33. Keputusan Arka

1 1 0
                                    

Hei, Pembaca Kesayangan! Selamat membaca ya. Sorry, baru muncul✌.

***

Sudah dua minggu berlalu tanpa bersama Arka. Aku gak bisa bohong tentang perasaanku. Aku mengakui, kalau aku sulit jauh dari Arka. Apalagi berusaha buat lupain dia. Nyatanya, semakin aku berusaha, aku semakin ingin mendekatinya.

Namun, dua minggu ini aku terluka dengan sikap Arka yang acuh tak acuh padaku. Dia sepertinya melupakan aku. Melirik saja tidak pernah saat papasan.

"Huft...." Aku menghela napasku sangat berat dengan wajah gusar.

"Kenapa, Bii? Ada masalah?"

Suara berat Ben mulai terdengar. Saat ini ia duduk di sampingku, baru saja kembali dengan membawa nampan berisi makanan dan menaruhnya di atas meja.

Aku menarik tipis bibirku untuk membuat senyuman yang terasa sangat berat terangkat. Padahal, aku selalu mudah melakukannya.

"Gak papa, cuma pusing aja," kataku menggeleng. Memikirkan sikap Arka memang membuatku pusing. Aku bingung harus bagaimana menghadapinya.

"Eh? Lo sakit?" tanya Ben peduli. Dan lagi-lagi aku menggeleng.

"Cuma pusing dikit aja. Gue cuma butuh makanan. Nanti juga sembuh."

Aku melirik Ben yang menatapku dengan tatapan selidik. Dia memicingkan mata seolah-olah mencari kejujuran di mataku. Hal itu membuatku terkekeh.

"Jangan natap begitu. Gue bener-bener gak papa, Kak."

"Beneran?" tanya Ben memastikan.

Aku mengangguk yakin dan menatapnya dengan percaya diri. Menegaskan Ben bahwa aku memang baik-baik saja.

Sedetik kemudian, Ben beralih ke makanannya dan begitu juga aku.

"Kalo sakit bilang, ya."

"Buat apa?"

"Biar gue sembuhin."

Aku refleks tertawa kecil mendengar setiap ucapan Ben. Entah mengapa, itu terdengar lucu saja. Atau aku hanya ingin tertawa saja.

"Malah ketawa. Gue serius, Abii."

"Kalo sakitnya gue di sini, emangnya lo bisa sembuhin?" tanyaku. Dan Ben terdiam ketika melihatku menaruh telapak tanganku di dadaku yang terasa sesak sejak beberapa hari ini.

Beberapa detik Ben hanya terdiam dengan muka terkejut. Lalu ketika Ben menatapku, aku segera menurunkan tanganku dan kembali makan.

"Gue bercanda. Mana mungkin gue sakit kalo lo bisa sembuhin gue? Kayak waktu Ratu meninggal. Lo hibur gue, kan?" ungkapku dan membuat Ben tertegun.

Tiba-tiba Ben mengangkat jari telunjuknya dan mengarahkannya padaku dengan wajah tak santai. Dan itu membuatku merasa terkejut.

"Hei! Berani-beraninya lo sakit?"

Aku benar-benar terkejut. Suara Ben yang terdengar lantang membuat orang-orang di kantin memusatkan perhatian ke arah kami.

"H-hah? Kak—"

Ucapanku terpotong ketika Ben tiba-tiba berdiri dan berkata, "Wah, Abii! Lo bikin gue khawatir tau! Kalo sakit, ayo ke UKS!"

Aku yang kebingungan hanya pelanga-pelongo di sini. Melihat sekeliling yang memperhatikan kami dengan senyum-senyum. Pasti pikiran mereka aneh-aneh tentang kami.

"T-tapi, makanannya belom abis."

"Makannya di sana. Gue suapin, ayo!" Dan Ben berakhir menarik tanganku dan pergi ke UKS tanpa memberikanku ruang untuk menyela.

𝐒𝐢𝐧𝐲𝐚𝐥 𝐂𝐢𝐧𝐭𝐚 (𝓞𝓷 𝓖𝓸𝓲𝓷𝓰)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang