Bab 4

245 14 0
                                        


Bab 4

Yohan (Sekitar awal tahun 1954 . Jam tidak diketahui . Kejadian sekitar pagi hari. Ruang tamu)

Cuaca sedang mendung di luar rumah.

Ruangan tamu terlihat agak gelap.

Penerangan hanya berasal dari cahaya matahari pucat yang masuk melalui celah bagian atap rumah yang berlubang.

Tembok di ruang tamu ini sudah mulai terlihat agak tidak terawat.

Cat di dindingnya berwarna putih kekuning-kuningan.

Ada beberapa bagian cat yang sudah mengelupas di sana sini.

Di ruangan tamu, terdapat altar penyembahan yang agak tinggi ukurannya , menempel di dinding , yang diatasnya berdiri 3 patung "dewa pelindung keluarga" yang dipuja dan diberikan sesaji oleh keluarga Yohan setiap pagi dan malam hari.

Aroma asap "hio" (Dupa) dan kemenyan tercium semerbak di bagian ruang tamu ini.

Aroma yang seringkali menjadi sangat pekat tanpa sebab yang jelas , dan menyebabkan mata semua orang yang berada disana menjadi perih dan mengeluarkan air mata.

Ayah dari Yohan , Husin yang berbadan agak besar dan memiliki suara yang lantang , sedang berdebat dengan adik - adiknya di ruang makan , mengenai apa yang harus dilakukan terhadap kondisi perusahaan – perusahaan peninggalan ayah mereka.

Mereka saling membentak dan mencaci maki satu sama lain.

Tidak ada yang rela disalahkan terhadap kondisi perusahaan-perusahaan tersebut yang menurun drastis.

Yohan dan beberapa saudara sepupunya yang kala itu masih kecil umurnya, sedang menguping pembicaraan mereka dari bagian pinggir ruang makan.

Husin yang tidak sengaja melihat mereka, langsung berdiri dan mengusir mereka semua ke arah ruang tamu yang agak gelap.

Mereka semua berlari ke arah ruang tamu.

Mereka akhirnya memutuskan untuk duduk di atas ubin ruang tamu yang berdebu dan dingin.

Yohan yang kala itu masih berumur sekitar 6 tahun dan berperawakan sangat kurus , mengajak sepupu-sepupunya untuk bermain kelereng di ruang tamu.

Yohan sambil bermain kelereng , bercerita kepada sepupu-sepupunya mengenai kisah yang diberitahukan oleh salah satu pembantu rumah keluarga Yohan yang sudah sangat tua umurnya, tentang kejadian mengerikan yang terjadi puluhan tahun yang lalu dimana ketika rumah ini dibangun, salah satu tukang bagian pemasangan atap rumah , "kehilangan" anaknya di dalam rumah ini (Lihat Bab 2).

Semua sepupu Yohan menjadi merinding ketakutan.

Ruang tamu itu seakan-akan menjadi lebih gelap dari sebelumnya.

Mereka semua terdiam ketakutan sambil tetap bermain kelereng.

Salah satu sepupu dari Yohan yang paling gendut badannya , secara tidak sengaja melemparkan kelereng nya terlalu jauh sehingga kelereng itu menggelinding masuk ke dalam bagian kolong lemari tua , di bagian ujung ruang tamu yang lebih gelap , dimana orang tua Yohan biasanya menempatkan dupa dan kemenyan di sana.

Anak itu langsung menutup mulutnya , sebagai tanda bahwa Ia merasa kaget dan ketakutan.

Semua anak-anak tidak ada yang berani mengambil kembali kelereng tersebut , hingga akhirnya Yohan bersedia mengambilnya dari dalam kolong lemari tua tersebut.

Ia pelan-pelan berjalan ke arah lemari tua itu.

Perlahan-lahan , Ia menengokkan kepalanya ke bagian kolong lemari tua yang berbau seperti kotoran tikus dan binatang-binatang kotor lainnya.

Yohan melihat ada 1 buah kelereng di dalam kolong lemari tua itu.

Ternyata letak kelereng itu terlalu jauh di dalam kolong lemari tua.

Ia mencoba memasukkan tangannya ke dalam kolong lemari tua itu.

Namun tangannya tidak sampai.

Dia berteriak memanggil pembantu rumahnya untuk mengambilkan kelereng itu dari dalam kolong lemari tua.

Tetapi tidak ada pembantu rumah yang menjawab panggilannya.

Sekali lagi dia mencoba mengambil kelereng itu dari dalam kolong lemari tua.

Tiba-tiba ada yang menyentuh tangannya.

Dingin. Kasar. Lembap.

Ia langsung menarik tangannya dari bagian dalam kolong lemari tua itu dan berteriak keras.

Semua sepupu nya melihat ke arahnya dengan ketakutan.

Ia melihat tangannya ada bekas jari-jari berwarna abu-abu kotor.

Tiba-tiba kelereng itu menggelinding keluar dari dalam kolong lemari tua dan terdengar suara sesuatu yang tertawa terkekeh-kekeh dari dalam kolong lemari tua itu.

Yohan cepat-cepat mengambilnya dan berlari menuju ke tempat sepupu-sepupunya yang sedang duduk dan memperhatikannya.

Semua anak-anak kembali bermain kelereng.

Yohan masih merasa jantungnya berdegup dengan kencang.

Tangannya yang tadi dimasukkan ke dalam kolong lemari tua itu terlihat memar dan terasa ngilu , seperti baru saja kejatuhan sesuatu yang berat.

Saat sedang memperhatikan tangannya, Yohan mendengar ada suara seperti atap rumah yang bergoyang-goyang terkena angin.

Ia menengadahkan wajahnya ke atas , ke bagian atap rumah yang berlubang.

Yohan melihat ada sepasang kaki sosok anak kecil yang sedang bergelantungan di bagian atap rumah yang berlubang.

Sepasang kaki itu pucat sekali warnanya.

Bergelantungan dengan riang.

Yohan menengadahkan wajahnya lebih ke atas lagi.

Ia bisa melihat badan anak itu telanjang berwarna pucat dan kepalanya...berwarna hitam.

Hitam sekali warna wajahnya.

Ternyata warna hitam itu adalah warna rambut anak itu.

Ternyata kepala anak itu terpuntir ke belakang.

Rumah 9 HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang