3. Belanja

47 10 1
                                    

"Bunda, sepertinya anakmu menggila."

***

"Hati-hati ya, Pak Bimo, bawa mobilnya. Jangan ngebut-ngebut," peringat Tante Erma pada supirnya yang rambutnya sedikit sudah terlihat warna putihnya. Pak Bimo sepertinya sudah menjadi supir sejak lama dengan keluarga mereka. Dilihat dari bagaimana interaksi mereka yang sudah terlihat seperti keluarga.

Pak Bimo mengacungkan jempolnya dengan senyum lebar, meyakinkan. "Siap, Nyonya. Jangan khawatir."

Setelah itu mobil berjalan, aku sempat tersenyum pada Tante Erma dan melambaikan tangan sebelum benar-benar pergi dari sana.

"Kami pergi ya, Tante," seruku yang langsung diangguki Tante Erma dengan wajah senang.

Hening. Itulah yang terjadi setelahnya. Aku yang duduk di samping Arka, sedikit gemetar karena gugup, sungguh. Tapi, aku berusaha tenang. Sesekali melirik Arka yang ternyata tengah melihatku dengan mata memicing. Seketika aku melotot kaget.

"A-apa? Kenapa lihat-lihat?" tanyaku sedikit sewot. Ya gimana? Tahu sedang dilihat, terus kepergok lihat juga kan bikin jantung berdebar.

Alih-alih menjawab, Arka melengos mengalihkan pandangannya ke depan. Aku mengerjapkan mata beberapa kali. "Dih dikacangin, dasar!" dumelku dengan gumaman, tapi Arka mendengarnya rupanya.

"Berisik."

"Buset, padahal gue gak teriak, lho. Telinganya tajem banget dah." Aku bermonolog, takjub. Bisa-bisanya Arka bilang kalau aku berisik.

"Gue bisa denger, ya. Lo ngomongnya gak bisik-bisik, tuh." Haha, protes juga. Tapi, benarkah aku tadi gak bisik-bisik?

Aku tidak tau mau jawab apa, jadi diam sajalah. Tau rasanya dikacangin, haha.

"Eh btw, kita mau ke mana emang?" tanyaku.

Si Arka menoleh, tapi hanya sekilas. Cowok itu kembali menatap ke depan. Aku pun mendengkus sebal. Dia malah balik kacangin. Gak mau kalah banget.

"Pertanyaannya gak sulit-sulit amat padahal. Albert Einstein aja dapet seratus jawabnya, masa lo kesulitan sih?" cibirku, sengaja pancing Arka biar jawab, daripada dikacangin lagi.

"Ke mall, udah dijawab 'kan? Sekarang bisa diem?" Tuh, dijawab akhirnya. Diremehin baru aja mau jawab.

Seharusnya aku kesal karena Arka jawabnya pake nada malas, terus disuruh diem pula. Tapi, malahan aku senyum-senyum sendiri lalu mengangguk menuruti ucapan Arka untuk diam.

"Siap!"

Setelah itu aku sibuk melihat jalanan dari jendela, jadi aku tidak melihat Arka seterusnya sampai akhirnya kami sampai ke tujuan.

"Pak Bimo mau nunggu atau pergi dulu? Nanti Arka telpon kalau udah selesai," tanya Arka pada Pak Bimo yang masih di dalam mobil.

"Saya tunggu aja di parkiran, Den."

"Oh, ya sudah, Arka masuk dulu ya, Pak?"

"Iya, Den."

"Yuk!" Itu aku, berseru mengajak Arka untuk segera masuk setelah obrolan mereka selesai. Mendengar itu, wajah Arka malah menyorotku dengan tatapan aneh.

𝐒𝐢𝐧𝐲𝐚𝐥 𝐂𝐢𝐧𝐭𝐚 (𝓞𝓷 𝓖𝓸𝓲𝓷𝓰)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang