🌼 Prolog 🌼

2.1K 260 38
                                    

♡♡♡

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

♡♡♡

    Paras menilik jam tangan berbentuk kepala hello kitty yang melingkar manis di pergelangan tangan kanannya. Jarum pendek menusuk angka empat, sedangkan jarum panjang menunjuk angka dua belas. Itu artinya, dia sudah menunggu selama lima belas menit lebih di depan toko alat tulis tanpa kepastian yang jelas. Pesan yang mamanya kirim lima belas menit yang lalu rasanya seperti pesan tanpa isi.

Mamah tercintahhh
Tunggu di situ dulu. Jangan ke mana-mana. Awas ilang.

    Lihat. Tunggu di situ dulu. Jadi, Paras harus menunggu berapa lama lagi untuk melihat mobil Volkswagen Beetle berwarna putih kesayangan sang mama—yang beberapa bulan lalu telah menjadi mobil miliknya ketika dirinya berulang tahun yang ke tujuh belas—parkir manis di pinggir jalan dekat pohon mangga yang terdapat plang besar bertuliskan "Toko Alat Tulis Sahabat"?

    Untuk yang kesekian kalinya dia menghela napas. Dihitung kembali entah yang keberapa kali, jarak antara rumahnya ke sana tidak sampai seperempat jam, paling hanya delapan menit menggunakan kendaraan bermotor dengan kecepatan sedang.

   Paras mencebik. Matanya mengedar, menatap lalu-lalang orang yang sibuk dengan dunianya sendiri. Mata berwarna jernih itu mengamati saksama bagaimana seorang anak SMA sebayanya sedang berusaha mengeluarkan motor dari parkiran yang padat, bagaimana seorang kakek tua sedang berdiri di depan ruko yang ramai dengan tangan menadah meminta sedekah. Terakhir, matanya berhenti, terpaku menatap seorang ibu yang menyeberang dengan anaknya yang tunanetra. Tangan kanannya yang tidak lagi mulus seperti tangan anak muda merangkul bahu sang anak dan membimbingnya hati-hati lewat zebra cross.

    Hati Paras mencelos, batinnya berkecamuk, membuat dirinya tak kuasa menatap ke sana lagi. Dia memilih memalingkan wajah. Tangannya terangkat, mengusap kasar sudut matanya yang mendadak berair.

   "Paras, bukan?"

    Paras menoleh. Matanya mendapati seorang lelaki berambut gondrong sedang berdiri gagah di depannya. Badannya yang terbilang tinggi tegap membuat gadis itu hanya bisa menatap satu objek itu saja.

   Ada rasa khawatir yang menyergap saat lelaki berkacamata hitam itu melipat tangan di depan dada sambil menatapnya penuh intimidasi. Paras paling tidak bisa ditatap seperti itu. Jengah, dia bangkit. Memilih menjaga jarak dengan memasang kuda-kuda. Hal yang selalu Paras lakukan tiap kali bertemu orang asing.

   "Iya. Anda siapa?"

   Lelaki itu mengangguk kecil. Tepat ketika hendak membuka kacamata, Paras bertanya, "Ada urusan apa, ya?" Dia tidak suka basa-basi jika kepepet seperti ini.

   Lelaki itu mengurungkan gerakannya. "Gue disuruh mama lo buat jemput lo."

   Kening Paras bergelombang. Bunyi nyaring dari alarm tanda bahaya di kepalanya terdengar. "Masa, sih?"

   Terlihat lelaki itu menghela napas. "Iya."

   Paras tidak bisa percaya begitu saja. Jangan sampai dia mengulangi kesalahan yang sama hanya karena ada orang asing yang bilang, "Gue disuruh mama lo buat jemput lo." Jangan. Paras cukup bisa menahan diri untuk tidak langsung lompat dan jumpalitan di dalam mobil Fiat 1200 keren yang terparkir di belakang si lelaki. Mobil yang Paras prediksi milik lelaki itu karena sejak tadi tidak ada mobil yang parkir di sana.

 Mobil yang Paras prediksi milik lelaki itu karena sejak tadi tidak ada mobil yang parkir di sana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

   "Gue nggak bohong. Ayo, lagi buru-buru, nih."

   Paras memekik. Matanya mendelik menatap tangan si lelaki yang seenak udelnya menarik pergelangan tangannya. Reflek, apa yang dia pelajari selama bertahun-tahun dengan sang papa melayang. Tendangan maut yang kata papanya bisa melumpuhkan lawan hanya dengan sekali "jedug".

   "Kyaaaaa!! Penculik!!"

   Tak menghiraukan orang-orang yang langsung menatap ke arah mereka, tak menghiraukan si lelaki yang memegangi selangkangan sambil mengerang kesakitan, Paras berlari. Menyetop sebuah  angkot biru yang kebetulan lewat dan kabur. Masa bodoh dengan angkot itu yang beda jurusan dengan arah jalan pulangnya. Baginya, yang terpenting sekarang hanya lolos dari preman tadi!

   "Arhhh. Saya bukan culik!" Lelaki itu memekik. Menepis beberapa orang yang hendak menangkapnya.

   "Tangkep aja, tangkep. Mana ada penjahat ngaku."

   Lelaki itu menggeram. Mencoba menahan amarahnya yang sudah mencapai ubun-ubun. Sekali lagi dia tepis tangan-tangan itu. "Sumpah demi Tuhan saya bukan penculik! Saya ini tetangga barunya yang kena sial!!"

-----Do Our Game-----

  

Do Our Game (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang