19. Terungkap

40 9 2
                                    

Happy Reading

****

Cukup dengan seporsi nasi goreng dan minyak kayu putih yang Samuel berikan, rasa mual dan pusingku membaik.

Aku masih di UKS, karena ingin istirahat sebentar. Mau tidur, tapi serem juga sendirian. Ratu dan Samuel kembali ke kelas melanjutkan pelajaran. Karena aku yang menyuruh mereka.

Kulirik jam tangan di pergelangan tanganku, sekitar lima menit lagi istirahat pertama akan tiba. Buru-buru aku melelapkan diri agar nanti saat bel masuk, sudah kembali fit.

Sepertinya perkiraanku salah, baru saja memejamkan mata, bel sudah berbunyi saja. Lalu selang beberapa detik, aku pun akhirnya terlelap.

***

Ceklek!

Kudengar suara pintu terbuka. Aku masih di posisi yang sama sejak baru terbangun karena mendengar suara itu.

Derap langkah kaki pelan semakin mendekat. Tunggu. Suara langkahnya mengarah padaku bukan, sih?

Aku menajamkan telinga. Penasaran juga. Siapa sih yang datang, kali aja orang yang sedang ada di pikiranku?

Gorden putih yang menutupi brangkar tempatku tertidur tersibak. Aku melihatnya lewat ekor mata. Namun untuk melihat siapa orangnya, aku tidak lihat dengan jelas. Tapi yang kutahu, orang itu adalah cowok.

Kudengar suara tarikan kursi dan dia duduk di sana. Hening beberapa saat. Sampai akhirnya aku mendengar suaranya.

"Abii, lo tidur?" Dia bertanya dengan suara pelan dan berat.

Oh tidak, tubuhku mendadak beku. Jantungku berdetak kencang saat mendengar suaranya. Ternyata benar, dia Arka.

Arka ... lo khawatir ya?

"Hmm, gue kecewa sama lo."

Deg.

Hah? Kecewa kenapa?

Ingin rasanya aku memekik dan langsung bicara padanya. Tapi oh tapi, aku kan lagi mode tidur. Sebentar, bisa saja aku pura-pura bangun kan? Ya, benar!

Sedetik sebelum aku melakukan yang dikatakan pikiranku, Arka berucap lagi. Dan kini, membuat hatiku mencelos.

"Sorry, Bii. Gue gak bisa tepatin janji tiga tahun lalu. Gue cinta sama cewek lain, dan jelas bukan elo orangnya." Arka berkata. Aku meremas sprai brangkar tanpa sepengetahuan Arka, tugasku hanya mendengar ucapannya dalam diam.

Mungkin jika berhadapan denganku, Arka tidak akan jujur seperti sekarang. Jadi ... Arka sungguh menganggapku tak lebih dari seorang teman.

Aku ingin menangis, sumpah! Ini rasanya sakit sekali. Tapi kenapa malah pas mau nangis, air matanya gak bisa keluar. Sakit juga di tenggorokan seperti ada kerikil nyangkut di sana.

"Gue sayang lo, sangat. Tapi bukan untuk memiliki. Gue mau kita tetep sama-sama sampai tua, tanpa ada permusuhan di antara kita. Gue gak mau kehilangan orang yang selalu ada dan berarti dalam hidup gue." Arka melanjutkan ucapannya.

Meski tidak kulihat, aku merasakan Arka kini sedang menarik sudut bibirnya. Lalu satu tangannya terangkat mengusap rambutku dengan lembut.

"Jangan sakit, gue udah beliin cokelat buat lo. Ada di tas, jangan lupa dimakan. Oh iya, hari ini jangan ketemu dulu ya. Gue lagi kesel sama lo karena gak jawab-jawab telepon dari gue."

Setelah itu, Arka pergi. Di detik itu pula, aku mengembuskan napasku panjang karena sedari tadi menahannya, ya menahan sesak di dada.

Bibirku mengerucut lalu berganti kedua sudutnya menurun, cemberut. Aku sedih.

𝐒𝐢𝐧𝐲𝐚𝐥 𝐂𝐢𝐧𝐭𝐚 (𝓞𝓷 𝓖𝓸𝓲𝓷𝓰)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang