7. UKS

41 10 0
                                    

"Tiga hari yang lalu aku menginginkan hal ini, akhirnya terwujud juga."

****

Akhirnya MOS tiga hari berturut-turut telah usai. Dan sekarang hari senin, upacara pertama kami para siswa-siswi baru SMA NUSA BANGSA.

Aku datang ke sekolah hari ini tidak bersama Arka. Aku datang bersama ayah juga mas Bumi yang katanya akan magang di perusahaan ayah sebelum menjadi pegawai. Ayah tidak memberlakukan koneksi di perusahaannya, beliau benar-benar melihat bakat. Dan jelas tahu kalau putranya itu memang berbakat.

Dan sekarang, aku tidak tahu di mana Arka berada, ada di barisan mana. Karena aku datang kesiangan dan langsung berbaris di tempat asal-asalan.

Upacara dimulai. Sejauh ini masih baik-baik saja, aku masih memperlihatkan senyum semangatku. Tapi lama-lama pudar juga karena kini giliran pembina upacara yang lagi ceramah panjang lebar. Huft, bagian yang paling membosankan.

Dari kelas satu sekolah dasar, sampai sekarang, pembahasan yang paling sering kudengar adalah tentang kebersihan sekolah, kedisiplinan siswa maupun guru. Lama-lama telingaku mencret dengarnya.

Matahari terik membuat tubuhku melemas. Ah, aku baru ingat, aku kebiasaan lupa sarapan. Padahal bunda sudah menyiapkan sarapan untukku, beliau juga menyiapkan bekal untuk di sekolah. Tapi terkadang aku tidak bisa sarapan terlalu pagi karena akan terjadi panggilan alam.

Keringat mulai membanjiri kening dan pelipisku. Bahkan sekarang aku diserang rasa perih di perutku. Aku meringis, ini sangat sakit. Aku memegangi perutku dengan lemas, tubuhku sedikit membungkuk. Aku juga dapat merasakan bibirku pucat. Ah, kenapa semua tubuhku jadi sakit semua? Kepalaku juga sangat berat rasanya.

"Argh," ringisku kesakitan.

Brugh!

Bukan. Suara terjatuh itu bukan aku. Aku juga terkejut  mendengarnya. Sepertinya seseorang mendahuluiku untuk pingsan. Murid-murid lain mulai heboh karena hal itu. Aku sedikit menilik siapa orang yang membuat kehebohan itu? Dan aku dapat melihatnya yang kini tengah dibopong oleh seorang laki-laki, bukan dengan sebuah tandu.

Tapi, aku seperti mengenal perawakan tubuh laki-laki itu. Saat sedang menajamkan mata, memperjelas penglihatanku, padanganku justru memburam. Tubuhku hampir oleng jika saja laki-laki di barisan kananku menahan tubuhku.

Aku mendongak dengan mata sedikit sayu. Wajahnya jelas terlihat, lalu terkekeh sinis. "Ah, sampah masyarakat?" ujarku dan mendengar decihan dari cowok itu. Ya, cowok yang di hari pertama MOS, tepatnya sepulangnya membuat keributan denganku.

"Ikut gue," ucapnya datar. Kemudian membimbingku berjalan ke luar dari barisan dan meminta bantuan anggota PMR untuk membawaku ke UKS.

Cowok itu hendak pergi setelah menyerahkanku ke salah satu anggota PMR, tapi aku menarik tangannya, menahannya.

"Mau gak temenin gue? Gue takut sendirian," ucapku dengan suara lemas.

"Lo gak sendiri, ada anak PMR di sana, dan anak pingsan tadi."

Aku menggeleng. "Gue gak kenal mereka."

"Kita juga gak saling kenal."

"Tapi kita pernah terlibat perkelahian, lupa?"

𝐒𝐢𝐧𝐲𝐚𝐥 𝐂𝐢𝐧𝐭𝐚 (𝓞𝓷 𝓖𝓸𝓲𝓷𝓰)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang