16. Celaka!

34 9 0
                                    

Happy Reading

***

16. Celaka!

"Manusia memang suka begitu. Plin-plan. Suka bikin bingung. Nanti maunya ini, nanti maunya itu. Sama kayak lo!"

Sepulangnya, Arka langsung kembali ke rumah setelah mengantarku ke kamar untuk istirahat. Mas Bumi, Bunda, Ayah, belum pulang. Aku sendiri di sini. Aku juga kepikiran Bunda. Belakangan ini bunda sibuk sekali sampai jarang di rumah. Padahal aku udah kangen sama bunda.

Tok! Tok! Tok!

Baru saja aku menarik selimut dan hendak istirahat sebentar, suara ketukan pintu mengurungkan hal itu. Aku turun dari kasur dan membuka pintu. Hal pertama yang kulihat adalah, wajah tampan Arka yang tersenyum hangat di depan kamarku.

Aku terdiam. Memandangi wajah itu dan tak bosan-bosannya memuji ciptaan Tuhan yang satu ini.

"Arka? Kenapa?" tanyaku heran.

Arka kemudian mengangkat satu kantong plastik hitam. "Gue ada sesuatu buat lo," katanya.

Arka menyerahkan plastik itu padaku dan kuambil. Aku memicing pada Arka. Pura-pura menaruh curiga padanya. "Isinya gak aneh-aneh kan?"

"Astagfirullah, suudzonan mulu."

Aku terkekeh. "Ya kali aja isinya bangkai bayi tikus, racun gajah, atau rubah kan?" kataku asal. Arka mengelus dada mendengarnya, lalu bergidik ngeri.

"Serem-serem juga pikiran lo, Bii. Kalau penasaran liat dong isinya biar gak suudzonan mulu."

Aku menuruti perkataan Arka. Membukanya dan langsung terkejut dan tertegun karena isinya....

"Cokelat, es krim, permen, bolu cokelat, dan ... roti cokelat?" Aku menyebutkan semua isinya dengan nada tak percaya.

Aku melotot tak percaya pada Arka. "Hiks, terharu."

"Haha, terharu kan lo .... Gue emang hapal kesukaan lo." Arka berkata dengan bangga.

"Mau bikin gue sakit gigi ya?"

"Hah?"

"Manis-manis dan kebanyakan cokelat. Gigi gue langsung ngilu tau. Emang ngapain bawa beginian, sih?" Aku berusaha menahan tawa melihat ekspresi Arka yang kebingungan.

"Lo gak suka ya? Padahal itu gue beli biar bantu lo baikan. Katanya hati lo butuh istirahat, makanya gue beliin makanan kesukaan lo. Lo juga lemes, siapa tau makan cokelat bisa fit lagi. Es krim juga tuh, kemarin lo jingkrak-jingkrak gue beliin es krim. Lo udah gak suka itu semua? Mau gue beliin yang lain? Sebut aja sebut."

Aku tak bisa menahan tawa. Aku mengakak karena Arka dengan sok songongnya mengatakan 'sebut aja sebut'. Mentang-mentang dompetnya tebel kali ya.

"Hahahah, duit banyak ya, Bos? Boleh dong lengkapin kesukaan gue yang ketinggalan satu."

"Hah? Ada yang kelupaan gue beli yah?" tanya Arka dengan mata membulat lucu.

Aku mengangguk. "Martabak." Setelah mengatakan satu kata itu, wajah Arka langsung berseri. Arka menepuk jidatnya dan tertawa.

"Makanan paling penting gue lupain, astaga!" serunya membuatku tertawa lagi.

"Ya udah, tungguin ya, gue pergi beliin martabaknya."

"Iya, siap! Jangan lupa ngebutnya pelan-pelan ya, Arka, hihi."

"Bego, ngebut pelan-pelan!" Arka tertawa sambil mengatakannya. Kemudian cowok itu dadah-dadah dan pergi membeli martabak.

Kelakuan Arka yang seperti ini membuatku berkhayal jadinya. Bayangin kalau aku dan Arka sudah berumah tangga dan sekarang aku lagi ngidam. Arka dengan siap kapan pun dan di mana pun gerak cepat untuk mengabulkannya. Aduh, apa-apaan sih isi pikiranku ini. Katanya mau istirahat. Tapi, ya gimana ... kalau kelakuan Arka begini terus, yang ada hati aku ketar-ketir lagi dan lupa buat istirahat dulu.

𝐒𝐢𝐧𝐲𝐚𝐥 𝐂𝐢𝐧𝐭𝐚 (𝓞𝓷 𝓖𝓸𝓲𝓷𝓰)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang