14. Sekaleng Minuman

37 9 2
                                    

Happy Reading🦋

***

"Will you dating with me?"

Sore itu, detik itu, Arka berhasil membuatku ingin pingsan. Apa? Arka baru saja mengajakku berkencan. Jemari-jemariku kaku seketika.

Ini tidak nyata, 'kan?

"Jawab aku, Bii."

Ya Allah, suara Arka makin memberat dan rendah saja. Mana ngomongnya pake 'aku-akuan' lagi. Aku jadi ragu, kalau ini bukanlah sebuah mimpi.

"Arka, lo ... sakit?"

Saat pertanyaan itu lolos, aku mendengar kekehan kecil Arka. Lalu Arka mengacak rambutku hingga membuatnya acak-kadul. Tentu saja aku marah. Rambutku jadi seperti orang gila dibuatnya. Sekarang Arka malah terbahak keras karena aku cemberut.

"Arkaaa! Rambut gue, ck ah!"

"Gak papa, tetep cantik, kok." Satu detiknya perkataan Arka itu berhasil membuatku tersipu, tetapi setelah Arka melanjutkan ucapannya, rasanya aku ingin mencekik cowok itu.

"Soalnya lo kayak orang gila, hahaha!"

Aku mengambil ancang-ancang, memasang kuda-kuda untuk berlari. Arka juga sama. Sepertinya kami akan main kejar-kejaran sekarang. Hingga hitungan ke tiga, Arka duluan lari dan aku pun menyusul sambil menyoraki nama cowok itu dengan emosi.

Pengunjung lainnya cekikikan melihatku dengan gaya seperti anak hilang di hutan. Rambut acak-acak, muka garang, dan dress ku yang bergelombang lucu saat berlarian.

"Arka, lo diem di sana! Berenti, gue mau cekik lo, nih!"

"Hahaha, gak mau. Ngapain mendekat kalau buat dicekik, huuuu!"

"Ck, Arka! Ngambek nih."

"Ngambek aja, mang gue peduli? Wlee!"

"Beneran ngambek ini! Nanti kalo gue ngambek, gak pulang bareng lo. Gue ngilang, tersesat, terus dibegal, terus kalau sampe ditikam penjahat, gue mati. Lo mau kehilangan gue, hah?!"

Astaga, teriak sambil lari dua kali lipat ya capeknya. Aku pun berhenti lari. Napasku terengah-engah. Tubuhku sedikit membungkuk dengan kedua tangan memegang lutut sambil menetralisir degupan jantungku yang tak enak di dalam.

Oke, pertama-tama aku menarik napas panjang-panjang, dan menghelanya perlahan. Begitu tiga kali sampai napasku kembali normal. Aku berdiri tegak dan memandangi Arka yang berdiri beberapa meter dariku.

"Abii, kok lo ngomong begitu, sih?" Wajah Arka terlihat memelas, refleks bibirku tersenyum tipis.

"Gak mau, 'kan? Gak mau kehilangan gue, 'kan?"

Wajah Arka masih memelas. Lalu berkata, "Gue bebas dong? Gak perlu sibuk urusin lo?"

Ck!

Aku menggeram. Emosiku kembali menguak. Arka selalu saja membuat darahku mendidih. Aku akan mengambil seribu langkah dan mencekik beneran cowok itu, kalau dering teleponku tidak berbunyi.

Aku merogoh tas selempang dan melihat layar yang memampangkan nama si penelepon. Aku menggeser dial hijau, dan suara cewek mulai tertangkap telingaku.

"Lo gak lupa, 'kan, kalau sore ini ada kerja kelompok?"

Sontak aku menepak jidatku dengan mata melotot. "Astaga, LUPA!"

"Ck, Abii! Pantesan aja, gue pikir lo telat, udah lama nih gue nungguin sama si kaku El."

"Hah? Samuel udah di sana juga?"

"Heem, makanya sini cepet. Sebelum macan ngamuk, neh. Udah garang banget keliatannya." Ratu sedikit berbisik suaranya. Mungkin takut Samuel mendengarnya.

𝐒𝐢𝐧𝐲𝐚𝐥 𝐂𝐢𝐧𝐭𝐚 (𝓞𝓷 𝓖𝓸𝓲𝓷𝓰)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang