Bab 2

341 15 0
                                    


Bab 2

Pak X

(Nama Tukang tidak diketahui. Sekitar tahun 1890an . Jam tidak diketahui. Perkiraan kejadian di sore hari. Bagian bumbungan atas rumah. Hanya rekaan dari cerita – cerita yang kebenarannya masih simpang siur).

Hari pertama Pak X bergabung dengan para tukang yang membangun Rumah 9 Hujan ini, Pak X banyak diberitahu oleh para tukang lainnya mengenai kejadian-kejadian janggal yang dialami oleh mereka di tempat ini.

Tetapi tidak ada satu pun cerita atau kejadian yang diceritakan tersebut , yang benar-benar bisa menakuti Pak X.

Sebenarnya , Pak X memiliki sedikit rasa takut di dalam hatinya, tetapi dia berpikir toh kerjanya nggak sampai malam hari dan dia tidak pernah mengalami kejadian-kejadian janggal sebelumnya selama 40 tahun lebih hidup nya di dunia ini.

Hari kedua puluh sekian sejak Pak X bergabung membangun rumah ini, salah satu tukang tiba-tiba kehilangan palu.

Hari kelima puluh sekian sejak Pak X bergabung membangun rumah ini, makanan bekalnya tiba-tiba menjadi busuk tanpa sebab yang jelas.

Hari keseratus sekian sejak Pak X bergabung membangun rumah ini, tangga kayu berukuran tinggi (Ondo) yang letaknya bersandar di salah satu dinding rumah ini, tiba-tiba jatuh menimpa kepala seorang tukang, tanpa ada angin atau dorongan dari manusia maupun hewan satu pun.

Hari kedua ratus sekian sejak Pak X bergabung membangun rumah ini, salah satu tukang mendengar ada suara anak kecil di dalam tanah.

Tukang tersebut menggali tanah itu dengan menggunakan tangan kosong , sehingga bagian dalam kuku-kuku jarinya berdarah – darah.

Tidak ditemukan apa-apa di dalam tanah.

Tukang tersebut wajahnya tiba-tiba menjadi pucat pasi dan Ia langsung berlari meninggalkan tempat tersebut.

Itu adalah kali terakhir Pak X bertemu dengan tukang tersebut.

Hari ketiga ratus sekian sejak Pak X bergabung membangun rumah ini, pak wakil mandor yang bertubuh besar , tiba-tiba berteriak "Ampuunnnn!!!" dan setelah itu mengalami kejang-kejang , sehingga Ia langsung dibawa ke masjid yang dekat letaknya dengan rumah ini oleh para tukang, karena Ia diduga megalami kesurupan.

Keesokan harinya, pak wakil mandor bekerja dengan normal tanpa ada ingatan sedikit pun mengenai kejadian yg menimpanya kemarin.

Hari terakhir membangun Rumah 9 Hujan ini, Pak X mengajak anaknya untuk menemaninya memasang atap di bagian bumbungan rumah.

Anaknya masih berumur sekitar 7 atau 8 tahun.

Sore itu, semua tukang sudah selesai mengerjakan pekerjaannya masing-masing dan sudah meninggalkan lokasi rumah ini.

Pak X dan anak laki-lakinya masih duduk-duduk di atas bumbungan rumah/atap.

Pak X menghela nafasnya sambil menghembuskan asap rokok dari dalam bibirnya

Anak laki-lakinya hanya terdiam memandangi pemandangan rumah-rumah di bawahnya yang tertimpa cahaya matahari sore yang berwarna kuning pucat.

Pak X tiba-tiba mendengar suara sayup sayup seorang perempuan menyanyikan lagu tradisional Jawa dari dalam salah satu ruangan di bagian belakang rumah ini.

Ia melemparkan puntung rokoknya ke atas atap rumah sebelah.

Pak X meminta anak laki-lakinya untuk tetap duduk di bagian atap , karena dia ingin memeriksa apakah masih ada tukang lain yang berada di dalam rumah ini , yang seharusnya sudah kosong dari sejak satu jam yang lalu.

Ia segera menuruni tangga kayu panjang (Ondo) ke bawah , dan berjalan masuk ke dalam area rumah.

Pak X berjalan perlahan-lahan sambil memeriksa seluruh ruangan.

Ia tidak menemukan ada siapa-siapa di dalam rumah ini.

"Aneh sekali ini. Suara lagu tradisional Jawa dari mana yang tadi saya dengar?", tanyanya di dalam hati.

Ia memutuskan untuk kembali ke bagian atap rumah dan menemani anaknya disana.

Ketika Pak X berjalan menuju ke tangga kayu panjang(Ondo) yang mengarah ke atap, tiba-tiba Ia mendengar ada suara perempuan yang berbisik di bagian belakang kepalanya "Bocah lanangmu arep takjupuk"(Anak laki-lakimu akan kuambil).

Pak X menoleh ke arah samping kanan dan kirinya.

Tidak ada siapa-siapa di sana.

Jantungnya berdegup sangat kencang.

Ia tiba-tiba menyadari bahwa anaknya sedang dalam bahaya.

Pak X langsung berlari ke arah ondo, namun tangga kayu tersebut sudah terjatuh ke atas ubin.

Pak X menengadahkan wajahnya ke atas untuk melihat anaknya.

Tiba-tiba, anak laki-lakinya itu terjatuh ke atas permukaan ubin rumah dengan cepat dan keras sekali dari arah atap rumah.

Anak itu bersimbah darah dan posisi kaki-kakinya tertekuk ke arah yang tidak wajar.

Pak X berteriak keras menangisi anaknya yang telah tergeletak kaku di atas permukaan lantai.

Anaknya tewas di dalam rumah ini.

Pak X memeluk jasad anaknya sambil menangis meraung-raung.

Tiba-tiba , Ia mendengar ada suara dengusan nafas yang berat dari arah atap rumah.

Pak X menengadahkan wajahnya ke atas dan melihat bahwa ada sosok pak wakil mandor yang sedang berdiri di atap rumah.

Wajahnya pucat pasi.

Bibirnya menutup erat dan berwarna kebiru-biruan.

Tidak ada senyuman di bibirnya.

Pak X baru menyadari bahwa pak wakil mandor lah yang mendorong anaknya jatuh ke bawah.

Pak wakil mandor memandangi wajah Pak X dengan tatapan mata yang kosong , tanpa berkedip.

Bola matanya berwarna kemerahan.

Tatapannya terasa sangat mengerikan dan dingin.

Badannya berdiri tegap.

Bajunya terlihat tidak rapi.

Ada noda kekuning-kuningan di bagian leher bajunya.

Seperti bekas muntahan yang mengering.

Pak wakil mandor tiba-tiba melompat dan menjatuhkan dirinya ke bawah dengan cepat.

Bunyi ketika tubuhnya jatuh menghantam permukaan lantai rumah , sangat keras sekali , sehingga membuat Pak X tersentak kaget.

Isi kepala dan darah pak wakil kepala mandor itu tercecer di permukaan ubin, di depan Pak X yang sedang berdiri terdiam&terpaku.

Matanya masih melihat kosong ke arah Pak X tanpa berkedip.

Rumah 9 HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang