"Hurting or Hurted"

555 57 22
                                    

Krist membuka mata perlahan merasakan gerakan di sampingnya. Dia bisa melihat bagaimana Singto berhati-hati bangun dari tempat tidur. Gerakannya sedikit kaku dan tak terburu-buru.

Saat dia menoleh ke arahnya, Krist kembali memejamkan mata, bersikap seolah dia belum terbangun dan tak melihat apapun. Dia masih belum siap untuk bicara dengan Singto setelah apa yang terjadi semalam.

Pria itu berjalan perlahan ke kamar mandi yang ada di dalam kamar. Suara pintu yang tertutup pelan akhirnya membuat Krist membuka mata.

Dia berguling ke samping dan tangannya membelai tempat kosong, dimana sesaat sebelumnya Singto berbaring bersamanya. Tempat tidurnya masih terasa hangat.

Krist kembali memejamkan mata dan memutar balik adegan yang terjadi semalam.

Bagaimana Singto meminta, memohon agar Krist memasuki tubuhnya. Bagaimana erangan sensual dan pekikan itu menggema.

Krist tahu sekali lagi dia kehilangan kontrol dirinya di tengah percintaan panas mereka.

Dia ingat bagaimana tangannya melingkari batang leher Singto. Tangannya yang putih ada di atas kulit tan Singto yang lebih gelap. Punggung yang melengkung dan pantat membulat yang memerah karena cengkraman dan tamparan. Bagaimana kepalanya menengadah saat Krist membuatnya menggapai puncak kenikmatannya.

Dan walau setelah semua itu, Singto masih memintanya kembali.

'Apa kau gila Phi? Dengan kemarahan dan rasa sakit yang kualami karenamu, aku bisa membunuhmu di tengah semua itu.

Tapi kau malah membiarkanku memegang kendali dan menghancurkan tubuhmu!' batinnya.

Sementara itu di dalam kamar mandi, Singto membungkukkan badan di bawah guyuran air hangat. Dia membiarkan punggung dan pinggulnya yang nyeri lebih relaks karena pijatan air panas. Dia bisa merasakan lelehan sperma keluar dari tubuhnya karena semalam dia hampir jatuh tak sadarkan diri saat Krist memuntahkan hasratnya untuk ketiga kalinya dalam semalam.

Singto tahu apa yang akan dia dapat saat dia menawarkan diri menjadi bottom bagi Krist. Pria itu selalu menjadi orang lain saat bersikap dominan dalam seks. Dia melupakan segala batasan dan meluapkan semua emosi dalam dirinya.

Baginya, pinggulnya yang memar dan pegal bukan apa-apa dibandingkan merasakan emosi mentah yang selama ini ditahan oleh Krist. Pria itu mencekiknya, menampar, menjambak dan menyiksanya secara seksual. Dan kini tubuhnya menanggung semua rasa sakit itu. Namun dia tak menyesal.

'Tidak sama sekali!' batinnya tegas.

Dia membuka lemari kecil di dalam kamar mandi dan menemukan tube obat, mengobati tubuhnya. Dia juga melihat salep memar disana dan mengamati jejak percintaan mereka semalam, Singto menggeleng pelan dan meletakkannya kembali.

Saat dia keluar dari kamar mandi, Krist telah duduk di tepi tempat tidur dan mengenakan boxer yang semalam terlempar entah kemana.

"Kau sudah bangun? Aku harus kembali ke condo. Kalau kau masih punya waktu, sebaiknya kau tidur lagi. Aku bisa memanggil taksi dan keluar sendiri..." katanya.

Langkah Singto terhenti saat Krist menahan pergelangan tangannya.

"Alai na?"

Dengan perlahan Krist meraih ikatan handuknya dan menariknya lepas, membuat pria itu berdiri telanjang bulat di depannya.

"Krist apa yang..." Singto membeku saat jemari Krist menyentuh salah satu memar di pinggulnya, nyeri tumpul membuatnya mendesis pelan,

'Dia mencemaskanku...' batinnya senang,

Voice Of Soul (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang