tangga rumahnya.
Sedangkan Chika terdiam, memandangi kepergian Ara. Bagaimana bisa Ara menyimpan perasaan padanya?. Sedangkan selama ini mereka bertingkah seperti seorang teman pada umumnya.
"Ara.." Panggilnya menghentikan langkah Ara dibawah sana.
Ara menoleh, ia memandangi Chika yang berjalan menghampirinya.