"Sebesar apa pun cinta sepasang anak manusia, jika Allah tidak mengizinkan, maka mereka tidak akan pernah bisa bersatu."
____________
Untuk seorang gadis hebat yang sangat aku kenal.
Alifia Nousha, khaifa haluk? Dengan lancangnya aku bertanya. Tapi sungguh, dari jarak yang memisahkan kita, aku hanya ingin tau kabarmu. Jika nantinya kamu memang sungkan memberi balasan, maka sampaikanlah ia lewat doamu. Biarlah nanti embun pagi atau embusan angin yang akan menyampaikan kabarmu padaku.
Kedua sudut bibir ranumnya tertarik, membentuk seulas senyum tipis yang terukir indah. Pertama, Alif tidak menyangka kalau Zulfikar mengiriminya surat, dan kertasnya, kemungkinan itu dari kertas buku yang Alif berikan. Aroma buku itu melekat kuat dalam ingatannya. Kedua, paragraf pertama surat itu terlalu manis, hingga mampu membuat darah dalam tubuhnya berdesir hebat. Nama lengkapnya tersebut di sana. Alif seperti bisa merasakan bagaimana karakter vokal Zulfikar ketika memanggilnya lembut seperti yang pernah dilakukannya. Alif melanjutkan baris setelahnya.
Alif, dari hati yang paling dalam, aku minta maaf. Tolong maafkan aku.
Senyum itu mendadak surut. Alif mengernyit bingung. Kenapa Zulfikar mengucapkan maaf padanya? Untuk apa?
Aku sepertinya tidak bisa memenuhi janjiku untuk kembali dan menikahimu.
Mata Alif melebar seketika. Jantungnya seakan berhenti berdetak detik itu juga. Kenapa … kenapa dia berkata begitu? Apa maksudnya?
Aku telah menikahi seorang gadis di desa ini demi menuntaskan misi dari Buya.
Tubuh Alif yang menegang, melemas setelah membaca kalimat lanjutannya. Dia kesulitan bernapas dengan benar, tersengal hingga butuh waktu untuk menstabilkannya. Matanya panas, sesuatu berusaha melesak keluar dari sana. Kabar macam apa ini?
Alif memejamkan matanya, lalu membukanya lagi. Dikerjapkannya berulang kali agar fokus itu kembali pada tulisan digenggamannya yang bergetar.
Aku telah mengkhianatimu, mengkhianati cinta dan rindu yang kita jaga dalam diam. Tapi Alif, aku tidak punya pilihan selain mengiakan keadaan. Sekarang, dia yang menjadi istriku, tengah mengandung penerusku. Aku tidak mungkin meninggalkan mereka demi egoku padamu. Seberat apa pun, kehidupan selalu menuntut kita untuk memilih, Alif. Dan ini adalah pilihanku.
Alif menutup mulutnya. Titik air yang hangat langsung jatuh searah gaya gravitasi. Kulit putih wajahnya memerah. Gadis itu menurunkan tangannya ke dada, mencengkeram erat baju yang menutupi bagian dalam tubuhnya yang remuk perlahan. Bibirnya kehilangan daya untuk bersuara. "Mas … kenapa?"
Kenapa? Hanya itu yang bisa lolos dari bibirnya. Sempat terpikir hal semacam ini, tapi ditepisnya karena tak mungkin Zulfikar demikian. Lalu sekarang, kenapa … kenapa malah terjadi? Bahkan Zulfikar membuat gadis itu sampai mengandung anaknya. Apakah Zulfikar sudah jatuh hati pada gadis desa itu? Apakah posisi Alif sudah tergeser dari hatinya? Atau … memang sejak awal Zulfikar tidak pernah mencintainya dan hanya dirinya yang terlalu berharap? Apakah itu artinya ... Zulfikar meminangnya hanya sebagai ucapan terima kasih karena sudah menjaga sorbannya yang berharga?
Jujur, pertemuan mereka terlalu singkat. Tentang pertemuan, tentang taaruf, tentang lamaran. Semuanya terlalu singkat untuk menumbuhkan cinta, tapi celah di hati Alif justru terbuka, memaksanya jadi rasa yang bersemayam dalam jiwa.
Lalu sisa ceritanya, yang paling lama adalah bab tentang penantian setia seorang gadis bernama Alif untuk mengembalikan sorban pada pemiliknya. Janjinya yang meminta menyimpan sorban itu kemudian terpenuhi, bersamaan dengan lamaran yang datang padanya. Dan setelah semua itu pun, Alif masih harus menunggu dan bertarung dengan ketidakpastian. Tapi kenapa? Kenapa justru akhirnya kabar mengerikan ini yang diterimanya?

KAMU SEDANG MEMBACA
JAMANIKA
Spiritual[S E L E S A I] "Urip iku urup." Falsafah itu yang mengantarkan Zulfikar, beserta kedua saudaranya, Husain dan Mirza untuk menjalankan misi di sebuah desa bernama Jamanika. Berbekal janji dari Alif---tunangannya---yang harus Zulfikar tepati, dia be...