"Autumn Is A Mellow Season"

696 81 5
                                    

Dia berjalan tergesa melewati jalanan basah. Angin dingin yang bertiup membuatnya membenamkan beanie hitamnya lebih dalam. Bayangan cahaya terang dan hangat heater, bercampur dengan bau literatur tua membuatnya semakin bergegas.

Tak sabar ingin keluar dari dinginnya cuaca yang tak bersahabat.

Ini adalah musim gugur ketiganya di negara ini. Musim gugur pertamanya dilalui dengan merindukan orang yang dikasihinya. Musim gugur keduanya dihabiskan dengan setengah mati menyibukkan diri agar tak tergoda untuk memesan tiket dan berlari pulang ke pelukan hangat kekasih yang dia tinggalkan.

Namun kali ini... Kerinduannya itu seolah mencemoohnya tanpa ampun. Tak pernah dia sangka akan sesakit ini menyadari saat dia berbalik, tak ada lagi dirinya yang menanti dengan tangan terbuka. Tak ada pesan penyemangat yang menunggu dibuka di handphone-nya.

Bahkan angan-angan melihat salju beberapa waktu ke depan tak berhasil membuatnya sedikit saja merasa bahagia.

Harusnya dia merasa senang... Harusnya dia merasa lega...

'Bukankah ini yang kau mau? Bukankah ini yang kau minta?! Kau memintanya untuk tak menunggumu! Kau memintanya untuk bahagia walau tanpa dirimu!
H
Dan sekarang saat semua itu benar terjadi... Saat bahkan hingga terakhir kalinya dia mengabulkan keinginanmu... Bahagiakah kau Sing? Bahagiakah kau?!' monolognya dalam hati.

"Shiaaaa... Ini sungguh menyakitkan!!" serunya di tengah trotoar membuat beberapa pejalan kaki menoleh ke arahnya.

Foto itu mengejeknya. Foto pria manis itu dalam pelukan seorang pria yang dia kenal betul. Singto beberapa kali bekerja bersamanya. Dan dia tahu betul pendapat seorang Godt Itthipat tentang kekasihnya itu.

Dua tahun lebih 2 bulan sejak terakhir mereka bertemu. Hampir satu tahun sejak terakhir dia berkirim kabar dengan pria itu. Sejak kecelakaan itu, sejak pesan terakhir yang diacuhkan Singto waktu itu, Krist tak lagi bicara dengannya. Pesannya hanya dibaca tanpa balasan.

Dia hanya memghubungi Jane beberapa kali untuk mengetahui kabar Krist yang terbaru. Dan walau setiap kalinya Jane kesal dan mengomelinya, Singto masih melakukannya.

Semalam Jane mengirim sesuatu. Sebuah foto yang membuatnya tak bisa tidur semalaman.

'Dia bahagia... Tanpa dirimu Singto. At least dia bahagia...' batinnya menghibur diri.

Pintu perpustakaan terbuka mengirim gelombang kehangatan. Paling tidak, sekarang dia ada di tempat yang hangat.

"Singto! Where have you been? We have waiting for you... Let's go!" sapa salah satu temannya yang memang telah berjanji akan belajar kelompok.

Wanita itu berjalan di depannya, jelas-jelas berharap Singto akan mengikutinya. Namun pandangannya berputar.

Singto meraih sesuatu untuk berpegang tapi tak ada apapun yang teraih. Pria itu ambruk di selasar perpustakaan dan membuat panik beberapa orang yang berada disana.

***

Sebuah remasan di bahunya membuat Krist melepas headset dan berbalik di kursi putarnya.

"Ini sudah malam... Apa kau tak ingin beristirahat?" tanya pria itu lembut.

Krist menatap Godt dan tersenyum kepadanya. Dia tak menyadari pria itu masih ada disini. Sudah 2 jam sejak dia meninggalkan pria itu untuk mengerjakan sesuatu di studionya. Dia sedikit terkejut mendapati pria itu tinggal selama itu, meski dia tak bisa menemaninya.

"Jangan melihatku begitu! Aku juga mempelajari skenarioku..." sahutnya,

Khor tut na...

"Me ben rai... Tapi ini sudah jam 11. Kau tak mau tidur sekarang?" tanyanya lagi, sembari menunjuk ke jam dinding.

Voice Of Soul (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang