4. Tiga Tahun

42 10 4
                                    

"Sampai ketemu di bandara pagi ini. Gue Arka Gamma Erdic, sudah merindukanmu sejak lama sampai saat ini, Abii Chynta Disa."

***

Pembukaan

Semenjak hari itu, hari di mana Arka sudah mulai menerimanya sebagai teman, Abii dan Arka sering bermain bersama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Semenjak hari itu, hari di mana Arka sudah mulai menerimanya sebagai teman, Abii dan Arka sering bermain bersama. Mumpung lagi libur panjang sebelum mereka masuk SMP. Mereka tidak sekolah di tempat yang sama. Dan hal itu membuat Abii sedikit sedih.

Dan satu lagi, hari ini adalah hari terakhir Abii bisa bertemu dengan Arka. Katanya, Arka harus ikut ke Amerika bersama Om Fandi dan bersekolah di sana dengan alasan nenek—ibu dari Om Fandi—beberapa hari yang lalu berduka atas kepergian suaminya di Amerika.

Itu lebih menyedihkan. Tidak satu SMP, tidak masalah, asalkan berpijak di tanah yang sama, di perumahan ini. Tapi, Arka malah pergi ke negeri orang.

Aku, dengan rambut tergerai, mata berair, dan memakai dress selutut berwarna baby pink, menunduk di depan mobil Om Fandi sambil melihat koper yang akan Arka bawa.

Aku menepuk-nepuk koper kuning itu dengan bibir manyun. "Beruntung ya lo, bisa dibawa Arka ke sana. Sementara gue? Hiks," ujarku pada si koper. Sangat iri dengan barang-barang milik Arka.

"Abii, Sayang." Suara Tante Erma menghentikan aktivitasku yang tengah mengobrol dengan si koper. Tante Erma melihatku dengan wajah sedih.

"Tante ... kenapa Arka harus ikut? Nanti d-di sini siapa yang mau main sama Abii?" Aku menangis, menumpahkan air mata yang menderas di pipiku sambil mengeluh pada Tante Erma.

Tante Erma hanya tersenyum. Beberapa minggu ini, kami sudah semakin dekat. Bunda dan beliau pun sudah seperti adik-kakak yang selalu saja menempel bersama.

"Jangan sedih, Cantik, nanti Arka balik juga, kok."

"Dalam waktu yang gak cepet, 'kan, Tan? Jadi, Abii bakal nunggu lama, dong?"

Tante Erma hanya tersenyum tipis sebagai jawaban, tidak tahu harus menanggapi apa, karena yang aku katakan benar adanya.

Selang dua detik, dari sini aku melihat kedatangan Arka bersama Om Fandi yang baru saja keluar dari rumah. Raut wajah Arka terkejut melihatku yang menangis, ia pun menghampiriku. Sedangkan Tante Erma langsung menghampiri Om Fandi.

Aku mendongak melihat Arka yang tersenyum hangat. Tangan cowok itu terulur menyeka sisa-sisa air mata di pipiku.

"Lo beneran mau pergi? Ninggalin gue?" tanyaku, bersamaan dengan isakan tangis.

𝐒𝐢𝐧𝐲𝐚𝐥 𝐂𝐢𝐧𝐭𝐚 (𝓞𝓷 𝓖𝓸𝓲𝓷𝓰)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang