🌼 Tidak Muncul 🌼

553 107 0
                                    

•

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Yang dikejar pergi, yang dinanti-nanti tak kunjung menghampiri."

•••

    Langit-langit ruangan berwarna putih—hal pertama yang Paras lihat ketika membuka mata. Paras menoleh ke samping, mendapati Wira yang tidur di sofa tidak jauh darinya.

   Paras menghela napas, menatap infus yang terpasang di tangan kanannya, kemudian beralih pada pintu yang terbuka. Nimas Muncul dari luar, menenteng keresek plastik berisi makanan dan minuman.

  "Eh, udah bangun, Sayang?" Wanita itu berjalan senang mendekati putrinya.

   "Udah, Ma," jawab Paras serak. Tenggorokannya sakit.

   Nimas menyodorkan segelas air mineral di atas nakas, membantu anaknya minum dengan membimbingnya duduk bersandar pada kepala brankar. "Habis ini biar diperiksa Dokter Megan, ya, tapi sebelumnya makan dulu. Semalem kamu muntah banyak. Mama beliin makanan, makanan dari rumah sakit datengnya nanti. Kamu juga nggak suka, 'kan?"

   Paras mengangguk, mengiyakan. "Mama Papa nggak kerja?"

   "Papa kerja." Nimas menilik jam dinding, Paras mengikutinya. "Nanti jam 7."

   "Mama?"

   "Emmm." Nimas menimbang sesuatu, mengusap surai Paras lembut. "Iya, kerja. Nanti agak siangan sambil ngurus surat resign."

   "Resign?"

   "Ya. Mau berhenti dari kerjaan Mama."

   "Kenapa?"

   "Karena kamu." Nimas duduk di samping Paras, memberi Paras makanan sehat yang dia beli di bawah, menyiapkannya untuk Paras. "Mama pikir Papa kamu bener, resign adalah jalan terbaik. Selama ini Mama terlalu mentingin kerjaan."

   "Tapi di rumah sakit banyak yang butuh bantuan Mama."

   Nimas menyodorkan sendoknya pada Paras. "Tapi kan banyak juga dokter muda yang siap gantiin Mama."

   Paras termenung. "Mama nggak nyesel?"

  "Enggak. Buat apa?" Nimas mengusap surai Paras, "Mama mau perbaiki semuanya. Mama mau kamu sembuh."

   Paras terhenyak. "Paras seneng Mama mau resign demi ngurus Paras, tapi rumah sakit ...."

   Nimas tersenyum. "Dokter lain juga sebenernya pernah nyaranin itu ke Mama. Jadi kamu tenang aja. Ini udah Mama pikirin mateng-mateng. Jauh sebelum kamu di sini. Cuma karena liat kamu tepar begini, keputusan Mama makin bulat." Nimas meraih tangan Paras, menggenggamnya erat. "Kesehatan kamu sekarang jadi prioritas Mama.

   "Mama mau perbaiki semuanya. Resign, anggap aja itu pertaruhan Mama buat kamu dan segala sesuatu yang terjadi di masa lalu karena Mama. Mbak Gati yang sakit hati, Sulistya yang bikin kamu trauma, kamu yang menderita, Papa, dan semua imbasnya sekarang," Nimas menyeka sudut matanya yang berair, "Mama nggak mau liat Paras di brankar kayak gini lagi. Mama takut kehilangan Paras. Paras satu-satunya hal paling berharga buat Mama."

Do Our Game (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang