Bab 23

94 7 0
                                    


Bab 23

Sarmitun , Sarinten , dan Sunarti (24 Desember tahun 1991 . Jam 19:00 . Dekat lorong bagian luar rumah)

Seluruh anggota keluarga Yohan sedang pergi ke gereja untuk merayakan malam Natal , sejak sore tadi.

Tidak ada siapa-siapa di dalam bangunan rumah tempat tinggal utama.

Para pembantu rumah , Sarmitun , Sarinten , dan Sunarti ; memilih untuk berkumpul di depan ruang dapur rumah dan dekat sumur tua , karena mereka sudah selesai membersihkan seluruh sudut rumah.

Sekitar jam 7 malam , mereka sedang bercengkerama sambil memakan rujak uleg yang mereka buat sore tadi.

Hujan turun deras sekali malam itu.

Di bawah cahaya lampu ruang dapur yang remang-remang , mereka saling bertukar cerita mengenai hal-hal aneh yang pernah mereka alami dan yang mereka dengar pernah terjadi di dalam rumah ini.

Sarmitun yang sudah berumur sekitar 50an tahun , pernah kehilangan cincinnya saat mandi dan tiba-tiba menemukannya di dekat sumur tua.

Sarinten yang berperawakan bongsor , pernah mendengar suara anak kecil menangis di dekat ruang tidur mereka.

Sunarti yang berambut dan bertubuh pendek , pernah melihat bayangan berwarna putih terbang ke arah gudang belakang rumah.

Mereka semua merasa merinding karena cerita-cerita menakutkan itu dan hawa yang dingin akibat hujan lebat di luar rumah.

Tiba-tiba , ada suara petir yang sangat keras dan membuat listrik rumah ini padam.

Mereka berteriak kaget dan ketakutan.

Di tengah kegelapan , Sarmitun yang paling tua diantara mereka bertiga , menggambil lampu gas di ruang dapur dan menyalakannya.

Sekilas Ia melihat ada sosok anak kecil berlari dari dalam ruang dapur menuju ke bagian gudang depan rumah.

Sarmitun mengganggap bahwa itu mungkin hanya bayangan dari lampu gas saja.

Sarinten yang berbadan paling gendut diantara mereka bertiga , tetap melanjutkan menyantap rujak uleg itu tanpa peduli listrik di dalam rumah ini yang sedang padam.

Sunarti yang paling muda diantara mereka bertiga , duduk meringkuk di dekat Sariten , karena kedinginan dan merasa takut.

Mereka melanjutkan pembicaraan mereka dengan bersenda gurau dan saling menggoda satu sama lain.

Listrik rumah baru saja menyala lagi , ketika mereka mendengar ada suara Harini memanggil-manggil dari bagian luar pintu depan rumah ,

"Ndhuk , bukakno pintu'e..." (Mbak, tolong bukakan pintunya).

Sarmitun langsung menjawab ,

"Lho, Yokde kok cepet men wes moleh?" (Lho, Nyonya Besar kok cepat sekali sudah pulang?).

Sunarti menanggapi ,

"Udan deres, acara gerejo'e bubar be'e" (Hujan deras , acara gerejanya langsung selesai mungkin).

Terdengar suara Harini berteriak lagi dan ada suara ketukan-ketukan yang keras di pintu depan rumah , "Bukakno pintu'e..." (Bukakan pintunya).

Sarinten langsung mendorong Sarmitun sambil berkata , "Tun, ayo ndang bukakno lawang'e to" (Tun, ayo cepat bukakan pintunya).

Sarmitun menjawab ,

"Kancanono aku po'o, Ten. Wedi aku. Peteng nang njobo'e omah" (Tolong temani saya, Ten. Saya takut. Gelap di luarnya rumah).

Rumah 9 HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang